Pura - Pura Romantis

1281 Kata
Malam pun semakin larut. Suasana Kota Bandung sudah semakin sepi. Tidak banyak kendaraan yang melintas dan memasuki komplek perumahan Muara yang berada dijalan PETA atau lebih dikenal dengan jalan lingkar selatan. Jalan yang setiap harinya selalu dipadati kendaraan yang melintas. Begitu juga di rumah Habibi, sepertinya semua penghuni rumah sudah tertidur pulas, karena kecapean setelah mengikuti rangkaian acara pernikahan Firman dan anisa siang tadi. Bahkan dikamar pengantin pun terasa begitu sunyi. Anisa dan Firman sudah terbang kealam mimpi. Tepat pukul tiga pagi. Anisa yang sudah terbiasa melaksanakan Shalat malam, seketika terbangun dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sekalian mengambil air whudu. Anisa duduk diatas sajadah sambil mengangkat kedua tangannya untuk berdoa selepas melaksanakan Shalat Tahajud. “ Ya Allah, andaikan memang kami berjodoh, maka cintakanlah diantara kami berdua, dan berikan aku kekuatan untuk menghadapi sikap suamiku yang masih belum bisa menghormatiku sebagai seorang istri. Dan ampunilah aku karena belum bisa menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri.” Ada butiran bening jatuh diantara doa – doa yang dipanjatkan Anisa pagi itu. Sebagai seorang Wanita, tentu saja Anisa memiliki perasaan sakit. Walau pun dirinya belum mencintai Firman bukan berarti hatinya tidak sakit saat Firman mengatakan perasaan cintanya hanya untuk Ilena. Anisa melanjutkan dengan membaca Ayat – ayat Al-Qur’an sambil menunggu datangnya Shalat Subuh. Suara merdu Anisa disaat membaca Al-Qur’an, membuat Firman terbangun. Firman memandang Anisa yang tengah melantunkan Ayat – ayat Al-Qur’an. Ada bayangan Aisyah melintas dalam pikirannya. Firman teringingat sama sang istri. Aisyah selalu membaca Al-Qur’an dengan suara merdu saat menunggu datangnya Shalat Subuh setelah selesai Shalat Tahajut. Firman pun bangun dari tidurnya. Kakinya dilangkahkan menuju kamar mandi. Sudah lama rasanya Firman tidak melaksanakan Shalat Fardu. Mendengar Anisa membaca Al-Qur’an, jiwanya Kembali terpanggil. Selesai membersihkan badannya dan mengambil air wudhu, Firman keluar dari kamar mandi. Mata Firman tertuju pada baju koko, sarung dan peci yang sudah tersedia diatas Kasur. Ingatannya Kembali tertuju pada Aisyah. Dia selalu menyiapkan perlengkapan Shalat untuknya setiap hari. Kali ini Firman tidak mau membuat Anisa tersinggung. Dia pun segera memakai perlengkapan Shalat yang sudah disediakan Anisa. Adzan Subuh sudah terdengar berkumandang. Anisa segera menutup Al-Qur’an dan menyimpatnnya Kembali ketempatnya. Anisa menatap Firman yang duduk dipinggir tempat tidur. Firman terlihat semakin tampan Ketika hendak melaksanakan Shalat. Firman mengangkat wajahnya, seketika Anisa menundukan wajahnya tak sanggup bila harus melawan sorot mata Firman yang indah. Jantungnya berdebar kencang, Ada rasa kagum yang singgah didalam hatinya. Iqomah pun terdengar. Firman segera berdiri dan menghampiri Anisa yang sudah menunggu untuk melaksanakan Shalat subuh berjamaah dengan suaminya. “ Yuk kita Shalat berjamaah,” ajak Firman yang dibalas anggukan oleh Anisa. “ Alhamdulillah,” Anisa memjamkan mata sejenk. Rasa syukur Kembali dipanjatkan pada yang maha kuasa. Mendapat kesempatan untuk melaksanakan Shalat berjamaah Bersama suami adalah anugrah yang begitu besar. Anisa sedikit terkejut dengan lantunan Ayat Suci Al-Qur’an yang dibaca oleh Firman. Tidak bisa dipungkiri, Suara Firman begitu merdu. Anisa tidak menyangka, kalau suaminya itu memiliki suara yang bagus saat melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Mereka berdua melaksanakan Shalat dengan khusuk. Dilanjutkan dengan dzikir dan ditutup dengan do’a. Firman keluar dari kamar untuk melakukan senam pagi agar badannya tetap bugar. Anisa sampai tidak berkedip, melihat postur tubuh yang begitu sempurna, saat mengenakan kaos singlet. Dadanya terlihat begitu lebar, otot perutnya begitu membentuk. ' Masyaallah mas, kamu begitu sempurna. Seandai kita bisa saling mencintai, akan menjadi suatu anugrah yang tidak ada bandingnya,' ucap Anisa dalam hati. memuji suaminya. Anisa tidak mau lama - lama mengagumi Firman. Dia pun segera menuju dapur, untuk membantu Bi Inah mempersiapkan sarapan bagi semua keluarga Habibi. Anisa yang punya ahlian dalam memasak, memilih membuatkan sarapa untuk suami dan semua keluarga Habibi dengan tangannya. walau pun bi Inah melarangnya, Anisa tetap tidak memeperdulikan, karena ini adalah kewakibannya sebagai seorang istri. Tepat pukul tujuh tiga puluh, Firman sudah ganti pakaian dan tampak rapi. Lagi - lagi Anisa kembali matanya dimanjakan dengan penampilan Firman yang tidak berubah. Dengan gaya apapun, suaminya itu tetap tampan. Firman pun menghampiri meja makan. Aroma masakan Anisa tercium begitu harum menggugah selera. siapa pun yang menciumnya perutnya akan langsung meminta untuk diisi. " Kamu mau kemana Man?" tanya Habibi sambil menatap putranya itu. " Iya nih, masih pengantin baru malah mau keluyuran," ucap Alina ikut nimbrung. Sambil meletakan cangkir berisi kopi buat Habibi. Sementara Anisa, dia sudah membuatkan s**u dan roti bakar. " Siapa juga yang keluyuran. Akang ini mau kekantor Alina," jawab Firman sedikit kesal pada Adik perempuannya itu. " Memangnya gak libur dulu? kamu kan masih pengantin baru?" tanya Habibi kurang setuju Firman kerja. Anisa tidak mau berkomentar. Lebih baik diam daripada ujung - ujungnya nanti pas berduaan Firman malah kembali memarahinya. Karena apapun yang dilakukan akan salah dimata suaminya itu. Kondisi menikah dengan laki - laki yang tidak memiliki rasa cinta memang makan hati. Walau pun Anisa juga belum bisa mencintai Firman. " Tadinya sih pingin ngajak Anisa jalan - jalan, tapi Mirza pingin ketemu untuk membicarakan masalah kerjaan yang Di Bekasi," jelas Firman sambil pergi setelah pamit sama Habibi dan Anisa. " Ya gak ada salahnya jugakan kalau kamu bawa Anisa kekantor, sekalian dikenalkan sama semua bawahanmu dan juga temanmu," saran Habibi. " Gak usah abah, Anisa meningan dirumah saja. Kalau Anisa ikut, nanti malah mengganggu kerjaan mas Firman," tolak Anisa. Sambil berdiri maksudnya ingin mengantarkan Firman sampai pintu depan. Anisa menggandeng tangan Firman, agar terlihat romatis layaknya pasangan yang baru menikah didepan kedua orang tua Firman. Dan ternyata, Firman juga membiarkan Anisa melakukan itu, walau pun hatinya tidak menerima perlakuan Anisa semesra itu padanya. " Ya udah kalau gitu. Abah gak akan maksa. Kamu gak usah sungkan disini, anggap saja rumah sendiri," bujuk Habibi. Sesampainya disepan rumah, Firman segera menepis tangan Anisa dengan kasar, hingga membuat Anisa hampir terjatuh. “ Ingat ya akum au digandeng kamu karena tidak ingin melihat kedua orang tuaku kecewa, bukan berarti aku sudah tertarik sama kamu,” ucap Firman “ Santai saja kali, gak usah segitunya. Karena aku juga melakukan ini untuk menghargai orang tua kamu, yang sudah menganggapku seperti anaknya sendiri, dan kamu gak usah takut, aku tidak akan pernah mau kalau kamu ajak pergi, walau pun itu keinginan orang tua kamu,” jawab Anisa kesal dengan sikap kepedean suaminya. " Syukurlah ternyata kamu nyadar diri juga. Aku gak mau jadi bahan tertawaan temanku dan juga bawahanku," batin Firman sambil melirik kearah Anisa yang sedang berdiri sambil memalingkan wajahnya menepis pandangan Firman, hingga membuat Firman merasa tidak dihargai. " Ya udah kalau gitu aku pergi dulu, kasian Ilena sudah menunggu" pamit Firman sambil berjalan menuju mobilnya dengan terburu - buru, karena dari tadi Ilena terus terusan menghubunginya. Firman pun melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah habibi yang cukup luas. Tujuan utamanya adalah menemui Ilena, setelah itu, baru menemui Mirza sahabatnya. Setelah mobil suaminya tidak terlihat lagi, Anisa pun segera masuk kedalam rumah, menuju meja makan untuk membereskan bekas sarapan keluarga besar suaminya. Namun, ternyata semua sudah dibereskan oleh Bi Inah. Akhirnya Anisa pun memutuskan untuk masuk kedalam kamar, membersekan tempat tidur yang tidak meninggalkan bekas apapun di sprei, seperti halanya yang terjadi dimalam pertama pasangan pengantin baru pada umumnya. Anisa duduk di meja rias setelah selesai memanjakan tubuhnya dengan air, sehingga membuat tubuhnya segar. Ada pantulan wajahnya dicermin, membuat Anisa tersenyum, “ Mas, kalau kamu melihat aku seperti ini, pasti kamu tidak akan pernah merendahkanku. Tapi aku tidak mau, kamu mencintaiku karena aku terlihat cantik, aku mau, kamu mencintaiku apa adanya,” gumam Anisa sambil memandang wajahnya yang tampak dicermin. " Masyaallah kak, aku kira bidadari darimana? dan wajah kakak mirip sekali dengan Almarhumah kak Aisyah, cantik sekali," Anisa terkejut, tiba – tiba Alina muncul dibelakangnya dan melihat wajahnya, karena memang Anisa belum memakai cadarnya kembali. " Tapi kok kak Firman terlihat acuh sama kakak?" tanya Alina agak sedikit heran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN