Playlist:
Zayn Malik - Obsession
••••
"Aku benar-benar mencintaimu...."sekali lagi, Markus bicara lebih serius sembari mengusap rambut Megan. Ia tersenyum tipis, menunggu jawaban yang akan di berikan gadis itu untuknya.
"Sorry Markus! Ini terlalu cepat untukku!"ucap Megan mencoba menjauhkan diri. Melirik ke arah layar lebar yang ada di hadapannya, lantas bergerak menuju Matras dan merebahkan dirinya di tempat itu.
"Kau punya film apa? Aku ingin lihat, mungkin aku suka dengan pilihan mu!"ucap Megan fokus menatap layar tersebut.
______________
"Thanks,"ucap Megan, memerhatikan Taylor mengisi gelas tinggi nya dengan red wine.
"Okay! Ini yang terakhir,"balas Taylor tegas. Melihat Megan menenggak cepat minuman tersebut.
"Hm! Ini sangat enak. Lagi!"pinta Megan mengabaikan Taylor.
"Aku sudah bilang! Tadi yang terakhir!"
"Please, aku masih ingin minum!"ucap Megan memelas. Ia mengusap botol minuman yang ada di tangan Taylor, menatap dengan pandangan berkaca-kaca.
"Sial! Aku tidak bisa melihat wajah sedih mu!"ucap Taylor, terpaksa mengisi kembali gelas milik Megan. Gadis itu sudah cukup mabuk.
"Kau tahu! Aku di campakkan! Dia bilang ingin menikahi ku tahun ini, tapi sekali lagi! si berengsek itu menundanya hingga tahun monyet! Lalu... Kau mau tahu apa yang dia bilang tadi?"tanya Megan membuat sudut mata Taylor menajam, penasaran.
"Dia ingin hubungan kami berakhir! Dia setuju di jodohkan demi perusahaan nya yang hampir bangkrut. Hah!! Sial!"ucap Megan penuh umpatan. Ia terkekeh, merasakan kepalanya begitu berat.
"Tenanglah... Kau masih punya Markus!"bisik Taylor, melirik ke arah pria tersebut. Markus berdiri sekitar empat meter dari mereka, tengah menerima panggilan penting.
"Markus? Kera m***m itu hanya tahu hal porno!"ungkap Megan membuat Taylor tertawa pelan.
"Dia memerkosa ku!"ucap Megan kembali. Ia terlalu banyak bicara.
"Kau mau kemana?"tanya Taylor saat melihat Megan beranjak dari tempatnya.
"Aku ingin mengajaknya main kuda-kudaan!"balas Megan asal sambil melempar senyuman khas.
"Apa?"tanya Taylor seakan tidak percaya.
"Bye! Pergilah!"Megan mengusir, menggerakkan tangannya dan segera berjalan pada Markus.
"Okay! Sepertinya akan terjadi hal yang di inginkan. Aku harus pergi, sebelum mengotori mataku!"ucap Taylor mengikuti saran Megan untuk segera menjauh.
"Hey!!!"sapa Megan, seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku milik Markus. Memeluk pria itu dari belakang. Dengan cepat, Markus menoleh dan tanpa sepatah katapun lagi, ia memutuskan panggilan telpon nya begitu saja.
"Megan!"ucap Markus, menarik kedua tangan Megan dan berputar hingga pandangan mereka tampak menyatu.
"Ayo... Kita main kuda-kudaan!"ucap Megan menatap wajah Markus serius, bersama senyuman kecil yang memulas di bibir merahnya.
"What?"tanya Markus mencoba memastikan.
"Ayo.... Kita.... Main..... Ueeekkkk!"Megan muntah, tepat di hadapan Markus dan mengenai pria tersebut sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Markus terdiam, menutup matanya rapat dan mencium aroma yang sangat tidak enak di tubuhnya. f**k! Menjijikkan.
"Hmm.. Sorry... Aku—"
"Taylorrrrrrrrr!!!!"Pekik Markus begitu tegas, membuat Megan menutup telinganya dengan kedua tangan.
____________________
"Sudah selesai?"tanya Markus memasuki ruang kamarnya. Memerhatikan Taylor mengeringkan rambut panjang Megan. Gadis itu duduk sambil menyandarkan diri di kursi, hanya dengan bathrobe. Tampak menutup rapat matanya.
"Sedikit lagi,"balas Taylor melirik ke arah Markus, pria itu melangkah pelan. Ia tidak berpakaian, rambut hitamnya basah sementara pinggulnya di tutupi handuk berwarna biru gelap.
"Keluarlah!"pinta Markus menatap Megan tanpa berpaling sedikitpun. Taylor mengangguk, mematikan hair dryer dan meletakkan benda tersebut di atas nakas. Megan tampak tidak sadar, ia masih cukup mabuk.
Markus menelan ludah, berdiri di hadapan Megan dan menatap gadis itu lekat. Ia mengulum bibir, melirik ke arah Taylor. Wanita itu sudah keluar dari kamarnya, tanpa lupa menutup pintu kamar tersebut.
"Beautiful,"batin Markus. Mencoba menyentuh sudut wajah Megan, mengusapnya lembut dan mulai turun ke d**a gadis itu. Menyibak bathrobe Megan dan melepaskan tali yang mengait pakaian tersebut, hingga memperlihatkan separuh tubuh naked Megan.
"Markus....."tegur Megan pelan, sambil memegang kepalanya yang terasa sakit.
Markus tidak menjawab, ia meletakkan kedua tangan di sisi kursi, menatap Megan lebih dekat hingga gadis itu tampak tersenyum tipis, sungguh tingkahnya syarat arti untuk Markus.
"Pada akhirnya, kau memang hanya membutuhkan ku Megan!"bisik Markus pelan tepat di telinga gadis itu, lantas, kedua wajah mereka di sejajarkan dekat.
"Markus... Aku...."suara Megan terhenti, saat ciuman Markus mendarat di bibirnya. Megan menutup mata, merasakan berapa indahnya ciuman tersebut. Ia hanyut, bahkan membalasnya cepat.
"I love you.... Megan...."bisik Markus pelan, menatap kedua bola mata gadis itu sangat lekat. Lantas, memindahkan ciumannya ke kening Megan lebih lama.
Markus mengangkat tubuh Megan, memindahkan gadis itu ke ranjang menindih tubuh Megan, menatapnya lekat dan berada di antara kedua paha gadis itu. "Sial! Aku tidak bisa menahannya, Megan!"ucap Markus pelan. Ia menggigit bibirnya kuat, berusaha melawan rasa inginnya untuk menyentuh Megan.
"Aku membutuhkan mu,"bisik Megan pelan, sembari melingkarkan kedua tangannya di leher Markus. Menatap wajah pria itu dengan mata lemas nya.
Markus menelan ludah, dan langsung merapatkan kembali bibir mereka. Ia mengangkat kepala Megan, memperdalam ciuman nya yang terasa sangat panas. Bathrobe yang ada di tubuh Megan berantakan, gadis itu naked. Sungguh, semua penampilan Megan memudahkan nya.
"I will f**k you!"ucap Markus kasar, menarik handuk yang ada di pinggul nya. Miliknya siap untuk menjelajah setiap inci tubuh gadis itu. Megan pasrah, merapatkan pelukan pada Markus, ia benar-benar memberi akses.
Tiga detik kemudian, Megan menutup matanya. Ia menggigit bibir cukup keras. Merasakan Markus memasuki pintu tubuhnya. Rasanya sedikit berbeda, tidak ada rasa sakit seperti pertama kali, yang tersisa hanya rasa nikmat saat Markus bergerak.
"Lebih keras, please!"pinta Megan membuat Markus bersemangat. Ia tersenyum tipis, menahan pinggul Megan sedikit tinggi dan menaikkan tubuh gadis itu. "Kau di atas!"pinta Markus, memerhatikan wajah gadis itu merah. Namun, tetap menuruti Markus. Ia bergerak bebas, menyatukan kedua milik mereka dalam-dalam. Megan mendongak tinggi, bergerak sebisanya.
"Sial!"umpat Markus mendorong Megan dan mengubah posisi mereka kembali. Ia mendominasi, membiarkan Megan berada di bawah kekuasaannya. Memasuki gadis itu rapat-rapat hingga puas. Suara Megan membuatnya mabuk, Markus ketagihan. Tidak bisa melepaskan Megan dengan mudah. Mereka bercinta berjam-jam hingga penat. Seperti kemarin, Markus meninggalkan semua sisa cairannya di dalam tubuh gadis itu tanpa menyisakan setetes pun. Megan yang patah hati berusaha melupakan Axel, membiarkan dirinya bersalah atas apa yang sedang ia berikan pada Markus. Megan akan mengaku, ia menikmati. Sungguh!
__________________
Keesokan harinya....
Restauran PinkBloosom, Florida.
Lorna meletakkan handbag limited edition nya di atas meja, melempar senyuman khas pada teman-teman lamanya ramah. "Ah! Kau selalu mengajak Milla. Apa kalian masih tinggal bersama?"tegur seorang wanita dengan rambut hitam pekat yang pendek. Sussan Haden, ia duduk di tengah antara dua wanita lainnya,
"Yah! Meskipun dia sudah membeli tempat yang indah. Aku tidak ingin berpisah!"ucap Lorna melirik ke arah Milla yang ikut duduk di samping nya.
"Kau punya putri bernama Megan, 'Kan?"tanya wanita satunya lagi.
"Yes Maureen, kau tahu dari mana?"tanya Lorna melepas sunglasses nya.
"Seseorang!"balas Maureen melempar senyuman sinis pada Milla. Wanita itu diam, berusaha menghargai Lorna. Bagaimanapun, tiga wanita yabg duduk di depannya tersebut teman lama semasa sekolah Lorna dulu. Ia hanya di ajak, untuk bergabung beberapa kali dengan wanita sosialita ini.
"Ah! Kau tidak pernah berubah Lorna. Suami mu sepertinya masih posessif,"ucap Sussan sambil memulas senyuman.
"Tentu saja, kau lihat saja. Lorna masih sangat cantik. Jadi wajar saja, Mr. Morgan harus menjaga Lorna dengan bodyguard yang banyak!"ucap Maureen seraya melirik kembali pada Milla. Lantas, memalingkan pandangan, tampak sangat tidak bersahabat.
"Hm! Jangan berlebihan. Jadi mana berlian nya Diane? Aku ingin lihat, siapa tahu cocok denganku!"ucap Lorna menatap satu teman yang sejak tadi tidak bersuara.
"Semua perhiasan Diane pasti cocok denganmu Lorna,"jelas Maureen kembali. Terlalu banyak bicara. Lorna diam, tidak menimpali memerhatikan Diane mengeluarkan berlian-berliannya.
"Wow.. Beautiful!"ucap Milla spontan. Meletakkan Hermes bag nya ke atas meja. Maureen memicingkan mata, diam-diam meneliti penampilan Milla.
"Cih! Aku yakin. Axel pasti di peras oleh nya. Kepala bodyguard tidak mungkin punya gaji lebih besar dari putraku!"batin Maureen, mencebik ke arah lain.
"Milla bagaimana?"tanya Lorna mengalungkan berlian biru di lehernya.
"Hm! Sangat cantik. Kau luar biasa,"puji Milla melempar senyuman kecilnya.
"Aku ambil ini, kau?"tanya Lorna cepat.
"Aku harus memilih—"
"Ah! Aku rasa perhiasan Diane tidak ada yang cocok denganmu, harganya cukup mahal,"potong Maureen sarkas.
"Apa maksud mu?"tanya Lorna menatap tegas.
"Aku tidak bermaksud menyinggung. Aku hanya ingin mengatakan hal yang sebenarnya. Milla katakan pada putri mu, berhenti mendekati putraku Axel Damiano. Dia akan menikah dengan gadis yang lebih pantas,"ucap Maureen membuat kening Milla mengerut. Ia tidak paham sama sekali.
"Maureen, jangan membuat keributan. Kita—"
"Jangan membelanya Sussan, kau tidak tahu saja kelakuan putrinya. Lihat semua perhiasan dan handbag nya, aku yakin selama ini dia dan putrinya memeras Axel, mereka berpacaran dua tahun diam-diam,"jelas Maureen membuat tangan Milla terkepal erat.
"Kata suami ku, perusahaan Fireoval mengalami kerugian sebesar 36% setiap bulannya, nyaris bangkrut dan Milla tidak mungkin memeras orang miskin!"jelas Lorna pedas. Membuat Maureen menatap nya tajam.
"Kau pasti membelanya, karena—"
Byurrr!!!
Milla menyiram jus ke wajah Maureen, hingga wanita itu langsung diam sambil membulatkan kedua matanya.
"Apa yang kau—"
"Dengar! Putri ku sudah di lamar. Kau tahu siapa pria nya? yang jelas Bukan putra miskin mu itu, dia—"
"Aku yakin dia hanya pria i***t yang di goda putri mu!"potong Maureen menatap Milla dengan tegas.
"Berengsek!"Milla mengepal tangannya. Bergerak mendekati Maureen hingga Sussan dan Diane berusaha mengamankan diri masing-masing.
"Kalian diam!"perintah Lorna pada para bodyguard, lantas, melihat Milla menjambak rambut Maureen dengan sangat keras.
"Kau merusak rambut ku! Dasar wanita tidak tahu diri!"ucap Maureen membalas perlakuan Milla, hingga keduanya saling dorong. Tidak puas, Lorna turun tangan. Ia ikut menarik rambut Maureen, hingga wanita tersebut kewalahan.
"Beraninya kau mengatai sahabatku!"pekik Lorna memancing pihak restauran. Bodyguard Alexander tidak tinggal diam, ia mengabaikan perintah Lorna dan membantu melerai perkelahian tersebut. Memisahkan mereka masing-masing. Meski terjadi perang mulut, ketiga perkelahian itu berhasil di lerai cepat. Beberaoa bodyguard menangani pengunjung, tidak ada yang boleh merekam dan restauran mendapatkan biaya ganti rugi dua kali lipat. Namun, Maureen sepertinya tidak puas. Ia benar-benar menelpon polisi, menceritakan kronologi penyerangan yang ia dapatkan. Hingga dengan cepat Lorna dan Milla di angkut pihak kepolisian setempat.
___________________
"Lorna, Milla! Apa yang terjadi? Kenapa polisi menahan kalian?"tanya Alexander yang melesat datang saat mendengar kabar yang sangat tidak baik baginya.
"Hanya hal kecil, aku hanya menjambak rambut seseorang!"balas Lorna datar. Melipat kedua tangannya di d**a. Napasnya masih tidak beraturan, melirik ke arah Maureen yang di dampingi suaminya.
"Milla...."tegur Billy.
"Aku berniat mencabut uban wanita gila ini, tapi dia tidak bisa diam. Jadi aku dan Lorna mengambil inisiatif untuk menjambak nya,"ucap Milla menatap Maureen.
"Sir, aku minta maaf. Aku tidak—"
"Deran kenapa kau yang minta maaf?"pekik Maureen saat suaminya tampak mengalah pada Alexander.
"Maureen please. Aku tidak ingin memperpanjang!"jelas Deran tegas.
"Yah! Kau memang harus minta maaf, karena seenaknya menuduh putriku!"celetuk Milla membuat Billy memicingkan mata padanya tajam.
"Aku minta maaf atas semua perkataan istriku, aku yakin, dia tidak berniat demikian. Sekali lagi aku minta maaf,"ucap Deran membuat Maureen mengepal tangannya kuat-kuat.
"Aku harap istrimu meminta maaf!"sentak Alexander membuat Lorna memiringkan bibir. Angkuh.
"Tidak akan!"balas Maureen, ia berdiri lantas memutar tubuhnya segera dan melangkah menjauhi perkumpulan tersebut.
"Hey! Tas murahan mu ketinggalan!"pekik Milla membuat langkah Maureen semakin cepat. Ia tidak peduli, yakin bahwa Deren pasti membawakan benda itu untuknya.
"Sir."
"Aku tidak bisa setuju pada proposal mu jika Maureen tidak minta maaf langsung, ayo Lorna!"ucap Alexander membuat Daren terdiam. Lorna tersenyum ke arah Milla. Bangkit dari tempatnya dan segera mendekati Alexander. Polisi yang duduk di depan mereka hanya diam, merasa di abaikan.
"Thanks atas minuman mu,"ucap Milla pelan meletakkan botol minumannya di depan polisi. Lalu segera melangkah menjauh. Bergerak ke sisi Billy dan melangkah keluar mengikuti langkah Alexander.
______________________
Megan mengusap rambut nya. Menatap semua area kamar Markus. Pria itu tidak di sana, membuat Megan cukup merasa lega. Ia mengeluh pelan, meneliti pakaian baru yang tampaknya memang di siapkan. Tidak hanya itu, Markus meletakkan roti selai coklat dan s**u hangat di samping nakas. Meski Megan tidak terkesan, ia tetap menggunakan dan memakan semua pemberian tersebut.
Megan beranjak, menarik roti tersebut dan memakannya. Ia kelaparan. Sudut mata gadis itu tetap bergerak, melihat semua isi kamar. Sambil memegang segelas s**u, gadis itu menuju pada sebuah rak buku yang di susun tinggi pada sudut ruangan. "Hm! Ternyata dia suka menyimpan buku kuno,"batin Megan melihat kumpulan buku tersebut sambil menghabiskan sisa rotinya.
Megan menarik salah satu buku paling tebal di antara lainnya. Membuat sebuah koin jatuh ke lantai. Ia mengerut, meraih benda tersebut dan memerhatikan tulisan yang ada di benda tersebut. "Blindberg!"eja Megan datar.
"Klan apa ini?"pikir Megan melihat buku tebal tersebut dan menaruh s**u nya di pinggir rak. Ia penasaran dan mulai mencari jawaban atas benda tersebut.
"Globe?"pikir Megan melihat sebuah benda bulat yang tampak tersembunyi di antara rak. Dengan cepat, Megan menyingkirkan buku-buku tersebut dan melihat benda bulat yang mirip Globe berputar. Namun, aksi gadis itu mendadak terhenti saat mendengar suara langkah mendekat. Ia kembali mengemas buku tersebut, meletakkan koinnya asal dan segera melangkah ke ranjang tanpa lupa mengambil kembali s**u hangat nya.
Ceklek!!!
Pintu terbuka, membuat Megan langsung menenggak segelas s**u yang ia pegang. Berusaha mengabaikan Markus yang masuk ke dalam kamar.
"Kau sudah bangun rupanya!"sapa Markus.
"Thanks atas sarapannya!"balas Megan mencoba membuat pria itu senang.
"Bagaimana keadaan—"
"Ah yah! Aku ingin memperingati mu. Dengar! Apa yang kita lakukan semalam tidak akan membuat ku berubah pikiran. Aku hanya butuh! Tidak lebih,"jelas Megan menatap tajam mata Markus.
"Asalkan kau tidak mengatakan bahwa kau diperkosa!"sindir Markus.
"Kau memang memerkosa ku!"
"Tapi semalam tidak!"tegas Markus, tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
"Itu hanya pembalasan. Setidaknya, jika Axel bisa bertunangan dengan gadis lain, aku juga bisa tidur dengan pria lain,"balas Megan.
"Jadi kau memanfaatkan ku untuk membalas mantan kekasih mu itu?"tanya Markus geram sambil mengepal kedua tangannya kuat.
"Ayolah kau juga beruntung karena bisa berhubungan dengan ku!"
Tap!!
Markus menangkap pipi Megan, mencengkeramnya kuat dan menatap bola mata gadis itu lekat. "Aku mencintai mu! Bukan memanfaatkan tubuh mu!"
"Lepas!"pinta Megan membuat Markus makin menekan wajah gadis itu hingga Megan mendongak. Gadis itu meringis, merasakan Markus mencium sudut bibirnya pelan.
"Aku bersumpah! Tanpa sadar, kau akan mulai masuk dalam kehidupan ku. Hingga kau tidak akan menemukan jalan untuk kembali!"ucap Markus penuh ancaman. Membuat Megan bergerak hingga cengkeraman pria itu lepas.
"Taylor akan mengantarmu pulang!"ucap Markus memerhatikan Megan yang merapatkan selimut di tubuhnya. Markus berpaling, mulai melangkah meninggalkan Megan kembali.