Galen mencoba untuk bersikap bodoh amat dengan perasaan Billa kepada Andre, tetapi semakin ia bodoh amat semakin ia ingin tahu apakah Andre juga menyukai Billa, dan terlebih lagi akan ada perasaan tidak rela kalau Billa dan Andre pada akhirnya menjalin hubungan asmara, sekuat apa pun Galen melupakan Billa pada kenyataannya rasa itu tetap ada, ia masih mencintai Billa, mencintai perempuan yang kini sedang memperjuangkn orang lain, dan rasanya Galen sangat jahat kepada Ranaya kalau nyatanya ia masih menyayangi Billa dan terus memberikan harapan kepada perempuan yang lebih tua darinya itu, mungkin mulai sekarang Galen harus kebih bodoh amat lagi Billa dan Andre dan fokus pada perasaan Ranaya, ia tidak boleh egois, ia tidak boleh menyakiti wanita sebaik Ranaya.
“Gue ke toilet dulu,” pamit Andre kepada Galen yang sedari tadi hanyut pada pikirannya. Ya, sebenarnya saat ini mereka sedang jam kosong karena guru yang seharusnya mengisi pelajaran Biologi tidak bisa masuk dikarenakan sakit.
Sepeninggalan Andre ke toilet, Billa langsung mengikuti laki-laki itu dan menunggu di depan toilet, selama ini Andre selalu mengabaikannya, tidak mau berbicara dengannya, jangankan berbicara tersenyum saja enggan, setiap kali Billa mengirim pesan, Andre hanya membaca tanpa bersedia membalas. Billa masih bertanya-tanya, apakah Andre benar-benar tidak menyukainya atau hanya menjaga perasaan Galen saja?
Andre terkejut karena di depan toilet laki-laki sudah berdiri Billa yang sedang menunggunya, saat Andre hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba tangannya langsung diraih oleh Billa. “Ndre, sampai kapan lo akan menghindari dari gue?”
Andre menghempas tangan Billa dan menoleh ke arah gadis itu. “Dan lo sampai kapan mau kejar gue seperti ini terus? Gue enggak suka sama lo, Billa, dan stop kirim-kirim pesan ke gue lagi karena gue muak. Paham?”
Billa masih belum percaya dengan ucapan Andre, ia yakin kalau laki-laki itu menyukainya, ia masih terus percaya diri kalau Andre memiliki perasaan yang sama pada dirinya. “Lo enggak suka sama gue, Ndre? Kenapa lo enggak suka sama gue? Apa kurangnya gue? Padahal banyak laki-laki yang mau jadi pacar gue, tapi kenapa lo terus nolak gue, Ndre? Gue kurang cantik? Gue kurang menarik?”
Andre menghela napas kesal karena Billa yang terus saja membanggakan dirinya. “Satu, gue bukan termasuk cowok yang mengagumi perempuan hanya karena fisiknya aja. Kedua, lo tanya kekurangan lo? Lo itu terlalu percaya diri dan membanggakan diri lo sendiri itu kekurangan lo, Billa. Kelebihan yang ada pada diri kita bukan mengakui tapi diakui.”
Tiba-tiba saja Billa menarik kerah seragam Andre dan ia menempelkan bibir dirinya dengan bibir laki-laki itu dan Andre langsung terdiam seakan susah mencerna apa yang sedang terjadi saat ini dan seseorang yang baru muncul di dekat toilet itu merasa terkejut dengan apa yang terjadi depan matanya. Andre yang sudah bisa mencerna apa yang terjadi, ia langsung mendorong Billa dan melihat ke samping mereka sudah ada Galen di sana, pasti Galen sudah salah paham dengan apa yang terjadi.
“Sorry, udah ganggu, gue ke toilet yang lain aja.” Galen langsung berjalan meninggalkan mereka. Bohong kalau Galen bilang baik-baik saja setelah melihat apa yang baru saja terjadi, ada perasaan cemburu dan marah yang ia rasakan, tetapi ia sadar diri kalau Ia sudah tidak berhak untuk memiliki perasan itu, yang bisa Galen lakukan hanyalah terus bersikap bodoh amat dan seolah ia baik-baik saja atas apa yang ia lihat tadi.
Andre langsung mengejar Galen, ia ingin menjelaskan semuanya, ia menunggu Galen keluar dari toilet karena tidak ingin sahabatnya itu salah paham, ia tidak ingin persahabatannya rusak hanya karena perempuan yang bahkan Andre tidak menyukainya.
Tak lama kemudian, Galen pun keluar dari toilet itu dan ia kaget melihat Andre yang berdiri di depan pintu. “Gal, gue bisa jelasin, tadi enggak seperti yang lo lihat. Gue enggak ada hubungan apa-apa sama Billa, lo percaya kan sama gue?”
Galen menghela napas, dan berusaha terlihat biasa saja dengan semua ini padahal ia ingin sekali menonjok Andre dan mengatakan kalau Billa Cuma miliknya, tetapi ia sadar diri kalau dirinya tidak berhak atas Billa lagi. “Ndre, gue sama dia udah putus, kalau lo ada apa-apa sama dia gue enggak kenapa-napa juga, sekarang Billa bebas mau suka dan pacaran sama siapa pun, kalau lo ada perasaan sama Billa pun gue enggak masalah, santai aja, Ndre, gue enggak sejahat itu.”
Andre menatap Galen dengan tatapan menyelidik, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, baru saja kemarin Galen berusaha keras untuk mendekati Billa lagi dan sekarang ia sudah berlagak seakan dirinya sudah move on dari gadis itu. “Lo udah move on, Gal? kenapa gue enggak percaya ya? Nalar gue masih belum bisa mencerna tentang Galen yang udah bisa lupain Billa, karena kemarin lo semangat untuk dapatin Billa lagi, masa sekarang lo seakan udah move on dari dia, itu enggak masuk akal, kan?”
Galen menepuk Pundak Andre, dan terkekeh pelan. “Gue emang belum move on dari dia, tapi gue lagi berusaha keras buat lupain dia, Ndre, gue udah janji sama Ranaya kalau gue akan move on dari Billa, dan hal pertama yang harus gue lakuin adalah bersikap bodoh amat dengan Billa, apa pun yang Billa lakuin itu enggak ada hubungannya sama gue lagi, kan?”
Andre menyipitkan matanya mencoba mencari kebenaran. “Sebentar, lo bilang kalau lo udah janji sama kakak gue, tunggu, jadi ada hubungan apa antara lo dan kakak gue?”
Galen langsung merangkul Pundak Galen dan mengajaknya keluar dari toilet. “Kepo lo ya.”
“Apa lo calon kakak ipar gue?” tanya Andre memastikan, mungkin saja pikirannya benar kalau Galen dan Ranaya memiliki hubungan khusus. “Gue enggak akan larang hubungan kalian kalau itu emang terjadi, tapi yang gue minta adalah jangan pernah sakiti Kak Ranaya, kalau sampai itu terjadi persahabatan kita akan hancur dan gue akan hajar lo sampai mampus, paham kan?”
“Ih, adik yang posesif, lo tenang aja gue pasti akan jaga dan lindungi Ranaya. Ya lo tahu sendiri kan kalau gue sama Ranaya juga udah dekat dari dulu.”
Andre mengernyitkan keningnya. “Tapi kenapa kakak gue mau sama bocah ingusan kayak lo sih, padahal dia banyak yang suka lho, tapi malah mau sama bocah gagal move on kayak lo. Lo pellet kakak gue ya? Ngaku lo!”
Galen langsung menoyor kening Andre. “Enak aja, kalau ngomong sembarangan, pesona gue kan emang luar biasa, jangankan Ranaya, nenek lo aja pasti suka sama gue.”
“Nenek gue udah meninggal by the way.”
Galen jadi ngeri membayangkan neneknya Andre yang sudah meninggal menyukainya, seram juga, berasa ada horror-horrornya.
Andre langsung tertawa dan kedua sahabat itu langsung ke kelas untuk mengikuti pelajaran berikutnya karena sebentar lagi akan dimulai.
***
Seperti biasa, selain sekolah rutunitas yang Galen lakukan akhir-akhir ini adalah menjemput Ranaya, ia senang melakukan hal itu. Ia merasa memiliki sosok sahabat, pacar, kakak, dan bahkan seorang ibu pada diri Ranaya, setelah perempuan itu duudk di atas motornya, Galen langsung menuntun tangan Ranaya untuk memeluk perutnya, dan hal itu membuat Galen tersenyum simpul sedangkan Ranaya malu-malu, tentu saja ia tidak bisa menyembunyikan raut meronanya atas perlakuan Galen yang manis.
“Modus banget bocah yang satu ini,” ujar Ranaya tetapi posisi tangannya masih melingkar pada perut Galen.
“Enggak apa-apa dong sama pacar sendiri,” jawab Galen, saat ini motor Galen sudah meninggalkan area kampus Ranaya, dan mengeliling area Jakarta ke mana pun. Keliling kota dengan gadis special percayalah amat sangat menyenangkan.
Ranaya terkejut dengan kata pacar, itu artinya Galen sudah menganggap kalau hubungan mereka lebih dari seorang teman, “Pacar? Sejak kapan kita pacaran, Galen? Bahkan kamu enggak nembak aku lho.”
Galen terkekeh pelan. “Cie aku kamu sekarang, baiklah kita ubah panggilan kita ya, jadi aku kamu, biar lebih romantis dan mesra.”
Ranaya memukul Pundak Galen pelan. “Ih, Galen, kamu belum jawab pertanyaan aku lho.”
Galen mengernyitkan keningnya dan melihat wajah Ranaya yang sudah merengut di balik kaca spion, benar-benar menggemaskan. “Pertanyaan yang mana?”
“Au ah bete.” Ranaya pun lagsung melepaskan pelukannya dan Galen pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menarik gas motornya dengan kencang dan refleks Ranaya Kembali memeluk Galen. “Ih, Galen, kamu itu senagaja banget.”
“Makanya jangan lepas pelukan kamu.”
Akhirnya Ranaya tetap apda posisinya dan ia sama sekali tidak mau mengeluarkan suara lagi, ia masih kesal dengan kelakuan bocah SMA itu. Sepanjang jalan tidak ada lagi suara obrolan di antara Ranaya dan Galen, hingga motor besar itu pun berhenti di depan sebuah danau yang lumayan jauh dari pusat kota.
Galen pun langsung menuntun Andre turun dari motornya dan mereka langsung berjalan ke arah danau. Sedari tadi Ranaya masih bungkam, ia belum mengeluarkan sepatah kata pun.
Setelah mereka berdiri di pinggir danau, Galen pun langsung meraih tangan Ranaya, membuat perempuan itu refleks menoleh ke arah Galen yang sedang menatapnya dengan tatapan intens. “Nay …,” kini posisi mereka sudah saling berhadapan dengan tangan Ranaya yang terus ada di genggaman Galen. “Sorry, aku yang gantungin hubungan kita dan seakan memberikan harapan sama kamu padahal nyatanya aku masih menyayangi mantanku, tapi kamu tenang aja, mulai hari ini aku berhasil mengatasi perasaanku sendiri, aku bahkan bisa baik-baik aja melihat Billa dengan cowok lain, aku enggak mau sakiti kamu, makanya dengan sebisa mungkin aku akan menepati janjiku untuk move on dari dia.”
Ranaya masih diam saja, ia menunggu inti dari perkataan Galen sore ini. “Mulai sekarang kita jadian ya, sekarang kita pacaran, aku cowok kamu, dan kamu cewek aku. Oke?”
Ranaya mengerucutkan bibirnya. “Ih nyebelin, kenapa kamu enggak nembak aku.”
“Buat apa? Kamu kan udah pasti terima aku.”
“Ih percaya diri banget.”
Galen terkekeh pelan dan langsung memeluk Ranaya. “Kita harus sama-sama sampai selamanya ya.”
Ranaya membalas pelukan Galen. “Kamu jangan nakal.”
“Kamu juga enggak boleh nakal.”
Galen pun melepaskan pelukannya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Ranaya, bibir laki-laki itu menyapu bibir perempuan di hadapannya dengan lembut, dan menuntun perempuan itu untuk membalasnya. Laki-laki itu langsung melepaskan ciumannya. “Ini yang pertama buat kamu?”
Dengan malu-malu Ranaya mengangguk.
Galen mengacak pelan rambut Ranaya. “Nanti aku ajarin ya pelan-pelan.”
“Yang diacak-acak rambut tapi yang berantakan hati,” gumam Ranaya dalam hati.
***