Chapter 3 : Morning My Apple!

1508 Kata
Playlist :  Michele Morrone - Feel It ••••••• "Berengsek!"umpat Markus, ia mengepal tangannya kuat dan meninju kaca mobil dengan sangat kuat hingga benda tersebut langsung retak. Markus geram, menerima penolakan yang tidak pernah ia perhitungkan sebelumnya. Megan melakukannya kembali, menolaknya mentah-mentah. "No! Gadis itu harus menjadi milikku, tidak boleh tidak! Tunggu saja Megan, aku akan merobek-robek 'leher rahim' mu dengan milikku,"batin Markus mempertegas sambil mengendurkan tali dasi yang bergantung di lehernya. ••••          "Aku rugi, harusnya harga segelas Juice tidak semahal itu!"ucap Megan seraya memijat kening nya yang terasa sakit. Lalu mengedarkan mata pada keseluruhan ruangan kamar hotelnya yang begitu dominan dengan warna cream. Cukup mewah, meski harganya dibawah rata-rata. "Sial! Kenapa aku harus bertemu dengan kera itu!"ucap Megan dengan emosinya yang meluap. Ia nyaris meledak, mencoba mengingat perlakuan kurang ajar Markus. Megan berpikir sejenak, mencoba mengingat sesuatu yang mendadak muncul di otaknya. "Markus?"ucapnya lambat. "Oh my God, dia tidak mungkin— aku harus memastikannya!"Megan menarik ponselnya, menekannya cepat seakan mencari kontak seseorang yang ada di sana segera. "Caroline, aku ingin menanyakan satu hal. Siapa nama pria yang di jodohkan daddy Alexander padamu akhir-akhir ini? Aku lupa namanya,"tanya Megan tidak sabar saat panggilannya tersambung. "Kukus? Hm sorry! Mar—" "Markus?"sambung Megan tegas. "Yap! 'Om-Om' itu kan?"tanya Caroline kembali. Megan diam, tidak menjawab pertanyaan dari Caroline sedikitpun. "Kenapa kau bertanya? Dia—" "Caroline nanti aku telpon lagi,"ucap Megan cepat, lalu memutuskan sambungan telepon tersebut. Ia menelan ludah, melempar ponselnya kembali ke atas ranjang. Tok tok tok! "Excuse me, Room service!"teriak seseorang yang ada di luar pintu kamar Megan. Heran, gadis itu tidak memerlukan room service atau apapun itu, namun tetap saja, untuk menghargai karyawan Megan melangkah dan membukakan pintu kamarnya. "Sorry nona, hotel kami mengalami gangguan dan sebentar lagi seluruh sistem dan lampu akan mati dalam dua jam—" "What! Are you crazy?"pekik Megan kuat. "Sebagai gantinya, tamu akan di pindahkan ke "Four Seasons Hotel at The Surf Club", anda bisa menginap di sana gratis!" "Four Seasons?"tanya Megan memperjelas. "Yes Ms. Hodgue. Kami akan membantu mu untuk pindah ke sana!"seorang Pelayan segera menyusup masuk, mengemasi barang-barang yang ada begitu ringkas. Megan mendiamkan dirinya sejenak, kembali berpikir pasti. Ini gila, bagaimana bisa hotel di bawah standar berani memindahkan tamu-tamunya ke hotel mewah berbintang lima seperti Four Season. Ia pernah pergi ke hotel tersebut dengan keluarga Caroline dan hotel tersebut benar-benar hebat. Good choice. "Wait! Sepertinya tidak masalah jika hanya mati dua jam, aku akan tetap di sini. Sementara aku akan keluar—" "Sorry Miss, kami tutup sementara,"potong pelayan tersebut dengan suara yang cukup jelas, hingga Megan langsung menarik napasnya dalam. Ia menaikkan satu alisnya, dan terpaksa mengalah meski merasakan sesuatu yang tidak beres. Megan mengulum bibirnya, mendongak malas dan mengikuti langkah pelayan-pelayan tersebut. Rasanya, ia seperti di kawal. Oh God, sangat tidak menyenangkan dan sesak. "Sir, nona Megan sudah di pindahkan ke Four Seasons!"ucap seseorang yang berdiri di sudut ruangan, memerhatikan semua tindakan yang di dapatkan Megan.  __________________ Keesokan paginya.. Megan menatap dirinya di hadapan cermin besar yang ada di kamar mandi, sambil membalut tubuh ramping nya dengan helai handuk putih.  Sayang, ia harus kembali ke Naples hari ini. Jika tidak, Megan mungkin akan menguras tabungannya untuk mengambil penginapan satu malam lagi. " Ah! Aku tidak punya alasan lagi untuk membohongi mommy!"keluh Megan tanpa dosa. Ia menggigit lapisan dalam bibirnya, memegang lipatan handuk yang ada di dadanya begitu kuat dan segera keluar dari ruangan tersebut. Tap!! "Morning Apple!"tegur Markus. "What the f**k!"Pekik Megan lantang, saat melihat pria tersebut berdiri sekitar satu meter dihadapannya. Seketika itu juga, kedua mata Megan membulat. Ia mundur dan sialnya malah terbentur karena pintu kamar mandi lebih dulu tertutup. "Tenanglah, aku hanya—" "Apa yang kau lakukan di kamarku, berengsek!"umpat Megan tajam, mencengkeram handuk yang masih melingkar kuat, melindungi tubuh telanjang nya. "Aku ingin mengajakmu sarapan." "Aku tidak mau, keluar dari kamarku sekarang!"ucap Megan tegas. Markus tersenyum mengedarkan matanya ke tubuh Megan yang langsung membuatnya panas.  "Apa kau tidak dengar?"Megan melangkah mendekat, ia menaikkan salah satu tangannya untuk meninju pria tersebut. Tap!! Pria itu menahan nya, hingga Megan tidak mampu menarik kembali tangannya. Ia berusaha keras, namun tubuh Markus bahkan tidak bergerak sedikitpun. "Lepas berengsek!"umpat Megan sarkas. Menatap marah ke arah pria tersebut tanpa lepas. Mendadak, Markus melemparnya ke ranjang dan dengan cepat kedua tangan Megan di cengkeram kuat ke dasar ranjang. "Apa yang kau lakukan, minggir! Berengsek! Markus!" suara Megan bergetar hebat. Ia ketakutan saat tubuh Markus benar-benar mendominasi nya. Tuhan, Megan tidak bisa bergerak banyak, perlawanan nya tidak seimbang sama sekali. "You know me?"bisik Markus pelan sambil mencium sudut leher Megan. Gadis itu terdiam, meneliti tatto tengkorak Phoenix yang ada di punggung tangan kiri Markus. "Please! Don't touch me!"erang Megan mencoba menaikkan tubuhnya agar Markus segera enyah dari sisinya. "Call my name! Megan!"bisik Markus kembali. Ia bisa mendengar jelas suara deru napas ketakutan gadis itu.  "No!"balas Megan pelan, seraya merasakan Markus menciumi sudut dadanya. Pria itu menyelipkan diri di antara kedua paha Megan. "Please don't!"pinta Megan mulai merasakan salah satu tangan Markus menyusup di celah area inti nya. Ia benar-benar naked. Ketakutan setengah mati. "Call my name! atau aku akan—"perintah Markus kembali, mulai menekan puncak milik gadis itu. "Markus!"ucap Megan terpaksa. Hingga gerakan tangan pria itu berhenti. Ia tersenyum tipis, mencoba mencium aroma wangi gadis itu sebanyak mungkin. Markus nekat, ia mempertemukan kedua bibir mereka rapat, memutarnya kuat dan menjelajahi mulut Megan dengan lidahnya. Gadis itu sesak, kekurangan oksigen dalam waktu cukup panjang. "Ingat namaku, just me!"ujar Markus, mulai mengangkat kepalanya, menatap gadis itu sangat dekat. Megan diam, mulai melihat satu cahaya harapan untuk melawan Markus. "Yah sure! Aku akan....." Brakk!!  Megan mengangkat kepalanya, menghantam hidung Markus dengan keningnya kuat hingga pautan pria itu lepas. Markus meringis, ia mengepal tangannya begitu kuat. Menahan rasa sakit yang menjalar hingga kepalanya.  "Aku akan mengingatmu berengsek! Dasar pria m***m sialan! "umpat Megan seraya  mendorong tubuh Markus,  Ia berhasil lolos dan dengan segera menarik bathrobe yang ada di sudut pintu dan segera membungkus tubuhnya. "Akan aku laporkan kau ke polisi jika melakukan ini lagi, penguntit!"Megan mengecam, ia menunjuk tegas lantas membuka pintu kamar hotel tersebut. "Sir,"ucap Taylor, melihat Markus mencoba menghentikan pendarahan yang ada di hidung nya. Ia mendahului Megan, untuk membantu boss nya tersebut. "Apa yang kalian lihat? Bawa barang-barang ku keluar!"perintah Megan pada sisa bodyguard Markus yang berdiri di depan kamar. Megan memutar tubuhnya, memeriksa keadaan Markus dan memerhatikan seorang bodyguard mulai mengemasi barang nya. "Harusnya ku patahkan tanganmu, dasar Kera tua!"hina Megan membuat Markus terkekeh pelan, sambil merasakan Taylor mengelap hidung nya. "Apa yang kau—" "Tunggu saja waktunya, Megan!"balas Markus pelan. Membuat Taylor berhenti bicara. "Barang-barang mu, nona!"ucap bodyguard Markus seraya memberikan tas yang tidak terlalu banyak tersebut. Megan mengangkat dagunya, menarik tas  tersebut dan melirik kembali ke arah Markus. "Thanks. Bye!!!"Megan tersenyum kecil dan segera melangkah untuk menjauhi komplotan gila itu. Megan merasa menang, dan sisanya ia tinggal mencari toilet untuk memasang pakaian dengan benar. Lantas kembali ke Naples. "Dia sangat berani,"protes Taylor melihat Markus mulai bangkit dari tempatnya dan mengusap pelan sudut hidungnya. "Ini hebat,"puji Markus. "Okay. Aku jadi berpikir boss ku memiliki obsessi terhadap gadis itu dan aku punya berita penting untukmu, sir. Kedua orang tua Megan bisa kau temui besok!"jelas Taylor membuat sudut mata Markus kembali tegas. "Good. Berikan hadiah terbaik untuk mereka,"balas Markus tegas.  ___________________ "Ax kau dimana? Aku sudah di Naples!"tanya Megan saat ia baru saja memarkirkan mobilnya di pekarangan mansion kediaman Morgan. "Syukurlah, maaf karena aku membatalkan janji dan—" "Ya! karena kau, aku harus mengalami kejadian gila!" "Maksud mu?"tanya Axel penasaran sambil melekatkan ponselnya. "Akan ku telpon kau nanti, mommy mendekat, bye!" "Honey, siapa? Kenapa kau langsung memutuskan panggilan telpon mu?"tanya Milla seraya mengusap rambut hitam pekat milik Megan. Ah— putrinya ini sangat mirip dengannya, hanya saja karakter wajah Megan lebih tajam. Kuat. "Ah tidak penting. Mereka hanya teman-temanku,"balas Megan berbohong. "Aha! Mommy pikir itu kekasihmu,"ucap Milla membuat jantung Megan berdetak cepat. "Hm! Aku belum punya—" "Hay Megan, akhirnya kau kembali, Caroline bilang kau terdengar panik di telpon semalam. Ada apa?"tanya Lorna membuat Milla langsung mengerutkan kening. "Panik?" "Tidak! Caroline salah paham. Aku harus segera menutup panggilan karena perutku sakit. Yah! Aku sudah tidak tahan lagi ingin ke toilet,"ucap Megan. Oh God, ia benar-benar merasa berdosa karena menjadi penipu ulung. Semua yang ia lakukan agar bisa melindungi Axel Damiano. Andai, hubungan mereka bisa terbuka, mungkin tidak akan sesulit ini. "Baiklah, jangan simpan apapun jika kau punya masalah. Okay!"ucap Lorna membuat Megan langsung mengangguk pelan. "Aku akan ke kamar Caroline,"ucap Megan mencoba menghindar. "Sayang sekali, Caroline pergi bersama teman-temannya yang lain. Telpon dan susul mereka,"ucap Milla mengusap sudut rambut Megan lembut. Ia mengangguk dan menerima kecupan lembut dari Milla. "Bye mom,"megan segera berputar. Melangkah menjauh setelah mengedarkan mata pada kedua wanita hebat tersebut. Lantas, kembali menghilang dari Mansion tersebut.  ___________________          "Hey,"tegur Axel saat melihat Megan berdiri di kolam yang ada di taman belakang nya. Megan tersenyum, melingkarkan kedua tangannya di leher Axel. "Bagaimana? Kau suka mansion ini?"tanya Axel memerhatikan gadis itu mengangguk pelan. "Setelah menikah, aku ingin mengajakmu tinggal di sini,"sambung Axel sambil mengecup bibir Megan berkali-kali. "Jangan bicarakan itu, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Selesaikan pekerjaan mu cepat,"pinta Megan. "Yah! Aku akan berusaha untukmu, dan mendapatkan posisi CEO untuk Fireoval,"tukas Axel. "Ax, kau tidak harus menjadi CEO." "No! Aku tidak ingin membuatmu susah!"jelas Axel mantap. Megan menunduk, melepaskan pelukannya. "Megan! Kita sudah sepakat untuk—" "Aku tidak memikirkan pernikahannya. Tapi risikonya. Aku—"megan menelan ludah, menatap Axel kembali. Hingga pria itu menaikkan kedua alisnya heran. "Sudahlah!"Megan ragu, ia tidak mungkin menceritakan kejadian yang terjadi antaranya dan Markus. Sungguh, Megan tidak ingin Axel salah paham. Ia di sentuh, bahkan— "Megan,"panggil Axel membuat gadis itu mengangkat kembali pandangannya. "Aku harap tidak akan ada pengkhianatan di antara kita,"ucap Axel, menyentuh wajah Megan dengan kedua tangannya. Menatap tanpa lepas sedikitpun. "Yah! I know,"balas Megan, menelan ludahnya cukup kuat. "I love you,"bisik Axel, seraya mengecup kening Megan begitu lembut. Hingga Megan memeluknya erat. "Oh God, I'm sorry!"batin Megan, mengusap bibirnya pada sudut pakaian Axel.  ____________________ Terimakasih sudah membaca.... Follow i********: shineamanda9
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN