Bertemu Myke

1092 Kata
Di tengah kesedihan kedua wanita yang sedang duduk di meja makan, mereka tidak menyadari seorang gadis bermata bulat memperhatikan mereka dari pintu ruangan. "Hei." gadis itu terlonjak kaget akibat seorang pelayan menepuk bahunya. Pekikan gadis itu menyita perhatian kedua wanita yang masih duduk di meja makan. "Vera, kau sedang apa di sana?" ujar Chlarent. Ternyata gadis itu adalah Chlarent. "Ah ti tidak bi, aku hanya ingin pamit kuliah Bi." jawab gadis itu terbata-bata. "Hari ini hari pertama kuliahmu?" "Iya Bi." "Oh ya sudah, hati-hatilah di jalan." ujar Chlarent. "Iya Bi, aku pergi dulu." Vera menjawab dengan tersenyum, tapi ketika mata bulatnya bertemu dengan Evelyn wajahnya tiba-tiba menjadi tidak ramah, kemudian berlalu dengan hatinya yang panas. Vera akui Evelyn memang cantik, fakta itu membuat Vera kesal, dia takut Aaron akan terlena kepada Evelyn. Karena sebenci apapun Aaron pada gadis itu, tidak menutup kemungkinan Aaron jatuh cinta kepada gadis secantik Evelyn. "Mengesalkan sekali." gerutu gadis itu seraya melangkah keluar mansion. Hari pertama kuliahnya telah diawali dengan kekesalan, membuatnya tidak semangat memulai hari pertamanya ini. Vera memang seumuran dengan Evelyn, dan sudah seharusnya menginjak bangku kuliah. Untung saja keluarga Lisin berbaik hati membiayai semua keperluan kuliah gadis itu. "Dia siapa Ibu?" Evelyn bertanya setelah Vera pergi dari ruang makan. "Dia Vera, putri Kane." "Putri Kane?" Evelyn terkejut. "Diakah itu?" "Iya Nak, memangnya kenapa?" "Tidak apa-apa bu, Kane pernah bilang kalau dia punya seorang putri tinggal di sini. Jadi ternyata dia." "Iya, benar. Tapi Ibu sarankan, kau jangan terlalu dekat dengannya?" ujar Kane. "Memangnya kenapa?" "Vera gadis yang sombong, dia selalu semena-mena di rumah ini, hanya karena Keluarga Lisin memprlakukannya sedikit istimewa." jelas Kane. Kane mulai menceritakan bagaimana kepribadian Vera yang merasa seperti seorang putri, apapun harus dilayani, padahal dia tidak sadar bahwa Ibunya Kane dan mendiang Ayahnya hanyalah pelayan di rumah ini. Evelyn mendengar cerita Kane, sesekali menganggukkan kepalanya. "Jadi kalau dia ingin membuat masalah denganmu, abaikan saja, tidak usah ditanggapi." "Iya Bu." "Oh ya Ibu belum mengatakan satu hal." "Apa itu?" "Dia menyukai suamimu." "Maksud Ibu Tuan Aaron?" "Kenapa masih memanggil suamimu seperti itu?" protes Chlarent. "Itu, aku segan memanggilnya dengan nama Bu, karena Tuan Aaron lebih tua dariku." "Tapi tidak harus 'Tuan' kan?" Evelyn menjadi bingung, selama ini Aaron memang tidak pernah mempermasalahkan panggilannya. Tapi panggilan itulah yang pantas, karena dirinya bukanlah istri melainkan hanya b***k Aaron. "Memang seperti itu seharusnya Bu, karena aku hanyalah pelayan Tuan Aaron?" jawab Evelyn. "Apa yang kau bicarakan Nak?" Chlarent tidak setuju akan perkataan Evelyn baru saja. "Jangan seperti itu Nak, kau bukan pelayan, melainkan istri. Ingat dengan jelas, kau istri dari putraku Aaron. Mengerti?" Chlarent mempertegas ucapannya. Evelyn menghela nafas, "Aku mengerti." jawabnya dengan tersenyum hambar. "Baiklah. Habiskan sarapanmu, setelah ini kita pergi ke pusat perbelanjaan." "Untuk apa ke sana Bu?" "Kita akan membeli pakaianmu, juga perlengkapan kuliahmu." jawab Chlarent. "Ku kuliah?" Evelyn terbata. "Iya Nak, mulai besok kau akan kuliah di kampus terbaik di kota ini." Evelyn terdiam, berusaha mencerna ucapan Chlarent. Benarkah dia akan kuliah? Hal yang sangat dia inginkan waktu masih duduk di bangku SMA, akhirnya terwujud. "Benarkah Bu?" Evelyn masih kurang yakin. "Iya Nak, kau akan kuliah. Vera yang bukan siapa-siapa keluarga ini bisa kuliah, apalagi dirimu, menantu keluarga Lisin. Kau tenang saja, Ibu sudah memilihkan universitas terbaik di negara ini." ujar Kane. "Terima kasih Bu." Evelyn sangat senang. Akhirnya keinginannya terpenuhi. Dulu setelah lulus sekolah, Evelyn berencana kuliah di sebuah Universitas terkenal di luar negeri, namun terhalang akibat semua musibah yang menimpa keluarganya. Dan sekarang dia bisa melanjutkan pendidikannya, walaupun tidak di luar negeri, Evelyn tetap bersyukur, setidaknya dia masih bisa. "Apa? Gadis itu akan kuliah?" bentak Aaron kepada pelayan yang dipanggilnya dari mansion utama. Pelayan itu adalah suruhan Aaron yang bertugas untuk mengawasi Evelyn di sana. Dan kini, hal mengejutkan terucap dari pelayan laki-laki itu. "Benar Tuan. Dan besok mereka akan pergi membeli keperluan Nona Evelyn Tuan." Aaron memejamkan matanya setelah mendengar laporan pelayan itu. "Pergilah, laporkan lagi setiap kejadian di mansion utama." "Baik Tuan." Pelayan itu segera berlalu dari hadapan Aaron. "Ibu..." geram Aaron. Aaron mengizinkan Chlarent membawa Evelyn dari rumah ini, tapi bukan berarti membiarkannya bebas berkeliaran di luar sana. Huh, andai saja Aaron bisa membantah Chlarent, pasti sekarang dia sudah berangkat ke mansion utama, menjemput Evelyn dan kembali mengurungnya di mansion ini. *** "Pilih yang mana, biru atau putih?" Chlarent dan Evelyn terlihat sedang memilih-milih beberapa dres untuk Evelyn. "Yang mana saja, semuanya terlihat cantik." Evelyn memang tidak terlalu pemilih dalam urusan pakain, karena seperti apapun model atau warnanya, semuanya terlihat cocok dan cantik untuknya. "Baiklah, kita pilih biru saja." putus Chlarent. "Lebih cantik warna putih, karena yang memakainya seorang gadis yang memiliki hati yang bersih seputih kapas." terdengar suara berat dari samping Evelyn, menggagalkan nit pelayan toko mengemas dres yang dipilih. Chlarent dan Evelyn menoleh, melihat pria berdiri di sampingnya sambil memasukkan tangannya di saku celananya. Pria itu menatap lurus pada dres kemudian menoleh pada kedua wanita yang menatapnya dengan heran. "Maaf, anda siapa?" Tanya Chlarent. Pria itu tersenyum manis, kemudian menjulurkan tangan kanannya pada Chlarent, "Kenalkan, Myke Towers." Pria itu mengenalkan diri. Ternyata pria itu adalah Myke, pria bermata biru itu datang tiba-tiba dengan senyum ramahnya. "Memangnya..." kalimat Chlarent terputus ketika suara dering ponselnya menggema di butik itu. "Tunggu sebentar." ucapanya pada Evelyn, kemudian berjalan agak jauh dari tempat itu. "Hai Nona?" sapa Myke kepada Evelyn. "Eh iya?" Evelyn menjawab dengan bingung, karena dia tidak mengenal pria ini sama sekali. "Mau tau kenapa kau lebih cantik dengan dres putih ini?" Myke menaikkan salah satu alisnya, melihat ekspresi wajah Evelyn. "A aku tidak tau..." Evelyn tersenyum kikuk, dia begitu canggung dalam situasi ini. "Mau tau tidak?" "Ter terserah kau saja..." jawab Evelyn terbata. "Jangan gugup, santai saja. Aku tidak akan memakanmu." Pria itu terkekeh melihat tingkah polos Evelyn. Myke beralih pada dres yang tergantung di jejeran manekin, dres putih selutut dengan hiasan mutiara di bagian leher membuat gaun itu terlihat elegan dan mewah. "Cantik." ucap Myke sambil memperhatikan dres di depannya. Evelyn mengangguk, membenarkan penilaian Myke. "Dan akan semakin cantik jika yang mengenakannya adalah gadis cantik di sampingku." "Eh.." Evelyn kebingungan akan ucapan Myke yang terdengar ambigu. "A aku.." Evelyn menunjuk dirinya, ketika Myke menatapnya. "Tentu saja. Dari jauh aku sudah memperhatikan kecantikanmu sedari tadi. Sejauh aku memandangmu, aku bisa melihat ketulusan dalam dirimu. Manik matamu memancarkan binar keindahan yang membuat mataku silau olehnya. Tidak hanya parasmu yang cantik, hatimu juga sama cantiknya." tutur pria rupawan itu dengan suara beratnya. Ternyata ucapan Myke malah membuat wajah Evelyn memerah. Gadis itu tersenyum malu-malu mendengar kata-kata manis pria itu. "Kau bisa saja..." Evelyn membalas senyuman Myke dengan malu-malu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN