5. SEMUA AKAN DALAM KENDALIKU

1370 Kata
Abian membuka gerbang kecil rumahnya dan mendorong motornya ke dalam. Terlihat dua kotak sedang di dalam kresek menggantung di stang motornya. Mengetuk pintu sebentar lalu menekan handle pintu dan mendorongnya. Sepi! "Kemana semua orang?" batinnya. Dia melihat ke ruang tamu dan mendapati kedua orang tuanya sedang menonton acara tidak bermutu menurut Abian. terlihat pasangan itu sangat menikmati tontonan bahkan ibunya sesekali menyahut sambil tertawa. Nampak jelas ini acara favorit mereka di rumah setiap malamnya. "Bu, Pak. Belum tidur?" tanyanya seraya mendekat membuat kedua pasangan paruh baya itu sedikit terkejut melihat kedatangan seseorang itu. "Bikin kaget aja. Jantung Ibu bisa aja copot Bian!" geram wanita itu seraya memukul tangan Abian yang hendak salim. "Hehehe, kalian sangat fokus menonton sampai-sampai nggak dengar aku ketuk pintu dan buka sendiri. Melda mana?" ucap Abian seraya mengedarkan pandangan usai salim pada kedua orang tuanya. "Ketiduran mungkin. Kamu kenapa lama sekali? Apa itu?" tanya ibunya bertubi-tubi. "Biasanya juga jam segini belum pulang, Bu," jawab Abian seolah-olah ingin menegaskan secara tersirat bahwa dia bisa pulang jam segini karena sudah ada istri di rumah. "Bian lihat Melda dulu, ya," lanjutnya seraya melangkah menjauh dari orang tuanya yang sudah sibuk membuka oleh-oleh yang dia bawa. Bian membuka pintu kamar dan sedikit mengerutkan kening melihat kamar yang sudah berubah tatanan. Padahal menurutnya, tatanan sebelumnya sudah sangat pas untuk kamar ukuran kecil ini. Abian melihat laptopnya yang ada di atas tempat tidur dalam posisi terbuka. Dia mendekat dan memeriksa laptop itu. Login dengan password dan melihat folder apa yang sedang terbuka. Kepalanya mengangguk-angguk paham dan bersyukur. Paham karena password nya bisa di pecahkan oleh Melda dan bersyukur karena tidak ada file mengenai dia dan perempuan lain di dalam laptop itu. Untuk ke depan, dia akan lebih berhati-hati apalagi hal yang menyangkut Gina. Dan dia tidak akan mengganti password untuk sementara waktu agar Melda tidak curiga. "Mel, bangun!" ujar Abian seraya mengguncang tubuh Imelda dengan kuat. Usai mengguncang pundak Melda, pria itu langsung menjauh dan membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Gawat jika sampai Melda menyeretnya untuk berbaring bersama. Pasti ada bau-bau tidak sedap menempel di tubuhnya karena baru saja berolahraga beberapa jam yang lalu. Abian langsung masuk ke dalam kamar mandi dan tidak lupa menguncinya. Membersihkan diri sambil tersenyum manis mengingat bagaimana raut wajah Gina ketika dia di siram langsung oleh Abian tadi. Kekasihnya itu masih cemberut ketika Abian pulang dan masih gelisah bagaimana jika tembakan terakhir berhasil dan perutnya melendung dalam waktu dekat. "Apa aku nikahi Gina aja diam-diam? Punya dua istri kayaknya seru," ujar Abian pelan pada diri sendiri. Baru sehari menjadi seorang suami sudah langsung berpikir poligami. Situ waras? ****** Makan malam bersama keluarga dan Abian memilih untuk memesan dari pada mengangkut keluarganya keluar. Ada beberapa alasan yang dia berikan ketika Melda mengatakan makan di luar saja. Alasan dirinya lelah karena udah seharian di luar dan malas keluarkan mobil dari garasi. Padahal alasan sebenarnya adalah, dia masih belum ingin pernikahannya di ketahui oleh orang lain. Bisa saja, saat mereka sedang makan di restoran atau di tempat lesehan ada orang yang mengenalnya dan akhirnya akan segera tahu status dirinya. No way! belum saatnya. Dia belum bisa melepaskan Gina jika sampai kabar ini menyebar. "Gimana ya caranya?" ujarnya pelan saat dia menggulir layar ponselnya. Abian ingin menghilangkan dirinya dari sosmed Gina agar wanita itu tidak segera tahu statusnya. Abian punya firasat buruk soal Melda, wanita itu pasti akan segera mencari cara bagaimana untuk membocorkan rahasia ini pada teman-temannya dan juga teman-teman Abian. Jadi, langkah pertama adalah menghilang dari sosmed agar ketika dirinya di tag, Gina tidak bisa melihat. Dengan berat hari, Abian unfollow Gina di semua akun sosmednya. "Nah, bagus begini. Dan aku kunci akun aja jadi privat," gumamnya lagi seraya tersenyum. Mata elang Melda mengamati sedari tadi tapi masih belum menanyakan apa yang membuat Abian tersenyum sendirian seperti orang gila. "Ehmm!" Terdengar deheman Ilham untuk mencari atensi mereka yang sedang di ruang tamu. "Besok, kami akan pulang. Jadi sebelum kami pulang, ada beberapa pesan untuk kalian berdua," ujarnya memulai kala mata sudah memandang ke arahnya. "Bapak tahu bahwa ini pernikahan dadakan dan mungkin belum sesuai dengan keinginan kalian berdua. Adat dan perayaannya belum kita laksanakan tapi ini sudah sah secara agama dan negara. Jadi Abian, Bapak cuma mau pesan sama kamu, kamu sekarang sudah tidak lajang lagi, cepat atau lambat teman temanmu akan tahu. Jadi, jaga pergaulanmu di luar. Jika selama ini kamu bisa pulang kerja jam sepuluh malam karena harus nongkrong dengan teman-temanmu terlebih dahulu, sekarang sudah tidak bisa lagi tanpa seijin istrimu." Ada jeda sebentar sebelum pak Ilham melanjutkan, "Jaga jarak dengan teman perempuanmu untuk menghindari kesalahpahaman istrimu nantinya. Pun sebaliknya, kamu juga Melda, kamu sudah jadi istri, Nak. Jaga jarak dengan lawan jenismu, hormati suamimu walaupun kalian tidak selalu bersama." Abian dan Melda mengangguk saja. Apa yang ada dalam hati mereka berdua hanya mereka dan Tuhan yang tahu. "Terus itu, kalian berdua bicaralah pelan-pelan. Kapan bisa ambil cuti dari tempat kerja. Kabari kami dan juga orang tua kamu Mel, supaya kami membicarakan hal-hal yang penting mengenai itu semua," ujar Roma ibunya Abian. Waktu dua jam sangat lama bagi Abian karena dia di cekoki dengan wejangan panjang sana sini soal berumah tangga. Dalam hati ingin membantah bahwa zaman sudah berubah tentunya perlakuan juga sudah berubah tapi dia menahan mulutnya agar wejangan ini tidak berlanjut hingga ke tengah malam. Abian menguap berkali-kali karena kelelahan hari ini. Mulutnya mangap dan di sengaja begitu lebar di depan orang tuanya agar petuah-petuah yang sedang ingin di keluarkan dari otak orang tuanya berbaris rapi dan tidur kembali disana saja. "Ya sudah, pokoknya, dalam rumah tangga itu yang paling utama adalah komunikasi. Kalau komunikasi buruk, maka perjalanan kalian merajut rumah tangga akan banyak kendala. Jangan saling mendiamkan kalau ada sikap sikap yang salah dari salah satu pihak. Jujur saja dan langsung katakan dimana letak kesalahannya dan kekurangan orang tersebut. Dan yang di ingatkan jangan ngeyel. Itu kunci utamanya. Lalu kejujuran dan keterbukaan. Kalian berdua jangan merahasiakan apa yang terpenting di dalam rumah tangga kalian. Apalagi masalah keuangan. Jangan sampai Ibu mendengar berita, kalian berantem karena uang. Haram itu! Sedikit cukup, banyak tetap akan kurang, itu kalau soal uang. Jadi yang di perlukan adalah pintar-pintarnya kalian mengelola, terutama kamu Mel sebagai seorang istri." Melda mengangguk, sejujurnya dia juga sudah bosan duduk mendengar selama dua jam. Pinggangnya sudah kebas dan ingin segera rebahan. "Udah kan, Bu? Bian udah ngantuk bangat ini? Jam berapa besok berangkat? Biar Bian ijin kantor, Bian antar sampai stasiun." "Udah sana, kamu pergi tidur. Besok kami naik taksi online aja, jangan biasakan ijin-ijin dari kantor untung urusan sepele seperti ini, hargai orang yang memberi kalian kerja. Kecuali tadi Ibu sama Bapak orang cacat, baru di antar. Mel, ikut Mama bentar," ujar Roma seraya berdiri. Wanita paruh baya itu mengulurkan tangan kirinya untuk di raih oleh menantunya dan keduanya pergi ke ruang makan entah mau membicarakan apa. Mata Abian dan ayahnya mengawasi dan sedikit penasaran tapi karena kantuk yang mendera, Abian berdiri dan pamit masuk ke dalam kamarnya. Melemparkan tubuhnya dan langsung tertidur tidak lama setelah itu. Sementara di dapur, Roma mengeluarkan dompet kecil dari kantong baju tidurnya. Lalu mengeluarkan isinya. "Ini warisan turun temurun dari keluarga Bapak. Saat Mama sah menjadi menantu, mertua Mama yaitu nenek Abian, kasih ini ke Mama dan sekarang, kamu adalah menantu pertama di keluarga Mama dan ini akan Mama titipkan pada kamu. Simpan baik-baik. Sesusah-susahnya hidup kalian di kota ini, benda ini tidak boleh di jual. Lebih baik bicara pada Mama jika kalian butuh sesuatu, paham?" ujar Roma seraya membentangkan satu buah gelang emas. Melda mengangguk sambil tersenyum, matanya berbinar melihat kilauan emas di tangan ibu mertuanya. Lalu dia merentangkan tangan di hadapan ibu mertua sesuai titah dan merasakan pergelangan tangannya tambah berat karena sudah di huni oleh gelang warisan. "Pergilah, tidur. Kalian harus bekerja besok pagi," usir Roma setelah menangkup wajah menantunya itu dan membelainya dengan sayang. Melda beranjak dan berjalan ke arah kamar dengan mata tetap memandang pada pergelangan tangannya. Senyum di bibirnya merekah karena restu benar-benar sudah ada seratus persen di tangannya. Kini, tugasnya hanya menaklukkan Abian dan membuat pria itu bertekuk lutut padanya dan melupakan teman-teman wanitanya di luar sana apalagi jika Abian punya kekasih. "Keluargamu sudah ada di genggamanku, sisa kamu saja," ujarnya pada Abian yang sudah mendengkur di atas kasur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN