Prolog
Daniel Gabriel.
Sudah merencanakan hari dimana ia akan mati nantinya. Setelah pulang dari liburan sekolahnya, itu berarti dua hari lagi.
Pemuda yang duduk sendirian pada kursi belakang itu merasa tidak ada alasan lagi untuk ia hidup. Semuanya hancur berantakan seperti tidak ada harapan lagi.
Teman sekelasnya yang sudah berteriak heboh karena bus sudah melaju itu sama sekali tidak membuatnya terusik. Lebih tepatnya ia tidak punya kuasa untuk menegur.
Hanya bisa menjadi penonton yang tidak kasat mata. Duduk memeluk ranselnya dengan pandangannya yang menatap keluar jendela dengan kerlipan sendu.
Bayangan beberapa orang mendekat dan perlahan duduk bersamanya di meja belakang. Sebenarnya Daniel sudah tahu apa yang akan teman kelasnya itu lakukan. Tapi, ia berusaha tidak peduli dan tidak menanggapi keberadaan keempat anak cowok itu.
"Hei, jadi keset." Suara berat anak cowok di sebelahnya membuat Daniel menggerakan kepalanya dan membalas tatapan teman kelasnya tajam.
"Lihat tatapannya? Kau kira aku akan takut dengan gertakanmu! Sialan." Kepala Daniel sampai tertoleh ke samping karena tamparan pemuda itu yang sudah menendangnya sampai tertidur di dekat kaki kursi.
Daniel sudah tengkurap di sana dengan kedua tangannya yang bertumpu pada lantai bus. Tubuhnya sudah dijadikan pijakan keempat anak cowok yang duduk di kursi. Menjadikannya keset dan meletakan kaki-kaki mereka pada tubuh Daniel.
Bahkan, ada yang mendorong-dorong kepala pemuda itu dengan kakinya sembari tergelak merasa lucu.
Beberapa teman sekelasnya sesaat menoleh ke belakang, melihat perbuatan tidak beradab di depan mata mereka. Bukannya membantu, mereka malah memalingkan muka dan kembali pada aktifitas mereka masing-masing.
Daniel yang disiksa seperti itu bukanlah hal yang asing bagi mereka. Bahkan, sudah menjadi keseharian anak-anak kelas. Dan tidak ada yang berani menghentikan ulah Nicholas dan ketiga temannya.
Daniel masih mengerjapkan matanya dengan ekspresi datar. Tangannya sudah gemetaran tidak kuasa menahan berat kaki keempat cowok yang masih tergelak membicarakan masalah game.
"Kalau kau sampai jatuh dan konsentrasiku jadi pecah, kepalamu aku yang aku ganti pecahkan." ancaman penuh arti dari Nicholas membuat Daniel terdiam dan kembali berusaha bertahan dengan posisi yang tidak nyaman itu.
"Ck," decak Nicholas kasar saat kakinya terjatuh ke lantai bus karena Daniel sudah merosot jatuh dan tengkurap di sana karena kelelahan.
"Aku kan sudah bilang, jangan sampai fokus aku teralihkan!" Sentak Nicholas sudah menendang pemuda itu sampai tersungkur ke tengah koridor kursi bus.
Nicholas tidak berhenti disitu, pemuda itu malah berdiri dan kembali menginjak perut, d**a dan berulang kali menginjak punggung belakang Daniel yang berusaha melindungi dirinya.
Nicholas makin mengeraskan rahangnya dengan berpegangan pada kursi di sisi kiri dan kanannya. Pemuda itu makin melanjutkan aksinya dengan agresif sampai Daniel terbatuk kuat karena kesakitan.
"Kau akan habis hari ini, padahal aku sudah mau naik ace dan kau malah menghancurkannya."
Daniel masih meringkuk dengan menerima semua pukulan yang dilayangkan Nicholas. Ia memejamkan matanya sesaat lalu membukanya perlaham dan tidak sengaja bertatapan dengan guru pembimbingnya yang duduk di kursi depan.
Sang guru tidak bereaksi banyak, hanya tersenyum samar lalu kembali membalikan badan membuat Daniel yang berharap dapat bantuan, langsung memias.
"Tidak akan ada yang mau menolongmu anak pembunuh!"
"Nic, sudah. Nanti dia bisa mati," lerai salah satu temannya sudah maju dan menarik pemuda yang memiliki tatto pada leher belakangnya.
Tatto berbentuk sayap burung.
"Ck, memangnya kalau dia mati kenapa? Aku cuma mau membalaskan dendam orang-orang yang keluarganya mati karena perbuatan ayahnya, anak sialan ini." Umpat Nicholas masih penuh dendam. "Sudahlah, kita kembali main game saja. Lagipula dia sudah tidak bisa berdiri, ayo." Ajak temannya masih membujuk membuat Nicholas mau tidak mau berbalik dan kembali mendudukan diri pada kursi belakang dengan membuka permainannya yang sedari masih lobby.
Semua yang yang ada dalam bus, yang memperhatikan Daniel disiksa kembali mengalihkan pandangan.
Tidak ada yang lanjut membicarakan atau datang membantu. Mereka hanya peduli dengan diri mereka sendiri tanpa mau ikut campur urusan Daniel dan Nicholas.
Daniel masih terbaring dengan posisi meringkuk. Pemuda itu sudah merintih samar, mulai merasa sekujur tubuhnya sakit. Dadanya masih terasa sesak akibat tendangan kasar Nicholas tadi yang berulang kali menargetkan dadanya.
Sesaat Daniel merubah posisi tidurnya, telentang pada lantai bus yang sudah berbelok entah ke jalan mana. Tatapan mata pemuda itu makin sendu dengan berharap bus yang mereka naiki ini jatuh saja ke jurang. Agar ia dan orang-orang busuk dalam bus ini mati saja.
Daniel sudah lelah menjadi bulan-bulanan anak kelasnya.
Entah bagaimana awal mulanya sampai ia ditargetkan menjadi si lemah yang selalu ditindas oleh si penguasa.
Daniel tersenyum kecut baru tersadar. Ini semua karena kedua orangtuanya.
Karena perbuatan mereka Daniel sampai dibenci sampai separah ini. Ya. Kalau jadi mereka pun mungkin Daniel akan melakukan hal yang sama.
Ayahnya yang seorang pelukis ternyata ada pembunuh berantai yang beberapa bulan terakhir banyak memakan korban. Kini ayahnya menjadi buronan karena melarikan diri dan sampai sekarang belum tertangkap dan tidak ditemukan keberadaannya.
Sedangkan, ibunya yang merupakan anggota dewan perwakilan rakyat telah melakukan korupsi besar-besaran. Korupsi dana pendidikan yang seharusnya diperuntukan bagi mereka yang kurang beruntung.
Orangtua Daniel adalah sampah masyarakat yang mengganggu ketenangan dan keamanan masyarakat.
Dan Daniel yang merupakan anak tunggal mereka harus dijadikan pelampiasan kemarahan dan dendam orang-orang di sekitarnya.
Hal itu yang memicu Daniel perlahan membenci kedua orangtuanya, karena mereka hidup Daniel yang berharga dijadikan lelucon anak-anak di kelasnya.
**
Setelah perjalan panjang pun akhirnya mereka sampai di dermaga. Sebentar lagi mereka akan menyeberang ke pulau kecil yang memang jarang dijamah oleh masyarakat setempat.
Bukan, karena ada sesuatu yang aneh di sana. Hanya saja mereka tidak ingin mengotori tempat yang katanya adalah surga dunia itu.
Pulau Hutan Anggrek namanya, dinamakan Hutan anggrek karena pulau itu dipenuhi dengan bunga anggrek yang hidup liar. Padahal tidak semua bunga anggrek bisa tumbuh di atas tanah, hanya anggrek tertentu yang bisa tumbuh di tanah langsung.
Semua murid yang merupakan gabungan dari dua kelas itu sudah melangkah hati-hati ke tangga kapal dengan sesekali melihat pemandangan laut sekitar.
Guru-guru pun sudah heboh meminta salah satu murid untuk mengabadikan momen, berfoto dengan backgroud kapal pesiar itu yang merupakan milik orangtua Nicholas.
Semua yang hadir di sana hanya membawa diri dan makanan mereka sendiri. Juga membawa beberapa pakaian ganti untuk mereka pakai di tempat tujuan nanti. Sedangkan, tiket, hotel, dan sebagainya untuk mereka tidur nanti, orangtua Nicholas lah yang sudah memfasilitasi.
Jadi, mereka sudah menjunjung tinggi dan mengagung-agungkan Nicholas. Berkat orangtua pemuda itu, mereka bisa merasakan liburan mewah sekali seumur hidup.
Daniel masih belum melangkah naik, berdiri memandangi teman-temannya yang sudah saling mengambil potret dengan riangnya. Bahkan, ada yang sampai membuat vlog untuk channel youtube pribadi.
Melihat itu semua, Daniel makin merasa miris sendiri. Hal-hal sederhana dan terliha biasa itu sama sekali tidak bisa ia lakukan bersama seorang 'teman'.
Suara cempreng guru di atas tangga membuat Daniel tersadar dan buru-buru naik ke atas kapal bergabung bersama yang lain. Pemuda itu mendudukan dirinya di salah satu tempat tidur di pojok. Menaruh tasnya di sana dengan melemaskan tungkainya sesaat.
Ia merintih samar, merasa sekujur tubuhnya kesakitan. Ia pun bangkit berdiri dan mencari kamar mandi untuk membersihkan luka-lukanya.
Saat berada di kamar mandi, ia berpapasan dengan Nicholas dan teman-temannya yang langsung saling pandang dan mengirim sinyal.
Daniel pun tertarik pasrah dan didorong kuat sampai menubruk dinding tembok di belakangnya sampai pemuda itu terbatuk kuat karena tubuhnya terasa dihantam benda keras.
Nicholas tersenyum puas dengan menggerakan kepala, menyuruh salah satu dari temannya mengambil ember berisi kain pel yang sudah kering itu.
Beno mengisi air sampai penuh lalu menaruhnya di samping kaki Nicholas yang kini berdiri dengan rokok di dalam mulutnya.
"Ambil barang bagus di dapur sana, yang tadi kita temuin pas pertama kali naik." Titah Nicholas tersenyum miring sembari mengisap rokoknya dalam.
Beno pun menganggukan kepala menurut lalu berlari keluar untuk mengambil apa yang Nicholas suruh.
Daniel masih meringkuk di lantai berusaha bangkit berdiri, namun lututnya terasa lemah sampai ia kembali terjatuh dan terbaring di sana.
Melihat itu, Nicholas, Nathan dan Rein pun sontak tergelak menikmati penderitaan teman kelas mereka yang memang sudah langganan menjadi badut mereka.
Beberapa saat kemudian, Beno datang dengan seember air kotor berisi campuran telur busuk, air rebusan daging ayam, tepung dan juga kecap yang sudah dicampur di dalam ember.
Nicholas bergidik sendiri sembari melangkah mundur agak menjauh, "heh! Buruan, siram!" Titahnya pada Nathan membuat pemuda itu langsung maju dan menyiram semua isi dalam ember pada Daniel yang terhenyak kaget.
"Baju aku kecipratan, sialan!" Umpat Nicholas dengan mendecak samar walau kemudian terkekeh sinis melihat Daniel yang sudah menyayukan tatapannya.
"Keluar, biarin dia mati membusuk disitu." Katanya sembari berbalik pergi diikuti Beno, Nathan dan Juga Rein yang masih tersenyum miring merasa puas setelah melakukan ide jahil mereka.
Daniel sendiri sudah memejamkan matanya erat dengan merasa kapal mulai bergerak maju meninggalkan Dermaga. Pemuda itu jadi merasa menyesal, seharusnya ia tidak usah ikut dalam liburan ini. Biar saja tidak ada kenangan atau apalah itu, yang terpenting ia tidak dianiaya seperti ini.
Perlahan Daniel menyayukan pandangannya dan tidak sadarkan diri di dalam toilet dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan.
**
Entah sudah berapa lama Daniel tidak sadarkan diri, pemuda itu pun perlahan bergerak kecil merasa tubuhnya terkena air kini. Bahkan, merasa ada ombak yang menghantam tubuhnya.
Daniel mendudukan dirinya, melihat sekitar dan melebarkan matanya kaget saat melihat laut terbentang luas di hadapannya kini. Dan ia sedang duduk di tepi pantai yang ujung air laut sesekali datang menghampirinya.
Pemuda itu pun berdiri masih kebingungan, kapal pesiar tadi tidak ada. Bahkan, gunung-gunung pun tidak terlihat kini. Ia mengedarkan pandangannya menyapu bersih tempatnya berada. Hanya hutan di sana dengan semak-belukar setinggi pinggangnya.
Daniel makin melebarkan matanya kaget, karena bukan hanya dia saja yang berada di sana tapi semua murid lain yang tadi berada dalam kapal pesiar, bahkan guru-gurunya juga ada di sana.
Tiduran di atas pasir, dalam keadaan basah.
Sebenarnya apa yang terjadi, sampai mereka berada di tempat asing begini.
Daniel menegakan tubuhnya dengan mengerkapkan matanya samar, pemuda itu yakin kalau mereka sekarang sedang terdampar di sebuah pulau asing yang bisa saja ada predator di dalamnya.