Bab 3

1020 Kata
"Gue mau traktir kalian berdua, pesan apa aja," ujar Gevan kepada dua perempuan yang ada di hadapannya yang tak lain adalah Ranaya dan Mita, sahabatnya dari semester satu. Mita menatap cowok itu dengan menyelidik. "Anak kost medit macam lo tumben baik." "Gue pacarin anak SMA yang tajir melintir, lumayan bisa gue porotin." "Jangan-jangan mobil gue, lo pakai buat antar-jemput dia?" tebak Ranaya. Gevan mengangguk. "Iya dong, 'kan nggak mungkin antar-jemput dia pakai motor matic gue, jadi mobil lo yang gue pinjam." "Nggak modal," sindir Mita. "Ye biar aja, gue ketemu dia seminggu yang lalu di kafe, dia kayak lagi galau gitu, yaudah gue samper kebetulan dia juga duduk sendiri. Gue ajak ngobrol dan dia responnya baik, yaudah gue minta nomor WhatsAppnya, dan dua hari yang lalu gue tembak dia dan langsung diterima. Kurang lucky apa coba sahabat kalian ini." Ranaya dan Mita sudah bosan mendengar kisah cinta Gevan, sebab cowok asal Bandung ini dari semester satu hobi sekali gonta-ganti cewek dan belum ada yang diseriusin, memang wajahnya tampan dan postur tubuhnya yang cukup bagus. Siapapun mengakui kalau orang Bandung kebanyakan memang tampan-tampan dan cantik-cantik. Mita sudah beranjak dari tempat duduknya untuk memesan makanan di kantin itu. Seperti biasa, Ranaya dan Gevan tinggal menunggu makanannya datang. "Serius, Gev. Lo udah banyak sakiti hati cewek, lo bukan bocah lagi yang harus main-main sama cinta." "Gue 'kan masih nunggu lo, Nay." Gevan memamg terkenal playboy tapi dia tidak pernah main-main akan ucapannya, dia menyukai Ranaya sejak pandangan pertama, tapi Ranaya lebih nyaman kalau Gevan menjadi sahabat bukan pacar. "Lo tahu 'kan, gue nggak pernah serius sama mantan-mantan gue, atau sama yang sekarang karena gue cuma maunya serius sama lo doang, Nay." "Sok ngomong serius, boker aja masih nyangkut di celana." "Sialan." Selalu seperti itu, jika Gevan sudah membahas tentang hatinya, Ranaya akan membalas dengan candaan. ♡♡♡  Yang namanya sahabat, kalau sudah nyaman tidak akan berpaling sama sahabatnya, walau seburuk apapun sahabat kita. Begitulah yang terjadi antara Sisil dan Billa. Mereka sudah bersahabat dari kelas tujuh sampai sekarang. Sisil cukup sabar menghadapi sifat Billa yang menyebalkan, egois dan seenaknya sendiri. Meski begitu, Sisil tidak pernah menuntut Billa agar menjadi sahabat yang sempurna, karena pada dasarnya manusia di dunia ini tidak ada yang berhati malaikat. Sebaik apapun manusia pasti memiliki sisi buruk dan begitupun sebaliknya, makanya jangan menilai seseorang dari satu sisi saja. Sore ini, setelah pulang sekolah Sisil main ke rumah Billa. Seperti biasa, Sisil akan mengobrak-abrik rak n****+ milik Billa. n****+ dari keluaran lama hingga terbaru, dan dari berbagai maca penulis sudah tersusun rapi di rak itu. Setelah mendapatkan n****+ yang diinginkannya, Sisil ikut rebahan di samping Billa yang sedang memainkan ponsel. "Bil, gue mau tanya sama lo?" Pandangan Sisil tidak terlepas dari deretan huruf di n****+ yang ia pegang. "Apa?" Sisil menutup novelnya, lalu menoleh ke arah Billa. "Lo balikan sama Galen?" "Iya." Kemudian Billa menoleh. "Mulai keponya." "Kok bisa?" "Dia maksa, lagian nggak ada salahnya kan balikan sama mantan." Sebenarnya selama ini Sisil cukup peka dengan keadaan Billa, ia hanya diam, tidak ingin ikut campur, tapi sekarang Sisil semakin penasaran dan tidak bisa mengendalikan dirinya untuk tidak bertanya. "Bil, yang gue perhatiin selama satu tahun lo jadian sama Galen, lo nggak benar-benar sayang Galen, 'kan?" Billa tersenyum tipis. "Ternyata lo peka." "Terus kenapa lo jadian kalau nggak sayang?" "Karena Rani dan Salsa suka sama Galen." Sisil semakin tidak mengerti kenapa Billa melakukan itu. "Rani dan Salsa ngaku sahabat kita, tapi dia nggak pernah bantu kita." "Maksud lo?" "Setiap ada tugas, mana mau mereka bagi-bagi ke kita, jangankan bagi, ajarin caranya aja mereka nggak mau. Terus pas ulangan, kalau dipanggil pura-pura b***k. Gue awalnya masih biasa tapi makin lama gue kesal, dan pas mereka cerita kalau mereka suka Galen, di situ gue punya ide buat sakiti hati mereka lewat Galen. Dan lo ingat gimana sakitnya hati mereka, saat cowok yang mereka suka justru jadian sama gue." Sisil tertegun. "Jadi lo manfaatin Galen buat bikin mereka sakit hati? Padahal lo sendiri nggak pernah suka sama Galen?" "That's right, dan masalah pertemanan kita dengan mereka yang udah renggang gue nggak sedih sama sekali, gue justru bersyukur udah nggak dekat lagi sama manusia macam begitu." Sisil tersenyum getir. "Bil, yang lo lakuin itu jahat, lo sakiti Galen untuk puasin hasrat lo doang." "Apa salahnya? Toh, Galen mau-mau aja dia jadi pacar gue." "Cuma itu alasan lo jadi pacarnya Galen?" Billa menarik napas. "Sebenarnya ada hal lain, gue pikir pacaran dengan cowok lain bisa buat gue move on, dan ternyata gue salah, rasa sialan itu tetap ada." "Lo suka sama siapa?" Cukup gue yang tahu, lo nggak perlu tahu. Biarkan rasa itu gue pendam sendiri, terbang bersama asa yang mustahil untuk terbalas. "Bukan urusan lo." "Oke, gue pulang. Selamat lo udah jadi pemenangnya." Sisil meletakkan n****+ itu, lalu bangkit dari kasur tersebut. Sisil kali ini benar-benar marah, dia bukannya membela Galen. Hanya saja, apa yang dilakukan Billa ini keterlaluan, memanfaatkan rasa sayang yang tulus dari seseorang untuk kepuasan dia sendiri. ♡♡♡ Andre Kenandra : Woi, sini ke rumah. Gue udah beli PS baru, mabar kuy Kalau tidak ingat perjanjiannya dengan Billa, sudah pasti sekarang Galen langsung on the way rumah Andre, tempat yang menjadi favoritnya semenjak SMA ini, apalagi di sana dia bisa godain Ranaya yang galak, godain dalam artian buat Ranaya kesal. Itu menjadi hiburan tersendiri buat Galen. Galen langsung mengetikkan balasan. Lain kali aja, lagi males Tak lama kemudian muncul notifikasi chat dari Sisil. Galen mengernyitkan keningnya, karena Sisil jarang, bahkan tidak pernah chat dirinya kalau tidak ada yang penting. Sisilia Maharani : Gal, sebelum lo sakit terlalu dalam. Mending lo lepasin Billa. Dia nggak benar-benar sayang sama lo. Dia cuma jadiin lo alat pemuas hasrat dia doang Galen tidak membalasnya, justru langsung menghapus pesan tersebut. "Mabuk ini anak," gumamnya. ♡♡♡ "Nay, pinjam mobil lagi dong." Gevan sekarang sedang membujuk Ranaya agar mau meminjamkan mobilnya untuk ajak jalan Billa malam ini. Ranaya menggeleng. "Ogah, pacaran itu modal." "Ini gue mau cari modal, gue ajak dia jalan, terus minta dibelikan jam." "Sinting lo! Lo pacarin anak orang cuma mau morotin doang." "Pacaran nggak perlu pakai hati yang penting puas." "Makin stress lo, udah gue pulang."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN