Pertemuan Hana dan Adit

1091 Kata
           Adit dan Adhim pun tak tinggal diam, mereka pun ikut membantu. Saling bantu membantu hingga pekerjaan terasa jauh lebih ringan apabila dikerjakan secara bersama-sama. Barang satu demi satu bergilir di turunkan dari dalam mobil angkutan yang berderet rapi, dalam hati Adit banyak juga yang harus ia bantu, tapi tak apa lumayan lah bisa bantu bapak. Terkadang terbersit dalam pikiran Adit untuk segera bisa membantu ekonomi keluarga, bagaimana sulitnya bapak dan nyak untuk berusaha agar anaknya bisa mengenyam pendidikan yang layak hingga tinggal menghitung bulan saja, Adit bisa menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Untuk kemudian melanjutkan ke jenjang perkuliahan, sesuatu yang sangat Adit idamkan. Untuk apa lagi kalau bukan untuk membahagiakan bapak dan nyak yang telah sangat bersusah payah untuk memberikan penghidupan yang layak di tengah banyaknya keterbatasan yang mereka miliki. Keberkahan dan keikhlasan yang membuat semua terasa lebih mudah.            “Lah kok ngelamun bang?” tanya Adhim ketika sedang membantu membawa barang yang ringan-ringan saja karena Adhim tak mampu membawa barang yang berat.            “Ehh, kagak. Yok, semangat Dhim, Masa kalah sama abng, gitu aja dah capek” goda Adit pada adiknya yang terlihat lelah setelah ebberapa kali tampak mengangkat barang-barang yang sesuai kemampuannya. Lagipula bapak yang melarang Adhim untuk mengangkat barang yang besar, apalagi kalau barang tersebut mahal, akan sangat berbahaya bila sampai lecet atau bahkan terjatuh.            Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai oleh Pak Suryo telah sampai. Tampaknya Hana mulai terbangun, usai di bangunkan oleh sang mama karena telah sampai di tempat tujuan. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak karena rasa-rasanya baru saja mulai terlelap tahu-tahu sudah sampai saja, berarti ketika Hana mulai memejamkan mata, perjalanan tinggal sebentar lagi. Dilihatnya mama dan papa yang turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah yang tampak cukup ramai oleh orang-orang yang membantu mereka pindahan. Hana pun mengikuti mama dan papa yang telah lebih dahulu masuk. Ada banyak barang-barang yang telah di letakkan di dalam rumah, melihatnya saja sudah membuat Hana lelah, apalagi kalau harus ikut membereskan barang sebanyak ini. Memikirkannya saja sudah teramat lelah, salah satu hal yang membuat Hana malas untuk selalu berpindah-pindah seolah hidup nomaden seperti ini. Kalau tidak karena bujukan, yang pasti sedikit paksaan dari papa dan juga mama yang membuat.            “Wahh, terima kasih pak, sudah mau bantu-bantu kami pindahan hari ini” ujar papa Hana kepada Bapak Adit.            “Wahh, saya yang makasih pak karena sudah di beri kepercayaan untuk mengurusui rumah ini beberapa minggu ke belakang”. Tampak Bapak Adit terlihat mengobrol sejenak bersama Pak Suryo. Adit dan Adhim tampak mondar mandir membantu untuk mengangkat barang-barang. Ada banyak sekali barang yang harus dipindahkan, maklumlah orang kaya pikir Bapak Adit. Lagipula rumah ini memang besar, sangat besar malahan untuk sekelas daerah pinggiran kota seperti daerah tempat mereka bermukim ini. Tak lama kemudian tampak Pak Suryo pun ikut membantu memindahkan barang-barang yang telah di letakkan di sudut ruangan, bersama sang istri. Hana hanya sesekali emmbantu, ya apalagi kalau bukan karena semua ini bukan kemauan Hana, jadi buat apa ia ikut ribet dan sibuk seperti mama dan papanya. Hana pun memilih untuk pergi keluar dan mengelilingi rumah yang ternyata tak seburuk yang ia bayangkan. Ia pikir akan seperti apakah rumah yang akan ditempatinya nanti.            Hana tak sengaja bersitatap dengan Adit yang tengah sibuk membantu mengangkat barang. Adit yang merasa diperhatikan oleh seorang gadis cantik pun awalnya bersikap salah tingkah namun akhirnya ia tak begitu mengindahkan tatapan gadis berwajah cantik itu. Hana memanglah cantik, tak heran di manapun berada akan ada banyak lelaki yang menaruh hati pada dirinya. Namun Hana memang tak berniat untuk melabuhkan hatinya pada seorang lelaki untuk saat ini. Terlebih sikap papa yang begitu protektif hingga Hana begitu dikontrol dalam bergaul, kecuali bila papa memang sedang banyak kesibukan yang membuat papa menyerahkan pengawasan pada mama Hana.            “Sayang, ayoo bantu mama. Ada banyak yang harus di pindahin ini” ujar mama.            “Hana males ma, nanti aja ya. Hana kan capek di jalan tadi kan udah cukup jauh” kilah Hana. Ia kemudian menjauh dari mama dan papanya. Kemudian menjauh karena suasana hatinya kembali tak baik, ya Hana memang moody an itulah yang sedikit banyak ia yahu mengenai bintanya, Gemini Girl. Ia penasaran siapa anak lelaki yangs eumuran dengan dirinya tersebut. Kurang lebih seumuran saja, anak lelaki yang seumuran Hana tersebut tampak sederhana namun entah mengapa Hana seolah penasaran, tak seperti biasnaya. Tiba-tiba saja jadi deg-degan karena bertemu pandang.            “Wahh, terima kasih sekali ya Pak, Adit dan juga Adhim yang sudah bantu saya dan istri untuk beres-beresin barang”. Oh iya, kenalin, ini anak perempuan saya, namanya Hana. Mmaa pun menyuruh Hana untuk berjabat tangan dengan Bapak Adit, Adit dan juga Adhim secara bergantian.            “Hana” ujar Hana sambil mengulas sedikit sneyum. Suasana hatinya sedang tidak begitu baik hingga ia seolah tak bersemangat untuk menyapa siapapun, namun yang pasti ia sudah tahu bahwa laki-laki yang ada di hadapannya sekarang bernama Adit.            “Nak Adit sekolah dimana?” tanya papa Hana.            Adit pun menjawab nama sekolahannya tersebut, yang ternyata adalah sekolah yang sama, tempat di mana Hana akan sekolah. Hingga Pak Suryo pun antusias karena ada teman Hana yang bisa menemani Hana di hari pertama ia berangkat sekolah lusa. Lagipula Adit adalah anak yang baik, hingga Pak Suryo senang bila Hnaa memiliki teman seperti Adit apalagi mereka satu tingkat sama-sama kelas dua belas. Besok mungkin akan sibuk untuk membereskan barang-barang yang sedemikian banyaknya, Hana pun mendengarkan dengan saksama, bahkan ia sendiri tak peduli ia akan sekolah di mana karena baginya kepindahan yang ke sekian kalinya ini sangat membuat Hana kecewa.            Memanglah mobil baru sudah terparkir di garasi, mobil yang masih berumur beberapa hari itu adalah persembahan yang papa berikan agar Hana tak berkecil hati ketika mereka memutuskan pindah dengan alasan pekerjaan papa sebagai seorang pengusaha barang antik. Padahal Hana sudah merasa lega karena cukup lama keluarganya tidak berpindah-pindah tempat seperti sebelumnya. Papanya pikir, semua bisa di gantikan dengan materi padahal ada banya yang tak bisa digantikan dengan nominal uang sebesar apapun. Namun nasi telah menjadi bubur, toh Hana telah sampai di tempat yang papanya inginkan untuk memulai usaha yang telah di bangun sejak lama tersebut. Semua orang yang membantu keluarga Hana membereskan rumah sudah pulang smeua, hari sudah semakin sore. Suasana rumah ini tak begitu buruk, walaupun rumah yang terdahulu jauh lebih besar tapi rumah ini cukup nyaman, apalagi suasana pinggiran kota yang membuat hawa jauh lebih asri.            “Han, papa mau ngomomg”.            “Duh, apalagi nih. Baru juga sampe”, gumam Hana. Hendak berniat untuk istirahat sebentar steelah membantu papa mama membereskan sedikit barang, ya hanya sedikit. Itupun dengan berat hati.                                      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN