M1 - I Leave You Cause I Love You (5)

1236 Kata
"Hana sudah pulang?" tanya seorang laki-laki yang baru saja tiba di rumah kepada Megan. Dia adalah Tuan John Foster. Laki-laki berusia lim puluh tiga tahun tersebut merupakan ayah Hana. "Hmm," jawab Megan cuek. Dia tengah sibuk membuat sketsa untuk gaya fashion musim panas ini. "Akhirnya dia pulang juga. Liar sekali anak itu, tentu saja karena ibunya salah mendidik," ucap Tuan Foster kemudian. Megan hanya terkekeh, dia menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan apa yang dikatakan suaminya. "Lihat siapa yang bicara. Dasar tak sadar diri," gumam Megan sambil terus saja berkonsentrasi dengan sketsanya. "Kau menertawakan ku?" tanya Tuan Foster kemudian. Dia mendekati Megan lalu menatap Megan tajam, "Megan!" "Jangan ganggu aku," "Kau ini!" Tuan Foster merebut buku sketsa Megan lalu merobeknya, "Kau benar-benar ingin cari ribut? kalau aku bicara setidaknya kau harus melihatku!" "Brengsekk! kau sebenarnya mau apa! kenapa merusak buku sketsaku!" "Hah, kau memang tak bisa diatur. Sudah kubilang jangan membawa pekerjaanmu ke rumah!" "Aku membawa pekerjaan ke rumah atau tidak, apa urusannya denganmu!" "Megan!" "Sialann! kau pulang lalu bicara yang tidak-tidak dan sekarang merusak buku sketsaku," "Itu karena kau meremehkanku dan tak mendengar aku bicara!" "Hah, apa yang harus kudengar darimu? soal Hana salah didikan? soal Hana yang liar karena mengikuti aku" "Diam!!" Hana keluar dari kamar, lalu menjerit sejadi-jadinya. Dia sangat emosi mendengar orang tuanya selalu saja bertengkar. Alasan Hana sangat jarang di rumah, dan lebih memilih bersama Dany adalah karena orang tuanya yang tak pernah akur. Setiap Hana pulang ke rumah, tak pernah ada ketenangan sedikitpun. Orangtuanya tak ada yang mau mengalah, dan selalu berteriak setiap bertemu. "Kalian tidak bosan bertengkar setiap hari!" teriak Hana dengan suaranya yang melengking. Matanya memerah dan tangannya gemetar menahan arah yang berkecamuk di kepalanya. "Hana, ini masalah orang dewasa. Kau sebaiknya masuk ke kamarmu," ucap Tuan Foster sambil meminta Hana kembali masuk dengan telunjuknya. "Kau pikir Hana masih kecil? dia sudah dua puluh empat tahun, cukup dewasa untuk menilai bahwa ayahnya hanyalah seorang B*jingan!" hardik Megan sambil menatap Tuan Foster tajam. "Kau benar-benar wanita yang buruk!" balas Tuan Foster kemudian. "Kalian kira kalian berdua berbeda?" Hana menarik nafas dalam, sambil berusaha menenangkan dirinya, "Kalian berdua sama buruknya. Kalian sangat egois dan hanya memikirkan diri kalian sendiri. Kalian bertengkar setiap waktu, tak peduli dengan keadaanku. Aku sudah muak dengan kalian berdua!" Hana berteriak sekuat tenaga. "Hana! berani-beraninya kau berteriak dan mengatai orang tuamu. Semenjak bergaul di luar sana, kau benar-benar sudah menjadi liar!" ucap Tuan Foster dengan marah. "Hah, liar? kalian pikir aku begini karena siapa? ayah dan ibu? kalian bahkan tak layak disebut itu!" bum! Hana memasuki kamarnya lalu membanting pintu. Megan terduduk, lalu menundukkan kepala sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Sedangkan Tuan Foster melempar jas yang sejak tadi ada di tangannya ke lantai dengan kesal. *** Sudah hampir dua minggu Hana tidak kembali ke rumah Dany. Dany merasa gelisah, dia terus saja berdiri di beranda rumahnya. Kadang dia sengaja berdiri di pinggi jalan demi menantikan Hana. Dia juga tergesa-gesa saat bekerja. Dan pulang tepat waktu berharap ketika dia kembali Hana sudah ada di rumah menunggunya. Yah, begitulah setiap Hana kembali ke rumah orang tuanya. Dany selalu menunggu Hana setiap Hana. Bahkan dia tidak berkonsentrasi saat bekerja, karen selalu memikirkan Hana. "Hana, kau kemana? apa yang kau lakukan?" gumam Dany sambil merebahkan dirinya ke sofa dan menatap langit-langit rumahnya yang berwarna putih. "Sudah begitu lama. Dia belum juga kembali. Apa dia lupa jalan pulang?" Dany berpikir sejenak, lalu menertawakan dirinya yang seperti orang bodoh, "Hahaha, aku lupa. Ini rumahku, Hana dari awal memiliki rumahnya sendiria. Tapi ... setidaknya jika pergi seperti ini, dia harus memberikan kabar." Dany menatap gawainya. Sejak dua minggu yang lalu Hana tidak menghubunginya sama sekali. Hana juga tidak mengirimkan pesan. Dany memeriksa sosial media Hana, dia juga tak mengunggah foto apapun. "Dia tidak menelepon dan juga tidak mengangkat teleponku. Hah, Hana ... kau dimana sebenarnya?" Dany menghela nafas berkali-kali. Dia ingin sekali pergi ke rumah orang tua Hana untuk menyusulnya. Namun, Dany tidak mungkin melakukan hal tersebut. Dia tau keluarga Hana tidak bisa dibilang baik-baik saja. Namun, Ibu Hana mencari dan menyuruhnya pulang. Dany berharap Hana bisa mendapatkan ketentraman di rumah saat pulang kali ini, dan tak ingin merusak moment tersebut dengan cara mendatanginya. Beberapa menit kemudian, tiba-tiba pintu depan Dany dibuka. Menyadari hal itu Dany langsung bangun dan menatap penuh harap. Benar saja, Hana Foster. Wanita yang sangat di rindukannya berjalan masuk dengan cuek. Dany tersenyum cerah dia berdiri dengan cepat dari sofa untuk menyambut Hana. "Hana!" seru Dany. Raut wajahnya menggambarkan kegembiraan yang tak bisa dia sembunyikan, "Kau dari mana saja? aku merindukanmu. Kenapa kau tak mengangkat teleponku? aku juga mengirimimu pesan berkali-kali ...." Dany terdiam sejenak menatap wajah Hana yang tampak murung, "Hana, kau baik-baik saja? kenapa wajahmu cemberut begitu?" "Gingsul, temani aku liburan," pernyataan Hana membuat Dany menatapnya keheranan. "Kenapa tiba-tiba liburan?" "Pokoknya temani aku." "Liburan bagaimana?" "Ya liburan. Aku ingin pergi ke pantai. Segera bersiap. Kita pergi hari ini " "Tunggu dulu, setidaknya kau harus jelaskan padaku apa yang terjadi." "Aku hanya ingin liburan. Tenang saja. Aku bawa banyak sekali uang. Hingga aku bingung bagaimana cara menghabiskannya." "Bukan masalah uang. Tapi sebentar lagi pukul sepuluh pagi. Aku harus segera ke tempat kerjaku. Lagipula kenapa tiba-tiba mengajak liburan? bagaimana kalau besok? aku akan minta cuti hari ini untuk besok pagi." Perkataan panjang Dany hanya di balas dengan tatapan tajam dan wajah datar oleh Hana. Melihat itu Dany langsung menarik nafas dalam, dan tersenyum. "Ehem ... ah aku juga sepertinya sudah lama tak mengambil libur. Baiklah, lebih baik aku ikut liburan. Lumayan kau yang tanggung semua biaya, kan? hehehe," Dany menatap Hana. Hana membuang muka degan wajahnya yang masih datar. Dany tau apa maksud dari ekspresi itu. Artiny. Hana benar-benar ingin melakukan hal yang dia katakan, dan tak ingin ada penolakan. Karena ekspresi Hana yang tak kunjung membaik, Dany menjadi kalang kabut dan sibuk sendiri. Dia bergegas menyiapkan tas dan sibuk mengemas barang-barang. "A-Aku akan bersiap dengan cepat. Apa kau sudah bersiap?" Dany nenoleh ke arah Hana yang masih memalingkan wajah, "Ah, tentu saja sudah. Baiklah, boneka mu mau di bawa? bagaimana boneka beruang? atau sebaiknya boneka banana?" "Aku ingin bawa boneka bebek," ucap Hana dengan manja. Kini dia berbalik dan membuat ekspresi cemberut. Jika sudah begitu Dany bisa merasa lega karena berarti Hana sudah mengurangi kadar kekesalannya. "Baiklah, kita bawa boneka bebek. Bagaimana dengan sendal merah mudamu, apa mau dibawa juga? lalu penghangat telingamu ...." Dany terus saja mengemas, dan kebanyakan yang dia kemas adalah barang-barang milik Hana.Hanya sedikit tempat untuk meletakkan barang miliknya sendiri. *** Hana dan Dany kini berada di pantai. Hana sibuk bermain pasir. Membangun istana pasirnya dengan serius. Dany berjongkok di depan Hana sambil ikut membantu Hana membangun istananya. "Haa, Gingsul. Kenapa kau menaruh pasirnya disini. Lihatlah tidak simetris dan sebagian rubuh. Istanaku jadi jelek karena ulahmu!" protes Hana ketika Dany menaruh pasir ke sembarang tempat. "Maaf, aku rapikan lagi. Hah, kau itu sudah dewasa, masih saja main pasir seperti ini." "Asikk, setelah ini kita minum hingga mabuk," "M-Minum? kau kan belum pernah minum sekalipun. Jangan lakukan hal yang aneh-aneh. Jangan minum segala. Aku yang akan kerepotan mengurusmu nanti," "Aaa, pokoknya aku ingin ingin minum, ingin minum!" Hana memaksa sambil menghentak-hentakkan kakinya, "Ayo kita beli minumannya, yuhuu!" Hana berdiri lalu kabur dengan niat untuk membeli minuman. "Hana! ya ampun. Ini gawat. Kenapa dia memaksa minum segala? Bagaimana jika dia mabuk? tapi ... aku mana bisa melarangnya, jika dia seimut itu." To be continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN