Wisnutama Narendra dikenal ramah dan supel. Berbeda dengan Ryandra Algantara dan Adriel Dirgantara yang pendiam dan selalu terlihat serius. Wisnu memilih bersikap tegas disaat-saat tertentu misalnya saat ada kesalahan dalam pekerjaan anak buahnya atau ada ketidaksesuaian dalam ritme kerja divisinya. Selebihnya Wisnu bersikap bersahabat. Bahkan terlalu bersahabat karena pria itu mudah dekat dengan siapapun dan dengan mudah membahas apapun.
Tidak ada yang berubah atau diubah dari ruang divisi bisnis analis sepeninggal Adriel Dirgantara kemudian berganti Wisnutama Narendra. Ruang Divisi itu masih tetap sama. Terdiri dari tiga lapis ruangan. Ketika pintu pertama dibuka maka akan ditemui meja para staff masing-masing lini usaha lalu ada sebuah pintu yang menuju ruangan manager para lini usaha dan paling dalam adalah ruangan kepala divisi mereka. Ruangan ini ruangan baru yang mereka tempati semenjak kepimpinan Adriel Dirgantara.
Pekerjaan mereka semakin banyak karena semakin besar Algantara Group ditambah lagi Reins yang bergabung dengan Algantara. Algantara mulai merambah pasar internasional dengan melakukan ekspor barang mereka. Hal ini yang membuat Algantara harus semakin pandai mencari peluang dan melakukan inovasi dalam berbagai usaha untuk mengikuti perkembangan zaman dan setiap tahun akan ada rapat kerja tahunan yang melibatkan para kepala divisi dan manager setiap divisi.
Tahun ini pertama kalinya Wisnu mengikuti rapat tahunan Algantara ditemani keempat anak buahnya. Wisnu duduk berjejer dengan anak buahnya. Bayu, Emily, Langit dan Hilman. Kelimanya mengikuti acara rapat kerja tahunan dengan fokus bergabung dengan para divisi lainnya.
Sementara itu di barisan paling depan ada Ryandra Algantara, Reiner Algantara, Gilang Algantara lalu disusul para pemilik saham yang menanamkan modalnya di Algantara Group. Semua berkumpul untuk membicarakan kinerja mereka yang sudah berjalan dan rencana kerja dan fokus satu tahun kedepan.
Rapat itu berlangsung layaknya jam kerja dari jam delapan pagi dan berakhir jam lima sore. Terbagi dari beberapa sesi pemaparan dan diskusi. Ada juga sesi laporan dan tanggung jawab tiap divisi. Serangkaian acara yang jelas menghabiskan banyak energi. Dari divisi bisnis analis, Emily sisa satu-satunya orang yang masih duduk di kursinya. Bayu, Hilman dan Langit memilih langsung pulang ketika acara rapat tahunan hari ini selesai. Masih ada dua hari kedepan dan ketiganya memilih pulang cepat untuk menyimpan energi.
Sementara kepala divisi bisnis analis sudah terbang bertemu dengan rekan-rekan kepala divisi lainnya. Emily membereskan barang-barangnya dan berjalan meninggalkan ruang rapat yang menggunakan ruangan pertemuan besar yang biasa digunakan.
Emily berjalan lurus ke arah lift dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki kemudian seseorang datang menyusulnya membuat Emily terkesiap kaget.
“Kenapa enggak tunggu saya pulang?” Wisnu tiba-tiba muncul disebelah Emily.
Emily menahan diri untuk tidak merotasi bola matanya. “Kenapa saya harus nungguin bapak pulang?”
Wisnu tertawa mendengar pertanyaannya justru dibalas pertanyaan lain oleh Emily, “Kalau orang bertanya itu harusnya kamu menjawabm Ly. Tidak ada pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan lain.”
Emily menghela nafas panjang, “Ada. Saya orangnya.”
Lift terbuka dan Emily pun spontan masuk dan Wisnu dengan cepat mengikuti Emily. Ketika lift tertutup, Wisnu menoleh menatap Emily, “Apa kamu tahu dari tadi Lukman menatap kamu dengan tatapan rindu? Kalian belum juga ada pergerakan?”
Emily spontan menatap sengit Wisnu, “Saya sudah bilang sama Bapak untuk tidak campur urusan saya dan Mas Lukman. Apapun yang terjadi pada kami bukan urusan Bapak.” Emily berucap dengan nada tegas dan jelas ada kemarahan dan rasa tidak suka disana.
Wisnu bukannya marah atau tersinggung tapi malah tersenyum hangat pada Emily membuat Emily malah mengerutkan alisnya heran, “Saya tidak bisa. Saya sudah berusaha untuk tidak ikut campur tapi melihat kamu dan Lukman rasanya saya tidak bisa diam.”
Emily tidak menahan diri lagi kali ini. Emily merotasi bola matanya karena jengah. Emily sudah bersiap kembali menanggapi ucapan Wisnu namun ponselnya bergetar. Emily mengeluarkan ponselnya dan melihat panggilan yang masuk ke dalam ponselnya.
Wisnu dengan penasaran ikut melihat ponsel Emily lalu sebuah seringai muncul di wajah Wisnu, “Saya sudah duga kalau Lukman dari tadi memperhatikan kamu jadi saya sengaja datengin kamu.”
Ucapan Wisnu spontan membuat Emily menoleh menatap Wisnu.
“Semakin saya sering mendekati kamu pasti akan semakin sering Lukman mendatangi kamu. Saya hanya ingin kalian menyelesaikan hubungan kalian,” Wisnu berucap dengan nada serius.
Emily spontan menggelengkan kepalanya karena takjub dengan kekeraskepalaan Wisnu. Atasannya ini sepertinya benar-benar suka ikut campur dalam urusan orang lain. Emily yang sudah lelah dengan rapat kerja tahunan Algantara pun memilih memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya, mengabaikan Wisnu dan langsung keluar begitu pintu lift terbuka di lantai lobby. Emily berjalan menuju lobby. Emily harus segera pulang karena ia belum siap bertemu dengan Lukman lagi dan berbicara berdua dengan pria itu. Namun rencana tinggal Rencana saat Emily mendengar Lukman memanggil dirinya.
Emily berhenti melangkah dan menoleh bertepatan dengan Lukman yang sudah berada dihadapannya.
"Kamu sudah mau pulang?" Lukman bertanya pada Emily dan mengabaikan keberadaan Wisnu yang berada di dekat mereka.
Emily spontan mengangguk.
"Pulang bareng aku, ya? Ada yang mau aku bicarakan dengan kamu." Lukman berucap pada Emily dengan nada memohon.
Emily terdiam. Ia belum siap berbicara dengan pria dihadapannya. Hatinya masih bimbang untuk menjawab permintaan Lukman waktu itu.
Wisnu dengan cepat menyadari situasi Emily dan bukan Wisnu namanya kalau ia tidak melakukan sesuatu seenaknya. Wisnu tiba-tiba masuk dalam percakapan Emily dan Lukman lagi, "Maaf , Lukman. Saya dan Emily tapi sudah ada janji."
Emily menoleh ke arah Wisnu dan Wisnu dengan santai tersenyum.
"Em..." Lukman memanggil Emily perlahan.
Emily menghela nafas panjang, "Maaf, Mas. Saya memang sudah ada janji dengan Pak Wisnu."
Senyum lebar penuh kemenangan kembali menghiasi wajah Wisnu setelah mendengar jawaban Emily barusan dan dengan santainya Wisnu pamit meninggalkan Lukman yang masih menatap Emily dengan tatapan kecewa akan pilihan wanita itu dan Wisnu dengan santai mengenggam tangan Emily lalu menarik Emily mengikutinya menuju mobilnya yang terparkir di parkir dekat dengan lobby Algantara. Emily tidak melakukan perlawanan apapun. Semua perlakuan Wisnu pada Emily tidak lepas dari pandangan Lukman.
Saat Emily sadar bahwa tangannya digenggam oleh Wisnu, Emily sudah menoleh pada Wisnu hendak melancarkan protesnya namun pria itu malah berbisik ke arah telinga Emily, “Lukman ada di belakang kita dan kalau kamu menolak saya sekarang, saya pastikan Lukman akan segera mendatangi kamu. Saya yakin kamu punya alasan kenapa kamu malah menghindari pria itu, kan?”
Emily pun spontan kaget karena Wisnu menyadari kalau dirinya menghindari Lukman. Emily memang menghindari Lukman karena Emily merasa belum siap berbicara dengan Lukman lagi maka dari itu Emily menghindari Lukman. Emily masih bingung dengan perasaannya sendiri. Ia takut Lukman mau berjuang hanya karena ada Wisnu yang mendekatinya, nanti saat Wisnu menghilang, apa Lukman akan tetap berjuang untuk hubungan mereka atau malah kembali mundur dan meninggalkan Emily lagi seperti di masa lalu?
Emily pun memilih mengikuti Wisnu sambil sibuk dengan isi kepalanya sendiri. Wisnu sendiri menyadari apa yang terjadi pada Emily. Emily kaget akan ucapannya tadi jadi tebakannya tadi jelas tepat. Wisnu hanya menebak-nebak dan ternyata tebakannya tepat. Wisnu menebak dari gerak-gerik Emily. Rasa penasaran pun semakin menggelayuti Wisnu. Wisnu pun menatap Emily lekat-lekat, Ia ingin sekali bertanya mengenai apa yang sebenarnya ada di dalam kepala Emily saat ini. Wisnu ingin sekali bertanya alasan Emily menghindari Lukman. Bukankah seharusnya Emily bahagia dengan ajakan Lukman? Apa yang sebenarnya sudah terjadi di masa lalu keduanya?
Namun semua pertanyaan itu ia simpan dalam hatinya. Wisnu memilih menyalakan mesin mobilnya dan membawa Emily pergi dengan segera sebelum wanita itu berubah pikiran. Wisnu akan mencoba mencari waktu dan tempat yang tepat untuk mengetahui apa yang Emily pikirkan demi mengenyahkan rasa penasaran yang menggelayuti dirinya.
Sepanjang jalan Emily hanya diam. Emily sibuk dengan apa yang ada di dalam kepalanya sehingga wanita itu tidak sadar kemana Wisnu membawanya pergi. Wisnu sendiri menyadari bahwa Emily sedang memikirkan Lukman. Wanita yang ada di sebelahnya hanya diam dan berkali-kali Wisnu menoleh menatap wanita itu, namun Emily masih tetap diam. Wanita itu melamun dan tidak bergerak sama sekali. Wisnu pun menghela nafas panjang dan berpikir cepat. Wisnu membawa Emily ke sebuah cafe. Wisnu melihat Emily lebih banyak diam dan entah mengapa cafe ini yang terlintas di dalam kepala Wisnu.
"Di cafe ini ada sebuah ice cream yang cukup enak. Saya rasa makanan manis bisa memperbaiki suasana hati," Wisnu berucap ketika keduanya masih di dalam mobil dan Wisnu baru saja selesai memarkirkan mobilnya.
Emily yang sedari tadi sibuk dengan lamunannya pun terkesiap kaget. Emily menoleh ke arah Wisnu yang kini sedang tersenyum menatapnya kemudian spontan mengitarkan pandangannya ke sekelilingnya.
"Saya heran kenapa kamu suka sekali melamun. Melamun itu tidak baik karena kamu tidak tau apa yang terjadi di dunia nyata saat kamu sibuk dengan isi kepala kamu itu," Wisnu berucap dengan santai sambil bersiap untuk keluar dari dalam mobil.
Emily mendelik menatap kesal Wisnu dan memilih langsung keluar dari dalam mobil. Emily menatap sebuah bangunan yang berada di hadapannya saat ini. Sebuah cafe dengan bangunan minimalis berwarna coklat. Emily pun masuk ke dalam bangunan itu dan begitu ia masuk, tidak jauh dari pintu masuk terdapat sebuah showcase besar yang berisi berbagai jenis ice cream. Emily pun dengan penuh minat memandangi berbagai jenis ice cream yang ada dan melupakan keberadaan Wisnu.
Wisnu pun tersenyum spontan melihat perubahan suasana hati Emily. Wanita yang tadinya murung itu kini sudah berubah antusias karena ice cream. Rasanya memang tidak ada yang tidak menyukai ice cream. Ice cream adalah makanan yang mampu membuat suasana hati menjadi baik. Wisnu pun mengikuti Emily.
Emily sibuk memilih ice cream yang ia inginkan hingga mencoba beberapa ice cream dan pada akhirnya pilihan Emily jatuh pada ice cream pistachio dan pure vanilla. Wisnu pun terdiam melihat pilihan Emily namun keterdiaman itu tidak berlangsung lama karena saat Emily hendak membayar, Wisnu pun dengan cepat menyerahkan kartu miliknya, "Saya juga mau pesan. Jadi biar sekalian saya yang bayar."
"Terima kasih tapi saya bayar punya saya sendiri saja, Pak." Emily berusaha menolak dengan sopan.
Wisnu menggelengkan kepalanya dengan tegas dan menatap kasir agar mengambil kartu miliknya lalu memesan ice cream yang sama dengan yang Emily pesan. Emily pun mengerucutkan bibirnya karena sang kasir memilih menerima kartu milik Wisnu. Selesai melakukan p********n keduanya duduk di sebuah kursi kosong dan Emily langsung mengucapkan terima kasih pada Wisnu.
"Saya lebih senang kalau ucapan terima kasih kamu itu dengan mengurangi kebiasaan kamu melamun. Saya sudah mendapati kamu beberapa kali melamun. Kalau saya memiliki niat jahat sama kamu, kamu pasti sudah tidak selamat karena kamu banyak melamun, Ly." Wisnu dengan santai menjawab ucapan terima kasih Emily sambil menyantap ice cream miliknya.
Emily pun menatap Wisnu santai, "Kalau bapak melakukan kejahatan gampang aja, saya tinggal lapor ke polisi. Saya tau jelas kalau bapak itu karyawan Algatara, bapak akan ditangkap, mendapat hukuman dan urusan selesai."
Wisnu pun merotasi bola matanya mendengar ucapan Emily, "Tidak bisa semudah itu. Kamu suda rugi karena mendapat perlakuan jahat. Melaporkan saya ke polisi dan membuat saya mendapat hukuman tidak akan menghapus kenyataan kalau kamu sudah terluka karena perbuatan saya, kan?"
Emily terdiam mendengar ucapan Wisnu. Ucapan Wisnu seakan bermakna ganda ditelinga Emily saat ini. Emily pun menatap Wisnu lekat-lekat, "Boleh saya bertanya sesuatu sama Bapak?"
Wisnu pun menatap Emily seakan menunggu pertanyaan wanita yang ada dihadapannya itu, "Kenapa bapak ikut campur dalam urusan saya dan Mas Lukman?"