Dany diam sejenak. Namun, Hana memang benar. Dany memang seperti orang bodoh. Orang bodoh yang selalu menunggu Hana. Orang bodoh yabg sekalu mengharapkan Hana. Dan Dany tak menyadari kebodohannya selama ini.
"Aku bukan orang bodoh. Aku hanya terlalu peduli padamu, sedangkan kau sebaliknya," ucap Dany sambil memasang wajah cemberut.
"Ah, benar juga. Jika itu Dany aku maklum," ucap Hana sambil tersenyum.
"Lalu, selama ini kau hanya menginap ke hotel dan pergi ke club?" tanya Dany kemudian.
"Kau percaya dengan yang kukatakan?"
"Hmm, aku selalu mempercayaimu, walau kau membohongiku."
"Aku tak pernah membohongimu."
"Ya, aku tahu. Kau selalu jujur bahkan terkadang membuatku sakit hati karena kejujuranmu. Tapi, itulah kelebihanmu. Kau tak pernah berbohong, dan aku selalu percaya."
Dany kembali menaruh kepalanya ke atas meja. Hana kemudian mengikuti. Mereka berdua saling berhadapan dan menatap satu sama lain.
"Jadi, bagaimana. Kau bahagia setelah menghilang sendiri?" tanya Dany sambil menatap Hana lekat.
Hana menggeleng pelan, "Ini gawat. Aku tak bisa hidup tanpa Dany Brown."
"Maksudmu apa?"
"Maksudku, aku terlalu bergantung padamu."
"Kau menghubungi semua orang dan tak menghubungiku sama sekali."
"Hmm, aku hanya ingin tahu, apakah mereka akan menemaniku sepertimu. Tapi ternyata tidak, mereka selalu mendekatiku saat ada maunya saja."
"Sekarang kau mengerti? dengarkan saja aku, dan jangan buat masalah lagi."
"Baiklah, sekarang ayo kita jalan-jalan."
"Hoam," Ayo menguap lalu menutup matanya.
"Gingsul! jangan tidur, ayo kita jalan,"
"Aku mengantuk."
"Kau tidak boleh mengantuk. Aku ingin jalan ke taman hiburan."
"Aku tak bisa menyetir. Aku benar-benar mengantuk."
"Kita naik kereta."
"Tidak mau."
"Ayolah, Dany!"
"Tidak,"
"Tidak ada kata tidak!"
Empat puluh menit kemudian. Dany berjalan terhuyung di samping Hana. Yah, dia terpaksa mengikuti Hana ke taman hiburan. Bagaimanapun, Dany tak bisa menolk keinginan Hana. Julukan "Orang Bodoh" memang cocok untuk Dany melihat keadaannya saat ini.
"Dany, ayo kita naik roller coaster!" seru Hana begitu tiba di taman hiburan.
"Kau ingin membunuhku? naik yang lain saja. Mulailah dengan permainan yang santai."
"Hahaha, jadi begini caramu menghindar karena takut ketinggian?"
"Kau tahu sendiri, aku tidak takut ketinggian. Aku hanya tidak suka menaiki benda itu. Sangat menyiksa dan bisa membuatku muntah."
"Ayolah, aku ingin naik itu."
"Bagaimanapun dengan komedi putar?"
"Tidak, aku mau naik roller coaster!"
"Baiklah, terserah kau saja."
Dany mau tak mau mengikuti keinginan Hana. Mereka menaiki roller coaster, kapal bajak laut, dan wahana ektrem lainnya yang disukai Hana. Walau Dany sangat tak menyukai wahana seperti itu, namun dia tak bisa membiarkan Hana menaiki wahana tersebut sendirian. Terlebih Hana terus merengek agar Dany mengikutinya. Seperti yang telah diduga. Dany muntah beberapa kali setelah menaiki wahana, dan itu malah membuat Hana tertawa terbahak-bahak. Dany hanya bisa menghela nafas, namun dia tetap tersenyum melihat tawa Hana yang begitu cerah.
"Baiklah, sekarang ayo kita pulang," ucap Dany setelah mereka keluar dari taman hiburan. Dany tampak kelelahan, dan lingkaran hitam di matanya semakin terlihat jelas.
"Aku ingin pergi belanja," ucapan Hana membuat Dany menghela nafas untuk kesekian kalinya.
"Kau ingin belanja apa lagi? lihatlah, rumahku yang kecil semakin terlihat kecil karena dipenuhi barang-barangmu."
"Aku hanya inggin beli kosmetik, tas, dan pakaian. Ah, serta sepatu."
"Gendut. Semua itu sudah menggunung di rumah. Sudah, jangan buang-buang uang lagi. Ayo pulang saja,"
Hana diam dan cemberut. Dia memalingkan wajah dari Dany karena Dany menolak ikut berbelanja. Jika sudah seperti itu, tak ada yang bisa Dany lakukan selain mengalah.
"Baiklah, kita ke pusat perbelanjaan. Tapi ingat, hanya beli satu barang saja masingmasing. Jika kau beli lebih, sebaiknya kau siapkan jasa untuk memindahkan semua barangmu dari rumahku."
"Baiklah, ayo," Hana dengan cepat menjawab, dia tersenyum riang, lalu berlari ke pinggir jalan untuk memanggil taksi.
"Hati-hati, jangan terlalu dekat ke jalan," Dany menarik Hana ke belakangnya. Dia menggenggam tangan Hana, lalu menggantikan Hana untuk mencari taksi.
"Kenapa kau tak bawa mobil mewahmu? kenapa harus naik kereta, lalu naik taksi segala, dan tadi juga naik bus. Benar-benar menyusahkan," Dany mengomel. Namun Hana hanya tersenyum sambil menatap tangannya yang digenggam hangat oleh Dany.
Hampir dua jam mereka berada di pusat perbelanjaan. dlDany kewalahan membawa barang-barang yang dibeli Hana. Memang benar. Hana membeli satu untuk setiap barang yang dia inginkan. Tapi ternyata barang-barangnya juga beragam. Tas, sepatu, pakaian, riasan, perhiasan, dan berbagai macam aksesoris. Hana memang punya bakat untuk menyusahkan Dany.
"Gendut. Berhentilah berbelanja. Kita pulang sekarang," ucap Dany sambil tergopoh-gopoh menenteng berlanjaan yang dibeli Hana.
"Satu toko lagi. Aku harus mencari parfum,"
"Parfum apa lagi? semua sudah kau koleksi. Meja riasmu sudah penuh. Tak ada lagi tempat untuk meletakkan benda itu. Kau tidak lihat di tanganku ada berapa macam produk?"
"Tapi, ini parfum keluaran terbaru dan masih belum ada orang yang memilikinya. Diproduksi terbatas. Hanya sepuluh buah."
"Tak masalah jika kau tidak punya. Kau punya edisi terbatas yang lain di rumah. Bahkan yang hanya ada satu buah di dunia."
"Tapi, aku ingin parfum yang ini," Hana kembali cemberut. Dany menghela nafas, lalu berdiri tegak dengan tangannya yang penuh.
"Baiklah, satu parfum ini dan kita pulang," ucapnya kemudian.
"Gingsul memang yang terbaik," Hana tersenyum sambil mengacungkan tangannya.
Namun tiba-tiba, Dany tersandung dan jatuh ke lantai. Tas belanjaan berserakan, dan Dany meringis karena lututnya membentur lantai yang keras.
"Gingsul, kau baik-baik saja?" Hana memeriksa keadaan Dany, tampak cemas.
"Aku baik-baik saja. Hanya tersandung."
"Mengapa bisa tersandung! kau ini benar-benar ... ah, kau benar-benar sudah lelah?" ekspresi Hana berubah. Dany kemudian tersenyum lalu mengumpulkan semua tas belanjaan yang dia jatuhkan.
"Aku baik-baik saja. Ayo kita ke toko parfum. Setelah itu kita pulang."
"Aku sudah tidak ingin beli parfum lagi," Hana cemberut.
Dany berdiri dengan susah payah. Hana menatap lutut Dany yang terbentur, dan makin cemberut.
"Hei, kenapa wajahmu begitu? jangan cemberut, itu membuat pipimu semakin bulat,"
"Kita pulang saja," ucap Hana kemudian dengan ketus.
"Tapi parfumnya bagaimana?"
"Aku sudah tak ingin parfum lagi!"
Hana dan Dany kini berada di dalam kereta. Dany benar-benar tampak kelelahan. Dia tertidur di samping Hana. Kepalanya kesana-kemari mengikuti gerakan kereta. Hana menatap Dany lekat. Dia kemudian mengarahkan kepala Dany untuk bersandar di bahunya. Dany kini tampak semakin lelap. Bersandar di tempat yang nyaman, membuatnya semakin damai.
Hana tersenyum, lalu menggenggam tangan Dany, "Sepertinya kau sangat lelah, tidurlah Dany,"