"Rin, kemarilah."
Gadis berparas lugu tanpa polesan di wajah kecilnya, berjalan menghampiri Kaede, sang ibu yang memanggilnya dengan suara lembut. Rambut hitam sepinggangnya dikucir menggunakan pita putih panjang yang menyimbolkan kesucian yang telah dipercaya oleh orang-orang sejak dulu kala.
Rin duduk dengan sopan di depan sang ibu. Gadis bermata bulat menatap wajah Kaede yang terlihat sedang memejamkan kedua matanya.
"Kemarin ... kau berulang tahun yang keberapa, Rin?" tanya Kaede dengan suara yang berat, tidak seperti suara yang biasa ia tunjukkan kepada anak gadisnya.
Ekspresi serius yang jarang tampak di wajah wanita yang telah melahirkannya, membuat Rin berdebar takut. Ia menjawab dengan suara pelan, "18 tahun, Bu ...." Rin meneguk saliva dengan hati-hati, suasana di sekitarnya terasa aneh.
Secara tiba-tiba, Kaede mencengkeram pundaknya dengan sangat kuat, hingga membuat gadis bersifat periang itu meringis pelan karena ulahnya. Sorot tajam dari mata sang ibu, mendatangkan perasaan gelisah bagi Rin yang kesehariannya ia habiskan untuk menjaga kuil keluarga mereka, karena itulah salah satu tugasnya sebagai miko.
Apa yang terjadi kepada ibunya? Rin benar-benar merasa kalut. Tidak biasanya sang ibu bersikap seperti ini.
"Waktunya sudah tiba," ucap Kaede lagi, secara tiba-tiba.
Rin mengernyitkan kening. Tak mengerti apa yang dimaksud oleh sang ibu. "Apa?" tanyanya dengan suara pelan. Gadis itu mengedipkan kedua matanya beberapa kali dengan ekspresi lugu.
Hening terjadi selama beberapa saat di antara ibu dan anak yang sedang memikirkan hal lain. Rin mencengkeram lututnya dan meremasnya perlahan. Mengapa ibunya lama sekali?
Kaede yang diam sedari tadi, tiba-tiba saja mengeluarkan sebuah kalung dengan bandul berupa bulan sabit yang dikelilingi oleh dua buah titik hitam. Wanita itu lalu memasangkannya dengan cepat kepada Rin yang sedang dilanda kebingungan.
"Ibu, untuk apa kalung ini?" tanya sang gadis beriris mata berwarna hitam. Rin pandangi kalung dengan bentuk aneh tersebut, ia tidak terlalu suka dengan modelnya. "Ibu, apa ini hadiah untuk Rin?"
"Tidak, Rin, tapi dengarkan ini baik-baik," ucap Kaede seraya memejamkan mata. Ini jelas adalah keputusan yang sangat sulit. Ia lalu kembali berucap setelah ada jeda di antara mereka, "Maafkan kami semua. Sekarang, kau bukan bagian dari keluarga ini lagi."
Rin terbelalak di tempat duduknya. Apakah sang ibu ... saat ini sedang mengerjainya? Bukankah ini hari ulang tahunnya dan bisa saja ini merupakan sebuah kejutan dari keluarganya, benar, 'kan?
"Kau, kami korbankan untuk memenuhi permintaan iblis yang telah mengutuk keluarga Akibara antar generasi secara turun temurun sejak ratusan tahun silam."
"Kau tidak akan pernah bisa kembali. Kau tidak akan pernah bisa melepaskan diri."
"Mulai sekarang, kau bagian dari kegelapan."
Kaede yang masih memejamkan mata, lantas membuat gerakan memutar kedua tangannya searah jarum jam, dua jari di tangan kanannya terlihat seperti sedang membentuk sebuah segel. Mulutnya terus melafalkan mantra kuno keluarga Akibara yang akan mengirimkan Rin ke dunia lain, untuk menjadi b***k Sang Iblis Monyet.
Selama beberapa saat ia pertahankan posisi itu, hingga kemudian kedua matanya terbuka seiring dengan timbulnya sebuah segel lingkaran di lantai rumah.
Tepat di mana Rin duduk dengan perasaan takut.
Secara tiba-tiba, tubuh Rin diselimuti oleh cahaya terang benderang yang begitu menyilaukan mata. Perlahan, tubuhnya terlihat memudar, keberadaannya menghilang secara perlahan.
"Ti-tidak! JANGAN, BU!" raung gadis itu dengan suara kencang. Air mata Rin tumpah begitu saja.
"AKU INGIN BERSAMA KALIAN!"
Rin terus berteriak, memohon belas kasihan dari sang ibu. "Bu! Jangan korbankan Rin, Bu!" teriaknya sambil berderai air mata.
Kaede mengabaikan teriakan sang anak. Ini semua demi kelangsungan hidup keluarga mereka juga.
Meski tubuh Rin memudar dan hampir lenyap, sayup-sayup masih terdengar suara sang gadis yang meminta pertolongan. "SIAPA PUN! TOLONG AKU!"
***
Rin tersadar di sebuah tanah lapang, di luar hutan yang tampak gelap karena rimbunnya pepohonan. Pakaian berwarna putih yang biasa ia gunakan selama di kuil tampak kotor karena tahu-tahu ia sudah berbaring di tanah basah. Celana merah lipitnya penuh dengan debu dan tanah yang menempel.
Rin mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, retina matanya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Dapat Rin rasakan bahwa punggungnya sakit, entah bagaimana cara ia bisa tiba di tempat asing itu.
Apa ia terlempar? Ataukah dia jatuh terbanting di tanah? Rin sungguh tak bisa membayangkan jika itu benar terjadi kepadanya.
Gadis itu lalu mencoba berdiri menggunakan kaki kecilnya yang tidak berhenti gemetar sejak beberapa saat yang lalu. Sejak bangun dari pingsan, Rin sudah merasa tak enak badan.
Seluruh sendi di tubuhnya terasa sakit. Rin yang telah berdiri tegak lantas mengedarkan pandangannya kepada sekitar. Hutan lebat yang asing. Tidak, semuanya tampak asing baginya. Di manakah gerangan gadis itu berada?
Srak srak
Bunyi aneh mendadak muncul dari arah semak-semak yang berada tak jauh darinya, gadis yang merasa penasaran pun akhirnya memilih mendekat secara perlahan. Lantas menyibak semak-semak itu dengan hati-hati.
"HUWAAA!!" pekik Rin ketakutan.
Gadis itu mundur dengan cepat ketika sesosok makhluk berbentuk aneh meloncat keluar dari balik semak yang sempat ia buka karena rasa ingin tahunya yang tinggi.
Mata merah besar milik sang makhluk asing, tengah menatap Rin dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
Dari mulut lebarnya menitik saliva panjang yang membuat Rin langsung bergidik ngeri. Gadis itu lalu dengan cepat mengeluarkan beberapa lembar kertas mantra dari balik pakaiannya, berisi doa penangkal siluman yang selalu ia simpan di dalam sana.
Beruntung, Rin telah dibekali ilmu dasar untuk mengusir roh jahat.
Rin lalu melempar dua lembar kertas mantra kepada sang makhluk asing, tepat saat makhluk itu mencoba meloncat ke arahnya. Rin kemudian bangkit berdiri dengan hati-hati, lalu berlari cepat memasuki hutan ketika makhluk itu tidak dapat melepaskan diri karena segel pengikat yang menempel di tubuhnya.
Rin berlari kencang, tanpa menoleh sama sekali ke belakang.
Derap-derap langkah yang terdengar dekat membuat jantung sang gadis memompa tak kalah cepat dari kakinya. Suara-suara aneh kembali berdatangan, masuk ke telinga Rin yang tak memiliki niat untuk menghentikan larinya.
Rasa ingin tahunya memancing Rin untuk memalingkan sedikit wajahnya ke sisi belakang. Gadis itu menyaksikan makhluk-makhluk menyeramkan dengan beragam rupa tengah mengejar dirinya.
Bentuk tak wajar mereka, dan mata mereka yang beraneka warna dan ukuran menatap Rin dengan lapar.
Gadis itu terjebak di keadaan yang sulit, ia pun hanya bisa pasrah atas nasib yang kini mulai membayanginya.
Rin memilih untuk terus memacu kakinya menuju tebing yang ia lihat tak jauh di depan sana, ia berniat untuk menjatuhkan dirinya ke jurang yang dalam itu.
Ketimbang rasa sakit akibat jatuh dari tempat tinggi, Rin lebih mengkhawatirkan makhluk-makhluk yang mengikutinya dengan tatapan lapar. Demi Dewa, ia lebih memilih mati karena jatuh ke dasar jurang daripada harus mati karena dimakan oleh siluman yang mengerikan.
Dengan berani, Rin pun berlari lurus tanpa gentar dan akhirnya jatuh ke jurang.
"AAAHHH!!!" Rin langsung menukik turun dengan cepat ke bawah, begitu tidak ada lagi tanah yang menjadi pijakan. Tubuhnya langsung membentur bebatuan dan akar-akar pohon besar yang tertanam di tebing setelah ia memutuskan loncat dari atas.
Tak memedulikan keadaan tubuhnya sendiri.
Terdengar bunyi gedebuk yang nyaring. Begitu tiba di tanah, Rin terkapar sendirian di dasar jurang dengan baju putih yang memerah karena rembesan darah dari lukanya. Wajah gadis itu tampak kotor karena tanah yang mengenainya.
Gadis itu berbaring sendirian bersama luka, dan rasa takut yang tak berkesudahan. Mata hitamnya memandang nanar langit yang berubah menjadi kelabu.
"Mungkin ... seperti inilah takdirku," bisik Rin sendu. Air mata kesedihannya jatuh sesaat sebelum ia hilang kesadaran. Apakah ia masih memiliki kesempatan hidup?
***
Cepat ... cepat. "Sial!" Kyeo mengumpat, ia semakin mempercepat larinya. Tak peduli perlawanan apa yang bisa ia lakukan untuk menghadang segerombolan pasukan yang sedang memburunya, ia harus tetap melarikan diri untuk menyelamatkan hidupnya. Dia terlalu berharga untuk berada dalam sebuah penjara.
Orang-orang yang mengejarnya itu ingin membalas kejahatan yang sudah dilakukannya selama kurun waktu seratus tahun. Mereka berusaha menangkap dan mengirimkannya kembali ke dunia asalnya. Dunia yang dipenuhi hawa kematian, tempat para pendosa harus kembali dan berdiam diri selayaknya penjahat kelas kakap. Kembali ke Neraka, Dunia Kematian.
Siapa juga yang mau itu terjadi? Kyeo jelas tidak mau, dia lebih suka berada di dunia manusia yang baginya seperti surga p*********n. Tempat di mana ia bisa bersenang-senang saat memutuskan membunuh manusia-manusia yang dianggapnya lemah.
Kyeo beruntung, sebab dirinya sudah dipanggil ke dunia manusia. Tempat di mana ia bebas melakukan apa saja, bebas membalas perbuatan manusia-manusia dunia yang menyedihkan dan penuh kesengsaraan. Beruntung karena dia terlahir sebagai iblis, sebab ada banyak sekali manusia bodoh yang tentu saja akan melakukan ritual untuk memanggilnya ke dunia mereka. Toh, meski mereka adalah orang-orang yang telah memanggil Kyeo ke dunia, pada akhirnya, dia akan tetap membunuh mereka semua.
Tak ada yang bisa mengabaikan kelicikan yang dimiliki iblis, walau mereka sudah berjanji akan tunduk kepada perintah orang yang memanggil mereka ke dunia, tetap saja yang terjadi adalah sebaliknya. Kematianlah yang akan mereka dapatkan, bahkan sebelum sempat mencapai tujuan mereka.
Iblis adalah makhluk yang tak bisa dianggap remeh, mereka makhluk yang sangat membenci umat manusia. Kekuatan mereka besar, fisik mereka kuat dan cepat. Bagi Kyeo yang merupakan salah satu sosok dari banga iblis, manusia adalah makhluk rendahan yang nyawanya tak lebih berharga ketimbang helai rambut sang iblis yang jatuh ke tanah.
Kyeo membuat pembunuhan manusia layaknya sayembara, dia telah membunuh 999 manusia tak berdosa dan dia berniat menjadikannya 1000 sebelum malam bulan purnama, tapi usahanya itu gagal karena ulah seorang manusia yang turut campur dengan apa yang dilakukannya.
Manusia itu berjenis kelamin perempuan, dan identik dengan pendeta wanita dalam agama Shinto. Dia seorang miko, atau disebut gadis penjaga kuil. Jenis manusia yang lebih lemah dari laki-laki, bahkan untuk sekadar membunuh seekor kucing saja, tentu mereka pasti tidak akan sanggup. Tapi pada kenyataannya miko itu sanggup membuat Kyeo cedera, sampai membuat iblis itu tak bisa lagi melawannya.
Kyeo terluka parah, ia hanya bisa mengumpat sejadi-jadinya saat menyadari saat itu dia bukanlah tandingan sang Miko beserta anak buahnya. Bukan gaya iblis menghindar dari manusia, iblislah yang memburu mereka semua dan menjadikan mereka makanan, tapi sekarang, Kyeo tak lebih berharga dari target yang harus dimusnahkan oleh manusia itu. Dia tak kuasa untuk melawan.
Jujur saja, Kyeo menyadari kondisinya yang terluka parah, sangat tak memungkinkan baginya untuk mengalahkan sang Miko. Memang berat mengakui lari adalah tindakan pengecut, tapi untuk sekarang, Kyeo lebih memilih untuk melarikan diri sejauh mungkin dan mencari tempat persembunyian yang aman.
Jauh dari tempat tinggal manusia.
Dalam pelarian Kyeo, tiba-tiba saja ada beberapa buah senjata tajam yang melesat ke arah Kyeo yang sedang menuju ke Barat Daya. Iblis itu menyadarinya lebih cepat, dan langsung berkelit menghindar. Karena berhasil menghindar dengan mudah, sikap angkuh sang iblis pun muncul. Dia terus mempercepat larinya sampai kemudian bertemu dengan beberapa orang yang sudah menghadangnya dengan ekspresi marah. Kyeo menyeringai dan bergumam dalam hati, ternyata hanya segerombolan makhluk lemah.
"Berhenti kau iblis!"
"Hee ...." Kyeo menyeringai senang saat melihat jumlah lawan yang harus dihadapinya yang terburu-buru ini. Mereka berjumlah lebih dari sepuluh orang, tapi energi yang mereka miliki terlalu kecil. Jika Kyeo sedang dalam kondisi yang prima dan sehat, mungkin saja makhluk-makhluk di depannya ini sudah berubah menjadi abu.
"Hee ... ada apa ini? Kenapa kalian menghalangi jalanku?" Kyeo bertanya seakan dia tak tahu apa-apa.
Salah seorang di antara pasukan berani mati itu maju dan memasang topeng rubah di wajahnya sambil menjelaskan tujuan topeng itu dipasang, mereka mengatakan agar iblis tak bisa mengenali wajah mereka. Kyeo langsung mencibir, bodoh.
"Kau sudah melakukan tindakan buruk di negeri ini. Kau adalah tersangka dari banyaknya kasus kematian dan p*********n manusia," ucap prajurit tersebut kepada sang iblis. "Cepat serahkan dirimu baik-baik, atau kau akan kami bunuh."
Sang iblis berdecak lidah. Kesal karena ucapan manusia itu terdengar begitu bodoh. Matanya kemudian menatap nyalang orang yang berdiri di barisan depan, mereka sama sekali tak terlihat takut padanya. Meskipun Kyeo saat ini sedang terluka, pandangannya terhadap manusia tidak akan pernah berubah. Toh, meski mereka kuat sekalipun, iblis tetap jauh lebih kuat.
"Kalian pikir aku akan menyerahkan diri begitu saja kepada kalian semua?" tanyanya seraya mengangkat dagu. Dia memang angkuh, tak ada iblis di dunia ini yang tak memiliki kesombongan di dalam dirinya.
Kesepuluh orang berpakaian hitam di depannya terlihat tidak suka dengan perkataan sang iblis, Kyeo menyeringai seraya menunjuk mereka satu-satu.
"Hm, dasar kalian para manusia yang teramat menyedihkan." Sang iblis berhidung mancung dengan paras manusianya yang menawan itu lalu mendengkus geli. Menertawakan sesuatu yang tidak diketahui pasti apakah gerangan.
Tak mendapat respons dari manusia di depannya, membuat sang iblis menatap remeh orang-orang yang berusaha menangkapnya itu. Tubuhnya yang tak terbalut pakaian menunjukkan otot-otot bisep dan abdominal yang menggoda. Ya, iblis memang tak pernah menggunakan pakaian, mereka telanjang bulat.
"JANGAN HARAP AKU MAU, MANUSIA!" Kyeo berteriak keras, sesaat kemudian ia tertawa dengan lantang, sehingga menimbulkan api kemarahan di hati para manusia yang bertugas memburunya. "Aku tak mungkin mau ikut bersama kalian, Bodoh!"
Perhatian sang iblis yang hanya tertuju kepada beberapa orang yang berdiri di depannya, membuatnya tidak fokus terhadap sekitar. Seorang pendeta wanita yang mengejar Kyeo sudah memasang segel tangan di belakang iblis bersurai putih tersebut.
"SIAL!" maki Kyeo setelah menyadari dirinya dalam bahaya. Belum sempat sang iblis menghindar, sang miko telah membaca mantranya.
"Akuma no shirushi!"
Lalu secara tiba-tiba, muncullah sebuah lubang hitam berukuran besar yang dalam sekejap memerangkap dirinya. Kyeo pun tertangkap oleh mantra yang sebelumnya miko itu lafalkan.
Kyeo mendecih berulang kali.
Belum sempat ia menghindar, dirinya sudah telanjur tertelan ke dalam pelindung cahaya yang secara perlahan mulai mengisap masuk sang iblis, dan memerangkapnya ke dalam kurungan yang mengeluarkan energi yang sangat aneh. Iblis itu terus meronta dan berontak dalam kurungan emas yang dibuat oleh sang miko. Namun, usahanya hanya semakin memperkuat pelindung yang menyerap energi iblis.
Gadis penjaga kuil itu tahu titik kelemahan para iblis, mereka semua tak tahan dengan energi murni. Kekuatan spiritual mampu mengalahkan mereka, tetapi itu tergantung dari jenis iblis itu sendiri.
Miko bertudung merah dengan raut wajah datar yang telah berhasil memerangkap Kyeo ke dalam mantra yang diajarkan oleh sang ibu, perlahan mendekat ke arah sang iblis kelelawar. "Bawa Kyeo, sang iblis kelelawar ke hadapan penguasa," titahnya cepat.
"Baik!" jawab para pengawal dengan sigap.
Mereka semua lalu menghilang dalam sekejap, menuju ke tempat di mana Kyeo akan ditahan hingga batas waktu yang belum ditentukan, seraya membawa sang iblis yang dipenjara bak burung dalam sangkar.
Tanpa disadari oleh mereka, tatapan gelap sang iblis hanya tertuju kepada satu orang, kepada seorang wanita yang menutupi dirinya dengan jubah panjang berwarna putih s**u.
Seorang miko suci yang memiliki tanda lahir dua buah titik merah di dahinya. Iblis yang kehilangan salah satu sayap karena perempuan itu, menggeram murka. Tidak akan pernah ia maafkan wanita itu beserta anak keturunannya!
"Akan kubunuh kau, k*****t!"
Kyeo bersumpah untuk ini.
***
"Siapa kau?" tanya Kyeo penasaran.
"Aku adalah orang yang akan membebaskanmu dari tempat ini."
Kyeo menatap tajam sesosok manusia yang diselimuti oleh aura kegelapan yang tengah berdiri di luar kurungan emasnya—tempat di mana Kyeo dikurung. "Apa yang kau inginkan dariku, Manusia?" tanya sang iblis.
Sosok yang sebelumnya bersembunyi di balik tiang bangunan, mulai menampakkan wujudnya secara perlahan kepada Kyeo. Tatapan sayu kedua matanya menyiratkan keputusasaan dan kesedihan yang begitu dalam.
"Tolong," ucapnya dengan suara lirih yang hampir tidak dapat didengar oleh manusia biasa. Namun, sangat mudah didengar oleh sesosok iblis kelelawar yang kini berhadapan dengan gadis miko.
"Lakukan perjanjian denganku, dan bantu aku lepas dari kutukanku ini," kata sang gadis. "Aku ingin ... bebas."
Kyeo memandang manusia yang berani mendekatinya dalam jarak dekat dengan tatapan yang menunjukkan ketertarikan. Bukan, ia tak mungkin jatuh ke kubangan suci bernama perasaan, karena penguasanya melarang iblis sepertinya memiliki perasaan kepada manusia. Mustahil untuk Kyeo menyukai mereka.
Hanya saja, manusia dengan wujud perempuan yang tampak lemah itu, berani membuat perjanjian dengannya? Dengan iblis sepertinya?
Ha! Menarik ....
"Sebagai gantinya, aku akan membebaskan dan ... menyembuhkan luka yang kau derita dari pertempuran sebelumnya."