Diusianya yang masih muda, Aaron sudah berhasil melambungkan kejayaan kerajaan bisnisnya, bahkan melebihi dari yang dirintis ayahnya dulu.
Dengan bimbingan Paman Lee, ditambah dengan tekadnya yang kuat, Aaron bisa mencapai kejayaan itu dengan mudah.
Dengan kejayaan yang dia miliki, menjadikan Aaron ditakuti dalam dunia bisnis, karena siapa saja yang berani melawan sedikit saja, dipastikan perusahaan itu akan sirna dalam sekejap mata.
Aaron berubah menjadi sosok yang kejam jika berhubungan dengan pekerjaannya, dan berubah menjadi sosok hangat kepada orang tersayangnya.
Walau sudah belasan tahun setelah kejadian itu, dendam dalam Aaron masih membara dalam hatinya. Aaron masih tidak terima dengan apa yang terjadi pada Ayahnya dan Zen. Lelaki itu akan memastikan orang yang membunuh Ayah dan Zen hancur, hancur berkeping keping. Tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja.
"Bagaimana penelusuranmu?" suara lelaki itu menggelegar di dalam ruangan yang begitu luas itu. Lelaki gagah nan rupawan itu duduk dengan gagahnya di kursi kebesarannya sambil memperhatikan pria di depannya.
"Saya sudah menemukannya Tuan Aaron." Ya, lelaki itu adalah Aaron, Aaron Leonid Vladimir Lisin, anak lelaki yang dulu hampir jatuh ke dalam jurang kematian.
Pria bernama George itu diam sejenak, menunggu perintah selanjutnya.
"Katakan!"
"Namanya Alexander Shura Mashenka, pemilik perusahaan SC atau Shura Company. Perusahaan ini memiliki kontrak kerja sama dengan kita." jelas George, asisten pribadi sekaligus tangan kanan Aaron.
"Huh, beraninya dia melakukan kerja sama dengan perusahaanku, setelah apa yang dia perbuat pada Ayahku dulu. Tidak akan kubiarkan, aku akan menghancurkanmu, sehancur-hancurnya." Aaron menggeram marah mendengar penuturan George.
"Saya pikir, Tuan bisa membalaskan dendam Anda dengan mudah, mengingat perusahaan mereka terikat kontrak dengan kita." usul George.
"Lanjutkan dulu, kita lihat saja nanti." perintahnya setelah dapat menguasai emosinya.
"Istrinya bernama Anastasia Mashenka, mereka memiliki seorang putri, Evelyn Sasha Mashenka, berusia sembilan belas tahun. Ini fotonya Tuan." lanjut George.
"Seorang putri?"
"Ya Tuan."
Aaron tersenyum menyeringai, "Aku rasa ini akan sangat menyenangkan, terlalu mudah bagi b******n itu jika hanya menghancurkan perusahaannya saja. Mari kita lihat kehancuran b******n itu saat menyaksikan putrinya hancur di tanganku. Permainan dimulai." Aaron meremas foto ketiga orang itu dengan kuat hingga foto itu tak berbentuk lagi.
"Kerja bagus George. Selanjutnya kau tau harus melakukan apa bukan?"
George mengangguk, "Iya Tuan, saya mengerti. Secepatnya akan saya lakukan."
"Pergilah, lanjutkan pekerjaanmu."
Aaron mengambil foto lain yang dibawa asisten pribadinya, wajah seorang gadis rupawan terpatri dalam kertas itu.
Aaron memandang foto itu, "Sayang sekali gadis secantik dirimu akan hancur di tanganku. Salahkan saja orangtuamu yang membuat kesalahan di masa lalu." tersenyum menyeringai menyentuh figura itu.
***
Siang itu, seorang gadis cantik dengan seragam SMAnya keluar dari gerbang sekolahnya dengan wajah ceria.
Nampaknya gadis itu sangat bahagia hari ini, kenapa tidak? Hari ini merupakan hari kelulusannya setelah tiga tahun menimba ilmu di sekolah ini. Dan baru saja kepala sekolah mengumandangkan namanya sebagai siswa lulusan terbaik seangkatannya. Mommy dan Daddynya pasti akan senang mendengarnya.
Gadis itu memasuki mobil yang dikemudikan oleh supir pribadinya, dengan wajah berbinar-binar. Dia tidak sabar ingin menunjukkan keberhasilan ini pada orang tuanya. Membayangkan wajah orangtuanya yang tertawa bangga kepadanya membuat gadis itu tersenyum sendiri selama perjalanan pulang.
Dari jauh, gadis itu melihat rumahnya yang terbilang besar dan mewah. Dirinya semakin semangat ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Saat turun dari mobil, gadis itu dibingungkan dengan beberapa mobil berlambang polisi parkir di halaman rumahnya.
Apa yang terjadi? Hatinya bertanya tanya.
Jangan sampai terjadi sesuatu pada orangtuanya, harap-harap cemas gadis itu memasuki rumahnya.
Begitu memasuki rumahnya gadis itu disambut dengan pemandangan yang tidak biasa. Dimana sang Daddy, kini di kepung oleh beberapa petugas berseragam polisi, dengan kedua tangannya yang sudah terborgol di depan, siap dituntun keluar dari rumah.
Seketika pandangannya terkunci pada manik coklat terang milik Daddynya. Menatap pria itu dengan penuh tanya, apa yang terjadi. Begitu juga dengan Daddy yang membalas tatapan putri semata wayangnya itu.
Tersirat guratan kesedihan di wajah yang sudah terlihat keriput itu. Tatapan itu mengartikan agar sang putri percaya padanya. Tatapan yang berlangsung selama beberapa detik itu, akhirnya terputus ketika Daddynya sudah dibawa keluar dari rumah besar itu.
Seolah masih belum cukup, suara tangisan wanita yang selama ini selalu menyayanginya memecah keheningan di ruangan itu.
"Mommy.." gadis itu berlari ke arah Mommynya yang kini duduk terkulai di lantai dengan air mata yang sudah membanjiri wajah wanita itu.
Gadis itu memeluk sang Mommy erat, seakan ikut merasakan kesedihan wanita itu.
"Apa yang terjadi Mommy, kenapa ayah dibawa polisi?" gadis itu mendekap erat Mommynya hingga air mata yang ditahannya sedari tadi, akhirnya mendera membasahi wajah cantik itu.
"Daddy..Daddymu..." ucapan sang Mommy terpotong, kala wanita itu sudah terkulai lemas di pelukan putrinya, wanita itu jatuh pingsan.
"Mommy...mommy...sadarlah...Mommy.."
gadis itu menepuk-nepuk wajah yang juga sudah keriput itu. "Mommy... jangan tinggalkan aku...Mommy..." suara tangisan gadis itu menggelegar di dalam rumah itu.
•••
"Bagaimana keadaan Mommy saya dok?" gadis itu langsung mencecar dokter yang menangani Mommynya begitu keluar dari ruang perawatan sang Mommy.
Penampilan gadis itu terlihat lusuh, bahkan seragam sekolahnya saja masih belum digantinya.
"Maaf Nona Evelyn, bisakah kita bicara di ruangan saya, saya tidak bisa menbicarakannya di sini." pinta dokter itu.
Ya, gadis itu adalah Evelyn, Evelyn Sasha Mashenka. Putri semata wayang dari pasangan Alexander Shura Mashenka dan Anastasia Mashenka.
"Bagaimana keadaan Mommy saya dok, apa kondisinya benar-benar serius?"
Evelyn kembali mencecar dokter itu begitu duduk di hadapan dokter itu. Dokter itu menghela napas sebelum memulai pembicaraannya.
"Saya turut bersedih dengan keadaan Nyonya Anastasia. Nyonya Anastasia memiliki tekanan darah yang tinggi. Sehingga ketika mendapat tekanan atau tidak sanggup menerima sesuatu, menyebabkan terjadinya Deep vein thrombosis atau penggumpalan darah di tungkai, inilah yang menyebabkan seseorang terkena stroke. Penyakit stroke berada dalam dua fase, yaitu stroke ringan dan stroke berat. Untuk kasus Nyonya Anastasia, bisa dikatakan sudah dalam fase stroke berat karena sudah ada indikasi Hidrosefalus akibat menumpuknya cairan otak di dalam rongga otak." tutur dokter bernama Mark itu.
"A..apa dokter? Mommy saya terkena stroke." ucap Evelyin terbata bata. Bahkan air mata yang ditahannnya sedari tadi akhirnya tumpah membanjiri pipinya.
"Saya harap Nona Eve bisa bersabar menghadapi ini semua."
"Apakah Mommy saya masih bisa disembuhkan dok?"
"Sejauh pemantauan saya, Nyonya Anastasia masih bisa disembuhkan. Melalui terapi yang dijalani dengan rutin saya yakin Nyonya pasti sembuh." ucap dokter itu penuh keyakinan berusaha memberi semangat untuk Aqira.
"Lakukan apa saja dokter, asalkan Mommy sembuh. Berapa pun biayanya semuanya akan saya tanggung dok." Evelyn merapatkan kedua telapak tangannya seraya memohon.
"Tentu Nona, Nona hanya perlu bersabar saja. Mungkin metode terapi ini akan memakan waktu jangka panjang."
"Tidak apa-apa dok. Asal Mommy saya sembuh itu sudah cukup." wajah gadis itu cukup lega saat mengetahui sang Mommy bisa sembuh.
Sekarang hal yang harus dipikirkannya adalah Daddynya yang sedang berada di kantor polisi. Sebenarnya apa yang telah dilakukan Daddynya hingga bisa berurusan dengan polisi. Sejauh yang dia tahu, Daddy merupakan sosok yang jujur, dan selalu mengharamkan yang namanya berbuat curang. Evelyn yakin seseorang pasti telah menjebak Daddynya.
Evelyn sedang duduk di kursi dekat brankar tempat tidur Mommynya yang sedang terbaring lemah, dengan selang infus melekat di pergelangan tangan yang sudah rentan itu. Tidak luput seuntai selang juga melekat di hidung Mommynya.
Evelyn menggenggam tangan Mommy erat, "Mommy kenapa ini semua terjadi kepada keluarga kita?" mencium tangan Mommy dengan berlinang air mata.
Beberapa saat kemudian terdengar ketukan pintu dari luar kamar itu.
"Masuk." ucap Evelyn dengan suara serak.
Seorang pria berumur tigapuluh tahun lebih muncul dari balik pintu kamar perawatan itu.
"Paman Gerry?"
"Selamat malam Nona Eve. Saya turut bersedih dengan kondisi Nyonya Anastasia."
"Iya paman, terima kasih sudah menyempatkan waktumu."
"Bisakah kita bicara di luar sebentar Nona? Ada hal penting yang harus saya sampaikan kepada Nona. Ini mengenai Tuan Alexander."
Evelyn menatap Gerry dengan penuh tanya, "Silahkan Nona, kita bicara di luar."
"Apa sebenarnya yang terjadi pada Daddyku paman, tidak mungkin kan Daddy melakukan perbuatan curang? Daddy orang yang jujur, itu tidak mungkin sama sekali." mereka duduk bersebelahan di bangku depan bangsal Nyonya Anastasia.
"Nona benar. Kita semua tahu bahwa Tuan Alexander adalah sosok yang memegang teguh prinsip kejujuran. Akan sangat mengherankan jika Tuan berlaku curang. Saya sudah menyelidiki kasus yang menimpa Tuan Alexander, Tuan Alex dituduh melakukan kecurangan dalam melakukan kontrak kerja sama sebuah perusahaan besar di kota ini. Semua bukti mengarah kepada Tuan Alex. Seperti yang kita ketahui, Tuan Besar pasti tidak akan melakukan hal seperti itu, bisa dikatakan bahwa Tuan Alex telah dijebak oleh seseorang." tutur Gerry yang merupakan sekretaris Alexander sekaligus orang kepercayaannya.
"Daddy dijebak...? Siapa yang menjebak Daddy?" lirih gadis itu.
"Iya Nona. Sepertinya orang yang menjebak Tuan bukanlah orang sembarangan. Bahkan setitik jejak pun tidak kami temukan untuk dijadikan bukti kalau Tuan telah dijebak." jelas Gerry.
"Lalu apa yang akan terjadi dengan Daddy setelah ini?"
"Tuan akan ditahan untuk sementara ini, sebelum persidangan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Nona jangan terlalu cemas, saya akan berusaha mencari bukti untuk membebaskan Tuan Alex. Nona fokus saja untuk proses penyembuhan Nyonya Besar." Gerry berusaha menenangkan Evelyn.
"Iya Paman. Terima kasih sudah membantuku, jika tidak ada paman, aku tidak tau lagi harus berbuat apa."
"Tidak apa-apa Nona, itu sudah menjadi tugas saya. Saya juga sudah menganggap Tuan Besar seperti saudara saya sendiri. Beliau adalah orang baik, tidak pantas mendapatkan ketidakadilan seperti ini."
"Sekali lagi terima kasih paman."
"Iya Nona. Jujur saja Nona, saya bangga melihat Nona." pria itu tersenyum tipis.
"Maksud Paman?"
"Saya bangga, karena Nona tumbuh menjadi gadis yang baik hati dan cerdas. Walaupun Nona terlahir dalam keluarga yang berada, Nona Eve tidak pernah menyombongkan diri, berbeda dengan keluarga kaya yang lain, Nona tetap rendah hati kepada semua orang." Paman Gerry mengusap rambut Evelyn dengan penuh keprihatinan.
Pria itu sangat menyayangkan semua yang terjadi pada gadis sebaik Nona Mudanya itu. Semoga saja penderitaan Evelyn cepat berakhir dan kembali hidup bahagia seperti dulu lagi.
TBC