Dalam ketidakberdayaannya, akhirnya gaun itu merosot begitu saja dari bahunya. Evelyn begitu malu, tubuhnya kini sudah telanjang yang hanya ditutupi sebuah kain tipis.
Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, tangan Aaron mulai meraba tubuh wanita itu. Tidak luput, bibir pria itu perlahan turun ingin mencicipi tubuh gadisnya.
Aaron terhenti ketika mendengar suara tangisan wanita dalam pelukannya. Tangisan pilu yang belum pernah didengarnya namun begitu menyayat hati dan jiwanya.
Dengan terpaksa, akhirnya Aaron menyudahi aktivitasnya, menatap Evelyn yang terlihat masih terkejut dengan nafas yang memburu. Diusapnya bibirnya yang basah lalu beralih pada bibir Evelyn dan melakukan hal yang sama di sana.
"Ini baru permulaan. Kuharap ke depannya kau harus menuruti perintahku jika tidak ingin aku melakukan lebih dari ini." Ujar Aaron.
Evelyn hanya menundukkan kepalanya, masih belum sadar akan keterkejutannya. Isakannya menandakan bahwa gadis itu begitu tertekan dan menderita saat itu.
Pandangan Aaron kembali menyusuri tubuh mungil Evelyn yang kini sudah polos hanya ditutupi sepotong kain saja. Bekas luka itu tertangkap oleh penglihatannya.
Aaron menyentuh lengannya yang penuh goresan luka. Kemudian mencari goresan luka lainnya di tubuh mungil itu. Ditariknya tubuh Evelyn ke dalam pelukannya, lalu kedua manik tajamnya menatap luka goresan yang berada di punggung Evelyn lalu mengusap bekas itu. Hatinya mencelos ketika melihat punggung mulus itu kini dipenuhi bekas luka.
"Kenapa kau melakukannya?" Tanya Aaron dengan suara yang tertahan.
Evelyn yang menyandarkan kepalanya di d**a bidang Aaron, hanya diam. Tidak mampu menjawab pertanyaan pria itu.
"Jawab aku!" Tangannya masih setia mengusap punggung wanita itu.
Evelyn kembali teringat ketika dulu, setiap Aaron berbuat buruk padanya, malamnya sebuah goresan akan bertambah di tubuhnya. Evelyn malah menangis dengan kencang. Ancaman Aaron baru saja tidak diindahkannya lagi.
Wanita itu menangis tersedu-sedu di atas d**a bidang Aaron hingga kemeja putih milik Aaron basah dibuatnya. Sedangkan tangannya merem*s ujung kemeja pria itu. Namun Aaron tidak marah sama sekali, pria itu membiarkan Evelyn meluapkan emosinya.
Tanpa sadar, Aaron malah mengusap kepala gadis itu dengan lembut. Bibirnya terasa gatal ingin mengucapkan kata maaf, tapi gengsi dan keangkuhan masih menguasai hati pria itu.
***
Beberapa menit kemudian, mobil yang membawa mereka sudah berhenti.
Tanpa mengatakan apa-apa, Aaron memperbaiki gaun Evelyn yang sudah hampir melorot dari tubuhnya. Tanpa butuh waktu lama, tubuh polosnya sudah ditutupi oleh dress.
Setelah memperbaiki penampilannya, Evelyn segera menyingkir dari atas tubuh Aaron. Walaupun dia marah akan tindakan Aaron baru saja, apalah daya, dia tidak memiliki nyali melawan pria itu.
Evelyn segera turun dari mobil. Maniknya menyusuri tempat yang baru saja dipijaknya. Keningnya berkerut dalam melihat tempat ini kemudian melihat Aaron yang baru saja turun dari mobil.
"Tuan?" Panggilnya dengan wajah kebingungan.
"Ada apa?"
"Tempat ini?"
"Bukankah kau merindukanku Mommymu yang tersayang itu?" Jawabnya datar.
"Maksudmu?"
"Ck, kau ini bodoh atau apa?"
Seketika wajah Evelyn menjadi ceria ketika mengerti maksud ucapan Aaron. Tapi sebelumnya dia harus memastikan dulu. Bisa saja Aaron hanya ingin mempermainkannya.
"Tuan kau bersungguh-sungguh?"
"Kau ini memang bodoh. Memangnya kapan aku bermain-main dalam perkataanku?" Aaron begitu kesal dibuatnya.
Evelyn mendekatinya, "Terima kasih Tuan." Sebuah ucapan tulus disertai mata yang berbinar terucap dari bibir gadis itu.
Aaron hanya bergumam menjawab gadis itu.
Hati Aaron menghangat dibuatnya, tanpa Evelyn sadari sebuah senyum simpul terbit di sudut bibir pria itu.
Saking bahagianya, Evelyn melangkah mendahului Aaron memasuki tempat itu. Dia tidak menyangka Aaron akan memberikan kejutan ini padanya.
Evelyn memasuki gedung rumah sakit dengan hati yang girang, karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan wanita yang amat disayanginya. Siapa lagi kalau bukan Mommy Anastasia, wanita yang melahirkannya ke dunia ini.
Rindu gadis itu semakin menjadi saja karena sudah dua bulan lebih tidak menjenguk sang Mommy. Gadis itu berjalan mendahului Aaron, yang tanpa sadar menyunggingkan senyumnya melihat punggung Evelyn ketika memasuki rumah dakit. Entah kenapa akhir-akhir ini Aaron lebih sering tersenyum saat bersama gadisnya itu. Memang agak aneh, mengingat pria itu sangat jarang tersenyum. Bahkan ketika bersama Chlarent pun, dia tidak pernah lupa membatasi dirinya.
Perbuatan Aaron di mobil tadi seolah hilang melanglang dari pikiran polosnya. Gadis itu tiada hentinya tersenyum sepanjang di koridor rumah sakit, melupakan ciuman pertamanya yang sudah dicuri oleh suaminya.
Ciuman panas tadi memang ciuman pertama gadis cantik itu. Mengherankan memang, ketika seorang gadis cantik sepertinya, baru melepas ciuman pertamanya di umur sembilan belas tahun. Tentu saja, karena selama ini, gadis itu belum pernah sama sekali menjalin hubungan asmara dengan lelaki manapun seperti anak muda seumurannya.
Semua itu karena didikan Daddy Alex yang agak sensitif jika berhubungan dengan laki-laki untuk putri tunggalnya. Daddy Alex hanya ingin putrinya tidak salah memilih pendamping hidupnya.
Terlepas dari itu, Evelyn juga tidak terlalu memikirkan itu, karena dia pun satu pemikiran dengan Daddy Alex. Dia menginginkan laki-laki yang memiliki komitmen dan bertanggungjawab kepadanya.
Ruangan Mommy Anastasia yang berada di lantai tiga rumah sakit memakan waktu beberapa menit agar sampai ke sana. Di dalam lift, hanya ada mereka berdua hingga membuat Evelyn canggung berada di dekat pria itu.
Mengingat ciuman panas di mobil tadi membuat pikiran gadis itu melayang kemana-mana.
"Kau kenapa?" Tanya Aaron yang tentu saja menyadari kecanggungan gadisnya.
"A..aku tidak apa-apa Tuan." Jawab Evelyn cepat, lalu mengalihkan pandangannya.
Aaron tersenyum sarkas, dia tau apa yang sedang dipikirkan gadis itu. Pikiran Evelyn ternyata menular pada Aaron. Fantasi liar pria itu kembali aktif ketika mengingat ciuman panasnya bersama Evelyn. Manisnya bibir Evelyn masih terasa sampai sekarang. Bahkan di mulut pria itu meninggalkan wangi mint strawberry hasil dari tautan bibir mereka beberapa waktu lalu.
Aaron menatap Evelyn yang menundukkan kepalanya, ingin rasanya mengulang adegan panas mereka lagi.
Aaron menggelengkan kepalanya samar, kenapa pikirannya melayang ke sana. Pikiran liar pria itu semakin aktif sejak ciuman itu terjadi.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di depan kamar perawatan Mommy Anastasia. Evelyn melihat Aaron, "Tuan ingin masuk?" Takut-takut gadis itu bertanya.
"Aku akan menyusul." Jawabnya dingin.
Evelyn mengangguk lalu masuk ke dalam kamar.
Aaron melihat pintu kamar tertutup, sebenarnya ada pergolakan dalam hatinya ketika mendapat tawaran dari istrinya. Aaron perlu mempersiapkan hatinya untuk menemui wanita yang merupakan istri dari pembunuh orangtuanya.
Ingin rasanya dia tidak ingin masuk, tapi pria itu yang memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi sebagai seorang menantu, mau tidak mau Aaron harus masuk ke dalam sana.
Sungguh mencengangkan, sejak kapan Aaron mengakui dirinya menantu yang otomatis juga mengakui sebagai suami dari Evelyn.
Aaron menarik nafasnya dalam, lalu memutar gagang pintu kamar perawatan sang ibu mertua. Di sana sudah ada istrinya yang sedang berpelukan erat dengan seorang wanita paruh baya yang terlihat pucat di atas brankar.
TBC