Adera Malang

651 Kata
            Adera kaget setelah menerima telpon dari kantor polisi yang mengabari dirinya mengenai kondisi sang mama yang kini dirawat di rumah sakit. Tubuhnya terasa lemas, hingga kakinya seolah tak mampu menumpu badan tingginya. Ia sudah tergolek di lantai rumah, dengan masih menggenggam ponsel.             “Aku merasa sangat tidak berguna!” gumamnya lesu, ia kembali menatap layar ponselnya lalu mencoba menghubungi Gadis. Hanya nama Gadis yang teringat di pikirannya saat ini.             “Ya, ada apa kamu menghubungiku semalam ini?” tanya Gadis ketus seperti biasanya.             “Mamaku masuk rumah sakit, apa yang harus aku lakukan?” tanya Adera terdengar seperti orang bodoh.             “Apa! Cepat pergi, kenapa malah menghubungiku? Cepat pergi!! Aku akan menyusulmu, kirimkan alamat rumah sakitnya padaku, sekarang Adera!!” pekik Gadis panik.             Adera mengirimkan pesan pada Gadis, ia hanya mengambil jaket lalu segera melaju kencang dengan sepeda motornya menuju rumah sakit tempat Mamanya dirawat. Sedangkan Gadis? Ia menghubungi Langit agar segera mengantarnya menyusul Adera.             Meskipun banyak pertanyaan dalam benak Langit saat ini, ia tetap mengantar Gadis. Hingga akhirnya dalam waktu dua puluh menit mereka sudah tiba di dalam rumah sakit. “Kamu tau di mana ruangannya?” tanya Langit.             Gadis mengangguk, “Adera sudah mengirimkannya, ayolah!” ajak Gadis menarik tangan Langit masuk ke dalam. Terlihat sosok Adera tengah duduk sambil menundukan kepalanya depan ruangan dimana mamanya dirawat.             “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Langit menendang kaki Adera. “Masuklah!”             Gadis menginjak kaki Langit, ia mengepalkan lengannya. “Diamlah!” perintah Gadis. “Kenapa kamu tidak masuk?” tanya Gadis menghampiri Adera.             “Aku tidak mau melihat dia menangis lagi, setiap dia melihatku pasti menangis” cerita Adera lemah.             Gadis menarik lengan Adera, “Ayo aku temani” ajak Gadis.             “Aku harus ikut!” pekik Langit yang segera mengekori mereka ke dalam.             Di kamar, terlihat sosok wanita paruh baya yang terlihat begitu lemah dan pucat. Lengannya masih terpasang selang cairan infus. Ia membuka matanya  mengetahui ada yang masuk, air matanya menetes saat Adera berjalan menghampirinya.             “Kamu kesini? Apa kamu sudah makan?” tanya mama Adera dengan suara parau. Mata Adera terlihat sudah berkaca-kaca melihat kondisi ibunya yang tergolek lemas diranjang.             Gadis berjalan menemani Adera, “Adera makan dengan lahap Tante, jangan khawatir” sela Gadis sambil tersenyum.             Mama Adera kini beralih menatap Gadis, “Astaga ... kamu membawa siapa ini sayang? Apa kamu pacar Adera? Tante merasa lega jika ada yang menemaninya” ucapnya, raut wajahnya seolah berubah saat ini.             Tanpa meng-iyakan ataupun menolak Gadis hanya tersenyum, Adera dan Langit juga hanya bisa diam mematung. “Bagaimana kondisi Tante?” tanya Gadis.             Mama Adera terlihat begitu senang, “Setelah melihat Adera, kondisi Tante sangat baik sekali, apa kamu sudah lama berpacaran dengan Adera?” tanyanya lagi.             Adera menelan air liurnya, “Ma ... istirahatlah. Gadis tidak bisa terlalu lama di sini, ini bukan jam besuk”             Mama Adera meraih lengan Gadis, “Terimakasih sayang, entah mengapa Tante merasa begitu sangat lega” ucapnya, Gadis hanya mengangguk pelan. ***             “Astaga!! Bisa-bisanya kamu membiarkan mamamu berpikiran jika Gadis adalah pacarmu!” keluh Langit saat Adera mengantar mereka berdua keluar dari rumah sakit.             “Diamlah, setidaknya Mamanya tersenyum” sela Gadis.             “Hey, aku membiarkan kejadian barusan karena mamamu ya ... jika bukan karena mamamu sudah ku bongkar semuanya! Kau anak manja yang tidak merapikan kembali stik juga kaset Psnya!” tambah Langit lagi.             Adera menarik kerah jaket Langit, “Itu ulahmu yang mengacak-acak kaset milikku! Lagipula siapa yang menginginkan Gadis pemarah ini menjadi pacarku? Ah ... apa kamu menyukainya?” tebak Adera, ia tengah melakukan taktik lempar batu sembunyi tangan.             Ekpresi Langit berubah seketika, “Tidak, bagaimana bisa aku menyukai Gadis galak seperti ini?” tolak Langit.             Gadis yang merasa menjadi bahan ejekan para lelaki meyebalkan ini mulai tersulut emosinya. “Lalu siapa juga yang mau menjadi pacar para lelaki lemah, letih, lesu yang butuh Sangobion ini, hah?” pekik Gadis kesal, ia berjalan meninggalkan mereka berdua.             “Ini semua ulahmu! Jika Gadis galak ini memusuhiku, kamu akan aku bunuh duluan” gumam Langit.             “Kamu yang memulainya, dia Gadis pemarahku! Sampai kamu berani membuatnya menangis, hidupmu berada di kepalan tanganku” ancam Adera lagi.             “Hey! Bisakah kita segera pulang? Aku tidak mau mama memarahiku!” teraik Gadis dari basement. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN