Hana ia a Dominan

1274 Kata
            Adit kemudian masuk ke dalam kamar dan mendapati Adhim tengah tertidur. Iapun ikut merebahkan diri sejenak karena merasa cukup lelah berkegiatan di awal minggu ini. Ya, hari Senin, identik dengan hari yang melelahkan, begitulah anggapan Sebagian orang. Adit berganti baju kemudian merebahkan diri sambil membayangkan bagaimana harinya hari ini berjalan dengan lancar. Senang sekali rasanya, bisa jajan bersama dengan teman-teman lainnya. Hal yang jarang terjadi karena Adit yang lebih memilih berhemat karena keterbatasan uang saku. Sebagian teman-teman sekelasnya bahkan heran melihat Adit ikut makn siang di kantin juga, biasanya Adit membawa bekal atau bahkan tidak makan siang sama sekali kalau kebetulan lupa mebawa bekal dan tidak membawa uang saku. Beruntung sekali rasanya bisa sedikit menikmati hal yang sebelumnya jarang Adit lakukan.             Sayup-sayup, akhirnya Adit tertidur. Lagi-lagi ia bermimpi tentang sumpit ajaib yang ia miliki saat ini. Ada sang kakek misterius yang hadir kembali dalam mimpinya, sumpit ajaib yang ternyata bisa berbicara pada Adit di dalam mimpi. Sumpit itu terlihat senang karena melihat pemiliknya adalah seseorang seperti Adit yang notabene adalah orang yang baik. Sang kakek juga tampak tersenyum dan bahagia melihat sumpit ajaib itu bergerak-gerak gemulai pertanda ia sedang bahagia bisa bertemu dengan sang empunya walaupun hanya dalam mimpi, nyatanya memang sumpit ajaib itu di kehidupan nyata tak pernah menampakkan bahwa ia adalah benda hidup.              “Bang, bangun. Udeh sore nih. Abang belum shalat ashar kan?” tanya Adhim sambil tangannya menggerak-gerakkan tangan abangnya yang tengah memeluk guling yang Sudha tak kencang lagi.             “Hemmmm, iya sebentar” ujar Adit sambil mengucek-ngucek matanya yang sebenarnya masih ingin terpejam. Tak lama ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan bangkit untuk segera bangun untuk mandi dan menunaikan shalat ashar. Ketika menuju ke kamar mandi, tampak nyak sedang mengambil beberapa sayuran yang terletak di belakang rumah. Nyak Sednag mengambil daun singkong, beberapa cabai dan juga tomat.             “Mumpung banyak, jadi nyak ambil aja” seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Adit. Maklum kamar mandi di sini terpisah dari banguna rumah, letaknya dekat dengan sumur dan kebun belakang, jadilah kalau malam Adhim terkadang minta di temani kalau ingin ke kamar mandi, karena lokasinya yang terpisah dari bangunan rumah. Di bagian belakang rumah memang terdapat sbeuah sumur untuk keperluan cuci, mandi, dan juga kebutuhan air bersih untuk proses memasak. Di belakang rumah juga terdapat sebuah pekarangan kecil yang digunakan untuk menanam beberapa jenis sayur-sayuran, rimpang-rimpangan jenis bumbu dapur lainnya serta ada beberapa pohon buah seperti pepaya dan pisang yang tumbuh subur di lahan yang tak seberapa luas itu. Lahan minim yang bisa membuat seluruh anggota keluarga sedikit terbantu dengan aneka menu sehat yang bisa di sajikan.             Usai mandi dan shalat ashar, Adit dan Adhim membantu nyak di dapur. Di keluarga ini, tak ada istilah enggan membantu apalagi untuk urusan pekerjaan rumah yang notabene adalah pekerjaan yang biasanya dibebankan pada kaum hawa. Sehingga Adit dan Adhim tak gengsi ketika menyapu, membantu nyak di dapur dengan t***k bengek urusan dunia perdapuran. Hingga sedikit banyak untuk urusan dapur, mereka berdua sudah taka sing dengan nama bumbu dapur, alat masak, dan keterampilan memasak dasar yang tentu akan sangat berguna bila kebetulan nyak sedang menginap di rumah keluarga, nyak sakit ataupun ketika nyak sedang tidak berada di rumah.             Hana baru saja selesai mandi, rasanya menyenangkan sekali bila mengingat bagaimana hari ini telah di lalui dnegan amat sangat menyenangkan. Pandangan takjub dari teman-teman dan seisi sekolah yang kagum ketika melihat seorang Hana, gadis cantik nan kaya mengendarai mobil keluaran terbaru. Membeli barang mewah bak membeli kacang goreng, yang bisa sesuka hati seorang Hana dapatkan, tinggil pilih, ganti sesuka hati kapan saja ia mau.             “Hai ma,pa” ujar Hana ketika mendapati mama dan papa sedang bersantai di ruang keluarga sambil menonton acara televisi. Hana pun ikut bergabung besama kedua orang tuanya, walaupun sebenarnya Hana lebih suka memainkan hape mahal yang selalu ada di tangannya. Tayangan televisi yang terkadang tak sesuai dengan selera Hana membuatnya lebih suka memainkan hape dengan banyak fitur di dalamnya yang tinggal ia pilih sesuka hati.             “Gimana hari ini di sekolah Han?” tanya papa sambil merangkul putri kesayangannya itu.             “Baik pa, teman-teman Hana kagum ngeliat Hana pake mobil baru loh pa?” ujar Hana dengan amat senang. Ia tentu amat senang dan juga bangga melihat dirinya menjadi pusat perhatian di sekolah. Siswa laki-laki dan perempuan sebegitu terkesimanya ketika melihat Hana yang turun dari mobil, bak gadis yang dipuja di sinetron televisi. Rasa bangga di usia belasan tentu menjadi hal yang memang diimpi-impikan oleh gadis seumuran Hana. Di pandang, di jadikan contoh dan juga di elu-elukan tentu menjadi hal yang membuat Hana menjadi sosok yang lebih di bandingkan teman-teman lainnya. Urusan orang lain ingin mencontohnya atau tidak, bukan urusan Hana, yang penting ia merasa nyaman dan tak merugikan siapapun.             Adit dan Adhim bersiap untuk shalat magrib berjamaah bersama bapak, rutinitas yang sama setiap harinya. Sehingga Adit dan Ahim terbiasa melaksanakannya tanpa ada unsur paksaan. Kebiasaan baik yang telah diajarkan sejak dulu ketika mereka berdua masih kecil. Membiasakan untuk shalat berjamaah dan diusahakan untuk tepat waktu. Kali ini nyak masih terlihat sibuk dengan beberapa tumpukan baju yang tergeletak tak jauh dari meja jahit tempat nyak biasa menyelesaikan orderan jahitan para pelanggan. Tampaknya nyak masih sibuk, padahal tadi Adit melihat nyak sedang mengambil ebberapa bahan makanan segar di pekarangan belakang rumah.             Tak lama kemudian ketiga lelaki tadi kembali, namun nyak masih belum beranjak dari mesin jahit. Tampaknya nyak sibuk sekali hingga tidak sempat untuk memasak makan malam.             “Nyak belum masak. Maaf ya. Nyak kira bakalan selesai cepat ni jahitan, tapi ternyata masih sisa sedikit lagi. Ada yang mau bantu nyak masak di dapur atau beli lauk saja karena sudah ada nasi di dapur” ujar nyak sambil menoleh sejenak ke arah tiga lelaki beda generasi yang baru saja pulang shalat magrib.             Tampak Adit, Adhim dan bapak saling bergantian menatap satu sama lain. Bingung memilih dua pilihan antara memasak di dapur atau membeli saja. Untuk memasak di dapur, walaupun tahu bagaimana memasak dnegan bahan-bahan sederhana yangs ekilas mereka bertiga lihat di dapur, namun rasanya enggan untuk memasak. Kalau untuk membeli sayang uangnya, sebab penghasilan yang tak seberapa tentu akan sangat berpikir dengan hitung-hitungan makanan bila memang harus membeli makanan.             “Gimana pak, masak atau kita beli aja? Kasian nyak kecapekan keknya pak?” tanya Adit sambil mengecek isi kulkas kalau benar mereka beriga akan memasak di dapur untuk membantu meringankan pekerjaan nyak agar bisa cepat selesai jahitan pelanggan yang nyak kerjakan.             “Kayaknya beli aja deh Dit. Nih bapak ada duit dua puluh rebu, coba beli sate ayam yang diujung sana Dit dekat rumah Pak Toyo, murah di sana. Lumayan dapatnya, ntar tinggal ceplok telor atau dadar telor buat tambah-tambahan nanti.             “Oke deh pak, Adit langsung berangkat beli ya” Adit pun langsung bergegas untuk membeli lauk makan malam yang di suruh untuk Adit beli.             Adit pun berpamitan untuk membeli, sedari rumah ia sudah berharap dan membayangkan bahwa uang yang di berikan bapak akan menjadi dua kali lipat. Bayangkan saja, uang dua puluh ribu, hanya akan mendapatkan sedikit saja sate, tak akan cukup untuk makan mereka berempat, namun karena menghormati bapak yang telah berusaha untuk berinisiatif untuk mencarikan jalan keluar bagi mereka maka Adit harus melaksanakan apa yang di suruh oleh sang bapak.             Nyak masih menuntaskan pekerjaannya, sisa sedikit lagi karena sang empunya jahitan sduah menelepon sedari sore tadi bahwa akan di ambil hari ini, karena nyak tidak enak dan di janjikan bahwa akan membayar cukup mahala karena hendak di pakai esok hari makanyamau tak mau nyak mengebut menjahitkan baju seragam untuk seorang ibu yang bekerja di sebuah kantor pemerintahan. Lumayan, uang yang akan di dapat nyak bisa untuk bantu-bantu keperuan dapur namun harus mengorbankan sedikit waktunya untuk menyiapkan makan malam bersama keluarga.                                                      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN