Mood Buruk

2023 Kata
"Dek... Bangun! Sholat, udah Adzan!" Perlahan tubuh Ella bergerak, ia mendengar suara Adzan yang sudah berkumandang. "Dek!!!" "Iyaa Bu, udah bangun ini," ucap Ella. Akhirnya suara sang Ibu hilang. Tenang saja Ella tidak akan tidur lagi, ia mengambil ponsel yang berada di atas nakas yang berada di samping ranjang. Ternyata alarm yang dihidupkan pada pukul 3 dini hari dan juga pukul 4 dini hari sudah berbunyi, tetapi Ella tidak mendengar suara itu. Mata Ella membulat saat mendapat notif pesan dari seseorang yang sudah mengisi hatinya 1 tahun ke belakang. Laki-laki itu bernama Hendra, ia berusia 24 tahun. Hendra memang lebih muda dari Ella, ia merupakan junior semasa kuliah. Entah bagaimana Ella bisa jatuh hati kepadanya padahal Ella tidak menyukai seseorang yang lebih muda dari dirinya. Sekarang Hendra sedang berada di Yogyakarta, ia tengah menempuh pendidikan S2 di sana.  Ella tidak tahu, ia sering berkata pada orang lain jika tidak ingin berpacaran namun ia dengan Hendra sering berkomunikasi layaknya orang yang berpacaran. Ella selalu menyembunyikan kedekatannya dengan Hendra kepada teman-temannya. Jika teman-temannya tahu, apalagi Diba pasti ia akan kena ceramah tujuh hari tujuh malam. Ya Ella tahu apa yang dikatakan Diba ataupun Abel tidaklah salah, hanya saja ia tidak mampu untuk mengontrol hatinya sendiri. Ia selalu berdalih di dalam pikiran bahwa ia hanya berkomunikasi dan tidak berjumpa secara langsung. Jadi menurutnya tidak masalah sama sekali, padahal bagaimanapun komunikasi kepada lawan jenis yang terlalu berlebihan sangat tidak baik apalagi jika rasa sudah bermain di sana. Diba selalu berpesan agar Ella tidak jatuh hati dan berharap kepada manusia yang belum halal. Pesan itu seperti angin lalu, kadang Ella sadar bahwa apa yang ia lakukan salah tetapi ia tidak mau meninggalkan Hendra. Hendra : Maaf Dek, beberapa hari ini Mas ada penelitian penting. Pesan singkat itu membuat Ella mengembangkan senyumnya beberapa senti, ia langsung melakukan panggilan suara tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Ella pikir Hendra sedang menunaikan ibadah shalat. Ella hanya membalas pesan singkat itu. Ella : Nggak apa-apa Mas. Ella : Mas Apa kabar? Ella melempar ponselnya ke ranjang, ia segera berwudhu dan shalat. Berhubung ia lembur karena ada pekerjaan menumpuk di akhir bulan, maka Ella melanjutkan kembali tidurnya. Ia seakan lupa jika pukul delapan sudah harus ada di tempat kerja. Rasanya baru beberapa menit Ella memejamkan mata, pintu sudah digedor-gedor dari luar. "Ya Allah anak gadis satu ini!! Dek bangun, kamu nggak kerja?" Ella mengambil bantal guling, ia menutupi telinganya dengan bantal. Apa yang dilakukan Ella memang tidak pantas untuk ditiru. Bayangkan saja, ia tidur pukul 3 pagi dan wajar jika Ella sangat-sangat mengantuk. "Jangan salahin Ibu nanti ya kalau kamu terlambat kerja," ujar Ibu Ella lagi. Suara itu tidak ada lagi, Ella bisa kembali ke alam mimpi. Sekarang tidak gedoran pintu lagi yang terdengar, tetapi suara alarm yang memang Ella atur pada pukul 7.30. Ia membuat alarm sebanyak 10 buah. "Akhhhhhhh, gue mau tidur!!!" pekik Ella frustasi. Kenapa ia tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak. "Woi, teriak aja lu!!!" ucap seseorang di luar kamar. Ella tidak lupa dengan suara itu, ia adalah kakak laki-laki kedua Ella. Namanya Baizhan, ia sudah menikah dan memiliki satu anak perempuan bernama Aqila. Entah kenapa suara itu ada, padahal ia sangat tahu sang Abang juga bekerja. "Woi bangun!!!" gedoran pintu membuat Ella melempar bantal. "Sana lu bang, ganggu gue aja!!!" Kakak laki-laki kedua Ella ini memang berbeda dengan yang lainnya. Ia memperlakukan Ella seperti kawan tongkrongan. Tidak heran jika bahasanya sedikit tidak enak untuk didengar. Tetapi tenang saja, jika ada kedua orang tuanya maka Baizhan akan berubah menjadi sosok kakak laki-laki yang baik dan patut untuk dicontoh. "Gue juga malas bangunin lu ya, kalau aja Ibu sama Ayah nggak nyuruh gue bangunin lu mana mungkin gue mau!!!!" Rumah Baizhan tidak terlalu jauh, tetapi berbeda kompleks. Ia tidak mau satu kompleks dengan saudara Ibunya yang cerewetnya minta ampun. Apapun yang Ella dan kakak-kakaknya lakukan selalu saja salah dimata mereka. Apalagi melihat Ella bekerja pergi pagi pulang sore, seakan-akan Ella tidak menikmati hidupnya sama sekali. Mereka selalu banyak berkomentar, padahal tidak perlu menyibukkan diri untuk melihat kehidupan orang lain. "Woi bangun Dek, sampai aja lu ngadu telat sama Ibu pasti gue yang bakal kena imbasnya!" omel Baizhan lagi. "Iya iya gue bangun," jawab Ella. Ia langsung bangkit dari tempat tidur dengan tidak niat. Hal pertama yang ia lakukan adalah melihat ponsel. Ella kira Hendra akan membalas pesannya lagi, nyatanya tidak. Padahal biasanya mereka sering mengirim pesan satu sama lain, tidak hanya itu Ella dan Hendra juga sering telponan. Oke oke, Ella tahu apa yang ia lakukan tidak baik. Mohon jangan sampai ditiru. Pertanyaan yang muncul dalam benak Ella, apa yang membuat ia dengan mudah jatuh hati kepada Hendra? Oke, mungkin karena baik dan juga mengerti Ella. Alasan klise saja, Ella pun tidak mengerti dirinya. Kadang saat imannya sedang naik, ia sadar jalannya menjemput jodoh salah sekali. Rindu yang tidak berdasar, risau yang mengganggu hari dan juga rasa tidak tenang karena memikirkan Hendra. Pernah sekali Ella ingin mengakhiri hubungan yang katanya tidak pacaran itu, tetapi Hendra tidak mau. Hendra menangis dan Ella dengan cepat luluh. Ella pikir laki-laki yang menangis adalah laki-laki yang memang tulus. "Kemana si Mas?" gumam Ella pelan. Ia kembali melempar ponselnya ke ranjang. Pikiran Ella sedang berkelana kemana-mana. Apa penelitian membuat Hendra tidak bisa memegang ponsel sedetikpun. Ella saja yang sibuk bahkan tidak sempat makan masih bisa membalas pesan Hendra. "Dek, jangan sampai gue dobrak pintunya ya!" Ella benar-benar sedang tidak mood pagi ini, ia langsung membuka pintu kamar. Jangan harap Ella akan memasang wajah senyum untuk menyambut sang Abang. Ella memukul Baizhan dengan bantal guling. Baizhan yang tidak siap menerima pukulan itu membuat tubuhnya mundur ke belakang. "Bisa nggak lo jangan ganggu pagi gue?" teriak Ella tidak tahu diri. Baizhan menatap tajam sang adik, ia langsung menarik bantal guling di tangan Ella. Baizhan memberikan balasan, ia memukul wajah Ella berulang-ulang kali. Kakak keduanya ini memang sering bertengkar dengan Ella, tetapi sejujurnya mereka saling menyayangi satu sama lain. Setiap bulan, Baizhan selalu mengirim uang ke dalam rekening Ella tanpa sepengetahuan Ella. Berbeda dengan Kakak pertama Ella yaitu Afzal, Afzal cenderung tegas dengan adik laki-lakinya dan baik serta sayang kepada Ella. Pokoknya Afzal fotocopyan sang Ayah. "Masih untung gue mau bangunin lu ya Dek," omel Baizhan. "Ibuuuuu, Abang mukul aku!!!" adu Ella dengan mata berkaca-kaca. Baizhan sudah biasa melihat sang adik menangis karena dirinya. Jika belum menangis, maka pasti pertikaian mereka seperti ada yang kurang. "Ibu sama Ayah nggak ada di rumah ya," balas Baizhan bersikap bodo amat. Ella malah menangis kencang, ia langsung masuk ke dalam kamar. "Mandi woi, awas aja lu lelet ya Dek!" teriak Baizhan. Berhubung sang Ayah memberikan pesan kepada dirinya agar mengantar sang adik ke tempat kerja. Baizhan juga bingung kenapa, ia kira sang adik  sedang tidak enak badan tetapi nyatanya tidak. Jika Ella masih bisa berteriak maka Ella baik-baik saja. Ella masih menangis bahkan di kamar mandi sekalipun. Ia seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan saja. Baizhan memilih untuk sarapan terlebih dahulu, ia memang sering sarapan di rumah sang ibu meskipun sudah berumah tangga. Biasanya ada bisik-bisik tetangga yang menguap kemana-mana karena kebiasaannya itu. Baizhan tidak peduli, toh dia makan bukan di tempat orang lain tetapi di rumah ibunya sendiri. Jadi salahnya dimana? Ia juga kadang membawa sang istri dan anaknya untuk sarapan bersama-sama. Baizhan tidak ingin orang tuanya merasa kesepian, itu saja sehingga ia selalu meluangkan waktu hanya untuk sekedar ngobrol santai. Pagi ini, Ella sama sekali tidak berniat untuk ke tempat kerja. Kenapa begitu? jujur saja ia benar-benar lelah dan capek. Kalau bisa Ella ingin di rumah saja seharian tanpa keluar kemana-mana asal ada jaringan dan makanan. Nyatanya hidup tidak sesantai itu, ini pilihan yang ia ambil. Orang tuanya tidak pernah memaksa atau menuntut dirinya harus seperti apa. Tugas orang tua hanya memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya, dan Ella sangat sadar bagaimana orang tuanya bisa mengkuliahkan empat orang anak dengan pendapatan yang pas-pasan. Sebenarnya semua karena didikan orang tua sejak kecil, seperti Afzal yang kuliah sambil bekerja di bandung saat itu. Ia mencari uang sendiri dan tidak mau menyusahkan kedua orang tuanya lagi. Sembari itu juga, ia juga memberikan Baizhan dan adik-adiknya yang lain uang jajan. Berbeda dengan Afzal yang kuliah sambil bekerja, maka Baizhan fokus kuliah karena ia mendapat beasiswa penuh. Afzal melarang sang adik untuk bekerja karena ia tahu bekerja tidak semudah yang terlihat. Afzal sudah mengalami asam pahit sehingga ia tidak mau adiknya mengalami hal yang sama. Baizhan dan Afzal kuliah di Bandung dengan perguruan tinggi yang berbeda. Kakak ketiga Ella yaitu Fikri menempuh jalan lain, sejak sekolah dasar ia sangat suka berolahraga apalagi bola. Tubuhnya sangat bagus, dan sesuai dengan standar penerimaan TNI saat itu. Tamat SMA, ia langsung mendaftar tanpa sepengetahuan keluarga. Fikri akan memberitahu saat ia memang dinyatakan sudah lulus. Usaha dan kerja keras tidak sia-sia, Fikri lulus menjadi TNI. Ia sudah memiliki gaji saat itu di saat Abang-abangnya masih kuliah. Fikri selalu mengirim uang kepada kedua Abangnya tetapi atas nama Ayahnya. Kenapa begitu? Fikri tahu kedua abangnya memiliki harga diri yang tinggi. Mereka tidak akan mau menerima uang dari Fikri yang notabenenya adalah adik. Ella berjalan dengan lesu ke meja makan, di sana sudah ada s**u dan juga roti. Siapa lagi yang menyiapkan itu kecuali Baizhan. Ella meneguk s**u dan memakan roti dengan cepat. Baizhan saja sampai geleng-geleng kepala. "Diam aja lu, kenapa?" tanya Baizhan. Ella membuang muka, ia sedang mode tidak ingin bicara dengan sang abang. Baizhan tertawa, ia segera keluar dari rumah karena sudah selesai sarapan. Ella mengikuti langkah sang Abang dari belakang. Ia ingin mengeluarkan motor dari bagasi. "Gue antar," ujar Baizhan sebelum masuk ke dalam mobil. "Nggak usah, gue bisa sendiri!" balas Ella. "Buruan, Ayah yang nyuruh!" Ella tidak juga masuk ke dalam mobil. "Kalau nggak percaya, gue telpon Ayah ya." Ella langsung menatap tajam sang Abang, ia menghentak-hentakkan kaki karena kesal. Baizhan lagi-lagi tertawa, melihat sang adik kesal entah kenapa membuat dirinya senang sendiri. "Gitu kek dari tadi," ujar Baizhan lagi. Ella masuk ke dalam mobil, ia menutup pintu dengan keras hingga mengeluarkan bunyi yang cukup tidak normal. "Woi Dek, mobil gue ini!" ucap Baizhan kaget. Mobil kesayangan yang ia beli dengan menabung selama 2 tahun. "Emang mobil lo Bang," balas Ella malas. Baizhan langsung menyentil kening sang adik. "Untung lo adeknya Afzal, coba aja enggak udah gue jual." Ella meringis sambil mengusap keningnya, kenapa abang-abangnya selalu menyentil keningnya? Apakah ada penelitian yang menunjukkan jika menyentil kening sebagai wujud kasih sayang? Pasti tidak akan ada. "Gue adek lo juga kali Bang," ucap Ella mencubit paha sang abang. Sepanjang jalan mereka berdebat masalah-masalah yang tidak ada sama sekali. Ella kaget, ternyata sudah pukul delapan kurang 10 menit. Habislah ia kali ini akan kena semprot karena terlambat lagi. Padahal Ella sudah bertekad untuk tidak terlambat, tetapi tekad entah hilang kemana. Lihat saja sekarang dirinya bisa dipastikan terlambat. "Buruan Bang, gue udah telat!!" omel Ella yang sudah tidak tenang. "Salah lo sendiri," balas Baizhan tidak peduli. Setelah berbagai macam teriakan Ella sepanjang jalan, akhirnya mobil Baizhan sampai di depan perusahaan besar itu. Ella buru-buru keluar, tetapi sebelum itu ia mengambil tangan sang Abang untuk disalami. Ya meskipun Ella sering berdebat dengan sang abang, tetapi kebiasaan sejak kecil tidak pernah ditinggalkan sekalipun. Baizhan tertawa sedikit tetapi hanya sebentar, setelah itu ia ngomel-ngomel tidak jelas karena sang adik tidak menutup pintu mobil kembali. Baizhan terpaksa turun dan menutupnya sendiri, sebelum tangannya sampai pintu mobil sudah tertutup. "Ngantar Ella Bang?" tanya Zaki yang memang mengenal Baizhan. "Iya, kok lu lesu banget padahal masih pagi." "Biasalah, divisi gue lembur beberapa hari ini." Baizhan menepuk pundak Zaki sebagai bentuk penyemangat anak muda itu.  Pantas saja sang Ayah menyuruhnya untuk mengantar sang adik, jadi karena Ella lembur makanya Ayah khawatir jika anak bungsunya membawa motor sendiri. "Ntar malam gue nongkrong di cafe lo," ujar Baizhan. Ia sering nongkrong di cafe Zaki, setidaknya ada diskon sebagai pelanggan tetap.  Baizhan nongkrong bukan hanya sekedar nongkrong biasa. Ia biasanya membahas proyek dengan teman-temannya. "Oke, datang aja Bang. Gue masuk dulu," pamit Zaki. Ia segera melangkah masuk ke dalam perusahaan. Hari ini Zaki tidak bisa membawa mobil karena sangat-sangat mengantuk sekali. Baizhan geleng-geleng kepala, Zaki yang nyatanya terlambat bekerja juga tidak seheboh Ella. Emang dasar Ella terlalu lebay, pikir Baizhan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN