"Kamu begitu dekat dengan pria di tempat les itu?" tanya Langit tiba-tiba.
Gadis yang tengah membaca n****+ di halaman belakang sekolah meliriknya. "Tidak juga, kenapa?" Gadis balik bertanya.
"Tidak, sudah habiskan saja makananmu!" Langit segera menyumpal mulut Gadis dengan roti. Mau tak mau Gadis mulai mengunyahnya. "Nah, Gadis pintar!" ucap Langit mengacak-acak rambut Gadis lalu pergi.
"Hey!! Langit!!" teriak Gadis dengan mulut penuh. Gadis terkekeh, "Ada saja tingkahnya" gumam Gadis kembali membuka novelnya.
"Gadis" sapa Bela yang sudah berada di hadapannya. "Ini untukmu" seraya memberikan sebotol air mineral. "Langit mana? Tadi aku melihatnya?" tanya Bela melihat sekelilingnya.
Gadis meraih botol yang diberikan Bela, "Terimakasih, baru saja dia berlari setelah membuatku kesal" kekeh Gadis. "Oia, waktu itu kamu dan Langit melakukan apa saja?"
Bela menatap Gadis, ia tersipu. "Melakukan apa saja? Pertanyaan mu ini membuatku tak enak" kekeh Bela. "Langit anak yang baik ya? Pantas saja kamu memilih dia menjadi teman dekat"
Gadis kembali meneguk air mineralnya. "Dia menyebalkan, kamu bisa lihat bagaimana caranya memaksa aku untuk makan!" cerita Gadis. "Kamu menyukai Langit?"
Raut wajah Bela berubah, ia segera menggelengkan kepala. "Tidak, aku hanya bertanya saja" jawab Bela.
"Baiklah, mari kita ke dalam kelas mengambil tas lalu pulang" Gadis menutup novelnya. Bela mengangguk dan merekapun berjalan bersama menuju kelas. Karena guru-guru tengah rapat, maka selesai jam istirahat ke dua semua murid pulang lebih awal.
"Bela, aku ke perpustakaan dulu. Ada buku yang harus aku ambil, jika nanti Langit kesini suruh dia menunggu ya" pesan Gadis, mengandong tasnya dan segera keluar.
Bela kembali merapikan alat tulis yang masih berserakan di meja. Benar saja, sosok Langit kini sudah masuk ke dalam kelas.
"Bela, dimana Gadis?" tanya Langit.
Bela tersenyum, ia mengambil tasnya lalu menarik tangan Langit keluar kelas. "Gadis bilang kamu tidak usah menunggunya, dia ada urusan lain. Bisa kita pulang bersama?"
"Benarkah? Kenapa Gadis tidak bilang apa-apa padaku?" gumam Langit yang tangannya digandeng Bela. "Aku tidak bawa motor"
"Kamu bisa menaiki mobilku" ucap Bela, diangguk Langit.
Gadis yang baru keluar dari perpustakaan segera berlari menuju kelasnya. Namun ia tidak menemukan siapapun di sana. "Kemana mereka?" gumam Gadis heran, ia melangkahkan kaki lesu.
"Gadis, sekarang Langitmu sudah direbut Bela ya?" kekeh Bianca yang berpapasan dengannya. Gadis memicingkan matanya, "Uh, menakutkan sekali tatapanmu ini" tambahnya.
Tanpa memperdulikan ucapan Bianca, Gadis terus berjalan keluar gedung sekolah. 'Apa Langit pulang bersama Bela? Lalu bagaimana denganku? Uang jajanku tertinggal di rumah' batin Gadis.
Ia mulai kebingungan, tiba-tiba terlintas dalam benaknya untuk menghubungi Adera. Ya, karena hanya dia yang Gadis kenal.
"Apa dia sedang sekolah? Tapi, apa dia mau menjemputku?" gumam Gadis menerka-nerka. "Ah, sudahlah ... aku sedang berada di ujung tanduk!"
Gadis menghubungi Adera, tak perlu waktu lama. Adera segera mengangkatnya.
"Demi apapun! Kamu menelponku?" pekik Adera kegirangan.
"Heh, jangan terlalu berlebihan. Adera, bisa aku meminta tolong?"
"Ada apa?"
"Jemput aku di sekolah, uang jajanku tertinggal" cerita Gadis, membuat ledakan tawa di seberang sana. "Hey, diamlah!!" gerutu Gadis kesal.
"Tunggu aku, dalam lima belas menit aku akan sampai!"
"Tapi kamu tidak tau dimana sekolah--"
Belum sempat Gadis menyelesaikan ucapannya, sambungan telpon sudah dipotong sepihak oleh Adera.
"Adera bodoh! Bagaimana bisa dia sampai dalam lima belas menit jika sekolahku saja dia tidak tau?" gumam Gadis, ia mulai menunggu di depan gerbang sekolah.
***
"Bagaimana kamu tau sekolahku?" tanya Gadis yang kini sudah dibonceng Adera.
"Aku tau nomor Hp, sekolahmu hingga nama orang tuamu" jawab Adera terkekeh.
Gadis memukul helm Adera, "Penguntit!!" Ledek Gadis sambil tertawa.
"Sebaiknya, aku tidak menyia-nyiakan momen ini. Kita makan dulu ya?" ajak Adera, tanpa menunggu persetujuan Gadis ia sudah membelokan arah motornya ke sebuah Mall.
"Kamu selalu seperti ini!" keluh Gadis, namun ia sama sekali tak merasa keberatan diajak Adera.
Kini mereka berdua berjalan memasuki sebuah restoran cepat saji, Adera menarik Gadis menuju tempat duduk yang letaknya tak jauh dari tempat bermain anak-anak. "Kali ini biarkan aku tau apa yang kamu suka?" tanya Adera tiba-tiba.
Gadis terdiam, ia menatap Adera. "Maksudnya?"
"Apa yang kamu suka?" tanya Adera lagi, mengulang pertanyaan sebelumya.
"Oh, es krim vanilla ... sudahlah, aku akan makan yang kamu pesan. Kamu suka apa?" balas Gadis bertanya.
"Sudah jelas, aku suka kamu" jawab Adera dengan wajah sangat datar lalu pergi memesan makanan.
"Laki-laki gila" kekeh Gadis, menggelengkan kepala. Namun kini pandangannya tertuju pada anak-anak yang tengah bermain perosotan, mereka bercanda sambil disuapi ibunya. Terlihat anak-anak begitu bahagia akan keharmonisan orangtuanya tidak seperti Gadis saat ini.
"Itu, anak Vivian" bisik seorang wanita paruh baya yang duduk dihadapan Gadis sambil menunjuk ke arah Adera yang membawa nampan pada teman-temannya.
Gadis memastikan ucapan wanita itu, ia menatap Adera.
"Apa ibunya sudah keluar dari penjara?" saut wanita lainnya.
Adera segera menaruh makanan di hadapan Gadis, ia tersenyum. "Ayo dimakan!" perintahnya.
Gadis yang merasa tengah menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar merasa tak nyaman. "Adera, apa kamu mengenal ibu-ibu di belakang mu? Tapi tolong jangan menoleh sekarang, nanti mereka curiga" tanya Gadis berbisik.
Tanpa ambil pusing Adera mengangguk, "Iya, sudahlah jangan pedulikan mereka. Aku lapar, kamu juga kan?" Gadis mengangguk.
***
"Adera, maaf aku hanya penasaran. Apa yang diucapkan ibu-ibu itu benar mengenai ibumu?" tanya Gadis yang sebenarnya merasa tak enak.
Adera menghentikan langkah kakinya, kedua lengan yang dimasukan ke dalam saku celananya dikeluarkan. Ia menatap Gadis, "Kenapa kamu jadi ingin mengetahui tentangku?"
Gadis memutar bola matanya, "Sudahlah lupakan! Anggap saja aku tidak pernah bertanya apapun tentangmu!" sela Gadis, melangkahkan kaki namun lengannya ditahan Adera.
"Semuanya benar dan aku tidak peduli" jawab Adera singkat, lalu menarik Gadis menuju sebuah toko mainan.
"Untuk apa kamu membawaku kesini?" Gadis mulai heran dengan sikap Adera.
Adera hanya tersenyum, ia melepaskan tangan Gadis lalu mengambil boneka monyet besar dan segera membayarnya ke kasir.
"Ini boneka yang kamu mau, aneh sekali diantara semua boneka kenapa monyet yang kamu sukai?" ucap Adera memberikan boneka itu pada Gadis.
Gadis semakin terheran-heran, ia hanya terpaku sambil memeluk boneka monyet yang diberikan Adera.
"Kenapa kamu diam? Ini untukmu!" tambah Adera lagi. "Aku mendengar rengekan mu pada Mama mu sewaktu itu, jangan bilang aku penguntit lagi!" Adera menunjuk hidung Gadis.
Tiba-tiba Gadis tertawa begitu kencang, ia sampai mengeluarkan air mata sangking kegelian. "Astaga, kamu benar-benar bodoh!" kekeh Gadis menghapus air mata. "Bukan boneka ini, tapi itu" tunjuk Gadis pada boneka beruang.
"Astaga!? Aku salah? Buang saja boneka itu!" keluh Adera.
Gadis tersenyum, ia menarik lengan Adera keluar dari dalam toko. "Tidak apa-apa, bisa kamu belikan nanti dari uang jajanmu lagi" goda Gadis, "Terimakasih Adera" ucap Gadis tersenyum memeluk boneka monyet pemberian Adera.
***