Romero Rifalka Xavier atau yang biasa disapa Rori, adalah seorang mahasiswa program studi Teknologi Informasi semester 4. Usianya genap 20 tahun bulan Februari kemarin.
Rori adalah pemuda ramping dengan tinggi di atas rata - rata yaitu 183 cm. Penampilannya sangat modis, mengikuti trend anak muda kekinian, dengan pembawaan diri yang absurd, meski dari segi tampang sebenarnya kalem. Ia sering bereaksi berlebihan akan sesuatu. Dan kalau sudah tertawa akan sangat sulit berhenti.
Rori memiliki kulit yang putih bersih, terkesan pucat malah. Hal ini lalu ia manfaatkan untuk menjalani sebuah hobi, yang tak kalah absurd dari kelakuannya.
Bersama dengan sang sahabat sejati, Rori rutin menjalani hobi anehnya.
Ngomong - ngomong tentang sahabat si Rori ... aduh ... mungkin karena keduanya sama - sama absurd, makanya mereka cocok dan bersahabat dekat seakan tak akan pernah berpisah seperti sekarang.
Namanya adalah Sushi.
Benar, kan?
Dari namanya saja sudah kentara anehnya. Manusia macam apa yang memiliki nama Sushi?
Nama lengkap Sushi adalah Lazuardi Susilo. Nama panggilan sebenarnya adalah Ardi. Tapi semenjak menjadi mahasiswa, namanya sering diplesetkan oleh teman - temannya. Biasa lah, anak muda lidahnya suka alergi menyebut nama orang dengan benar. Apalagi nama teman sendiri. Ada saja julukan yang diberikan. Mereka lebih memilih memanggil Ardi dengan nama belakangnya, yaitu Susilo.
Sekian waktu bergulir, Ardi justru terbiasa memperkenalkan diri dengan nama Susilo. Mungkin karena pengaruh teori revolusi, kata Susi dari Susilo dirombak supaya lebih kekinian. Jadilah ... Sushi. Makanan Jepang berbahan dasar ketan, ikan mentah, dan Nori. Yang nikmat sekaligus sehat. Sayang, agak mahal.
Yah, itu lah sejarah singkat nama Sushi.
Sushi 2 cm lebih tinggi dari Rori. Selera fashion - nya, pun, sama dengan Rori. Tak hanya itu, selera humor mereka juga sama. Tinggi mereka pun hampir sama. Tak jarang orang memanggil mereka duo SUTET. Alias duo Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi.
Dari segi tampang, baik Rori atau pun Sushi juga sama - sama di atas rata - rata. Sumpah, mereka ganteng. Seandainya ikut casting iklan G*rnier Man, kemungkinan besar akan lolos dan sukses tanpa seleksi.
Kemistri keduanya sangat lah kuat. Saat keduanya berjalan bersama, orang sering menyoraki mereka layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Alhamdulillah, mereka mengaku masih normal.
Satu hal yang tak disukai orang - orang dari mereka. Ini berhubungan dengan hobi aneh seorang Rori yang didukung penuh oleh sahabatnya Sushi.
Andai saja ....
Andai saja kelakuan mereka tidak absurd. Mereka pasti akan memiliki pasukan fans yang banyak sekali jumlahnya.
Sayangnya, ke - absurd - an mereka telah sukses membuat semua orang illfeel stadium akhir.
~~~~~ Y S A G ~~~~~
"Ri, Rori ...." Sushi mengguncangkan tubuh sahabatnya yang tergeletak di lantai.
Perhatian seluruh isi kelas tertuju pada Rori dan Sushi seketika. Tipe suara Sushi adalah bariton yang berat nan dalam. Sekali bicara, bisa berhasil menyedot perhatian khalayak ramai.
"Kenapa lagi, tuh, si Rori?" tanya Mora, salah satu dari lima gelintir mahasiswi di kelas ini. Sisanya mahasiswa semua.
"Nggak tahu," jawab Sushi. "Tadi dia ngeluh perutnya sakit. Terus kepalanya juga pusing. Eh, tiba - tiba jatoh."
Mora dan mahasiswa lain saling berpandangan. Afdal mewakili isi hati sebagian besar dari mereka. Ia berdiri dari duduknya, berusaha mencari kamera. "Lo taruh di mana kameranya?"
"Kamera apaan?" Sushi terlihat kebingungan.
"Kamera apaan lagi? Nggak usah sok bego lo, Sushi! Gue sumpahin bego beneran tujuh turunan lo!"
Wajah Sushi memelas. "Ya Allah, tega amat. Temen macem apa lo? Temen lagi sakit nggak ditolongin. Malah nyari kamera. Udah gitu nyumpahin gue bego tujuh turunan pula."
Afdal mencebik. Ia tak menyerah. Ia terus berusaha mencari kamera, dibantu teman - temannya yang lain.
"Ya kalo dia sakit beneran pasti kita tolongin, lah!" sahut Mora. "Palingan ini juga cuman prank kayak yang udah - udah."
"Ya Allah, Mor. Ini si Rori sakit beneran. Lo nggak lihat mukanya pucet?"
"Halah ... mukanya Rori, kan, emang pucet gitu!"
"Tapi ini pucetnya beda. Tuh, dia juga keringet dingin. Anyep banget ini seluruh badannya." Sushi berusaha meyakinkan semua orang. "Kalo Rori sampek kenapa - kenapa, dan kalian semua sengaja nggak mau nolongin, kalian semua bakal disalahin sama polisi nanti. Masuk penjara lo semuanya!"
Karena ancaman dari Sushi itu, mereka semua kembali berbisik - bisik. Mereka takut.
Mora beranjak dari bangku, ia memutuskan untuk mendekati Rori yang masih tergeletak. Hanya perasaan Mora saja atau memang Rori terlihat jauh lebih pucat dari biasanya.
"Ri, lo nggak apa - apa?" Mora mengguncangkan lengan Rori, tapi Rori tak memberi reaksi apa pun. Cowok itu tetap diam dengan mata terpejam.
Mora mengamati Rori lebih dekat. Benar, kata Sushi. Rori berkeringat. Mora coba menyentuh kening, pipi, juga jemari Rori. Semuanya terasa dingin.
"Guys, kayaknya bener, deh, si Rori sakit. Kali ini dia nggak bohong. Ini bukan prank!"
"Yakin lo, Mor? Lihat sekali lagi, gih! Gue nggak mau kena tipu lagi!"
"Iya, Mor. Cek lagi, Mor!"
"Hooh, lo grepe - grepe aja itu! Atau lo gelitikin aja! Kalo dia ngakak, berarti kita dikibulin!"
"Ya Allah ... kalian semua jahat banget, sih!" Sushi kembali memelas. "Buruan ayo kita tolongin si Rori!"
Seketika Sushi diserang berbagai tudingan.
"Lo bilang gitu biar si Rori nggak kita gelitikin, kan?"
"Lo takut prank kalian gagal, kan?"
"Ngaku aja lo! Udah kelihatan jelas akal bulus kalian!"
Sushi terlihat begitu sedih. Kedua matanya berkaca - kaca. "Seandainya gue bisa nolongin dia sendiri, gue bakal bopong sendiri dia ke klinik. Tapi gue nggak bisa. Gue minta tolong kalian, tapi kalian malah gini."
Semua orang terdiam. Mereka sibuk mendeteksi kebohongan dalam raut Sushi, tapi gagal.
"Ya udah, coba aja gelitikin si Rori sampek kalian puas. Kalo perlu sampek Rori mati sekalian!" Sushi menambahkan.
Mereka semua kembali saling berpandangan. Apa mereka sudah keterlaluan? Lihat lah, bahkan Sushi sampai menangis. Jadi ... kali ini Rori benar - benar sakit?
"Ya udah, tunggu apa lagi? Ayo kita tolongin si Rori!" Afdal akhirnya percaya, mengomando salah seorang mahasiswa untuk membantunya dan Sushi membopong Rori ke klinik.
Ketika mereka mengambil ancang - ancang untuk mulai membopong Rori ....
Sebuah tawa dengan suara yang khas muncul. Suara yang lembut dan bersih. Terlalu ringan untuk suara laki - laki. Tapi juga terlalu berat untuk suara wanita.
Suara khas seorang Rori yang sudah sangat dihafal oleh teman - temannya. Diikuti pergerakan Rori dari semulai terbaring di lantai menjadi duduk. Diikuti pula suara tertawa menggelegar seorang Sushi.
Sialan ... mereka kembali tertypu.
Jangan ditanya bagaimana marah dan kesalnya mereka semua saat ini.
"Eh, kalian, tuh, dibohongin gampang amat, sih?" Sushi bicara di tengah tertawanya. "Ya Allah, ternyata hamba jago akting nangis. Mau ikut casting, ah, besok. Kali aja dapet peran di sinetron GGGD : Ganteng - ganteng Gesrek Dikit!"
Reaksi Sushi sangat berbeda dengan Rori yang sampai saat ini masih fokus tertawa seakan tak ada hari esok. Mungkin beberapa menit lagi ia baru akan selesai tertawa.
"Ya mana mungkin gue nggak kuat bopong Rori sendirian? Si Rori aja kurus kering kerontang gitu. Sementara gue ... beuh ... so fit!" Sushi mengangkat kedua lengan, bermaksud menunjukkan ototnya.
Harus diakui, badan Sushi memang bagus dan proporsional. Berbeda dengan Rori yang kurus.
"Urusan bopong Rori aja, mah, kecil!" Sushi terlihat sangat meremehkan. "Kameranya ...." Sushi mengambil sesuatu dari dalam saku kemejanya. "This is it!" Sushi memamerkan sebuah pulpen yang memiliki lensa pada bagian atasnya. Ya Tuhan ... itu dia kameranya!
"Dan kalian ... ngalah - ngalahin keledai aja!" Sushi menambahkan.
"Maksud lo?" Afdal terlihat semakin emosi. Begitu pula yang lain.
"Lanjutin, Ri!" Sushi yang melihat Rori sudah mulai tenang, segera menyerahkan pesan berharga dari prank mereka kali ini.
Rori akhirnya berdiri setelah sekian lama duduk lesehan di lantai. "Kalian tahu keledai?" Suara merdu Rori mengalun, kontras dengan kata - katanya yang selalu menyakitian dan menyebalkan serta menohok. "Keledai adalah hewan yang dikenal paling bego di dunia. Tapi sebego - begonya keledai, mereka nggak akan terperosok dalam lubang yang sama." Rori sibuk menahan tertawa lagi. "Tapi kalian ...."
"Oh ... para keledai - keledai TI!" Sushi menimpali.
"Puhahahahaha ... keledai - keledai TI!"
Suara tertawa Rori kembali pecah, beradu dengan suara tawa 8 oktaf seorang Sushi.
~~~~~ Y S A G ~~~~~
T B C