Roller coaster

2000 Kata
Emily gelisah. Emily tidak berhenti bergerak merubah posisinya diatas tempat tidur. Ucapan Kafka tadi berhasil membuat Emily mendadak tidak mampu memejamkan mata. Ini kedua kalinya pria itu membuatnya kaget dan kali ini Kafka mengungkapkan perasaannya lebih jelas dari kemarin. Kafka menyukainya. Emily bingung sendiri dengan apa yang terjadi saat ini. Mendadak perut Emily merasa mulas memikirkan apa yang sedang terjadi. Emily baru saja dihubungi mamanya yang mau menjodohkannya karena sudah waktunya menikah, ada Lukman yang tiba-tiba mendekatinya lagi dan berusaha mengajaknya untuk kembali bersama dan berjuang untuk cinta mereka dan sekarang ada Kafka yang tiba-tiba mengaku bahwa pria itu menyukai dirinya. Woah... Bukankah jalan cerita hidup Emily sedang berada di dalam roller coaster? Ahh.. Emily lupa.. Masih ada satu lagi pria aneh plus kepo yang ingin ikut campur dalam urusannya dengan Lukman. Memikirkan semua itu membuat perut Emily semakin mulas jadinya. Keesokan harinya Emily bangun kesiangan akibat tidak mampu memejamkan matanya. Emily dengan terburu-buru bersiap dan berlari menuju lift dan ketika di dalam lift Emily kembali bertemu dengan Kafka. "Lo baru mau berangkat?" Kafka bertanya ketika masuk ke dalam lift. Emily meringis sambil mengangguk, "Gue kesiangan. Elo baru mau berangkat?" Kafka balik mengangguk, "Gue masuk agak siang karena Pak Adriel hari ini cuti jadi hari ini gue agak lega dikit." Emily hanya mengangguk pelan, Emily teringat akan cerita Mila mengenai Arinka, adik ipar Mila yang akan melaksanakan pertunangan mereka dan mungkin Adriel cuti untuk persiapan acara itu. Emily pun langsung pamit begitu pintu lift terbuka karena ia terburu-buru. Namun Kafka mengejar Emily, "Ayo, Gue anter biar cepet. Kalo naik taksi elo bisa telat. Gue anter naik motor gue." Emily langsung mengangguk, naik motor jelas lebih cepat dan ia sedang butuh cepat karena tidak ingin terlambat masuk dengan waktunya yang mepet ini. Emily akhirnya berangkat diantar oleh Kafka. Sesampainya di depan kantor Algantara, Emily dengan cepat membuka helm yang ia pinjam dari Kafka dan melambaikan tangannya pamit pada Kafka dengan segera. Kafka tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Emily. Kafka sendiri tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Emily pagi ini dan melihat dari kepanikannya jelas ia tidak bisa membiarkan Emily seorang diri dan memastikan Emily sampai dengan selamat di kantornya membuat Kafka merasa lebih lega. Kafka sering mendengar cerita tentang Emily dari Mila saat istri Adriel itu berbicara dengan suaminya dan ia secara tidak sengaja berada disana. Seringnya mendengar cerita tentang sosok Emily membuat Kafka sedikit banyak mengenal wanita itu dan ketika keduanya berkenalan secara langsung, Kafka langsung jatuh cinta pada sosok Emily. Namun apa yang Emily jalani tidak mudah. Kafka sudah mendengar semua cerita tentang Emily dan Lukman. Kafka pikir ia hanya perlu menunjukkan perasaannya namun Emily tidak peka sehingga ia memilih mengucapkannya secara terang-terangan. Mungkin setelah ini ia akan meminta jawaban Emily atas pengakuannya kemarin saat situasi dan kondisi memungkinkan tentunya. Di tempat lain, pagi-pagi betul Lukman kembali menginjakkan kakinya di bandara Soekarno Hatta. Lukman dengan cepat menuju tempat taksi lalu menuju kantor Algantara. Lukman bekerja seperti biasanya. Lukman mengatur jadwal Ryandra Algantara dan segala hal yang berkaitan dengan bosnya itu. Tepat ketika jam dua belas siang, Lukman berjalan dibelakang Ryandra Algantara hendak pergi menuju tempat meeting mereka selanjutnya yang akan dimulai jam satu siang nanti. Fokus Lukman masih tertuju pada Ryandra hingga sebuah pemandangan membuyarkan fokusnya. Lukman melihat Emily bersama dengan Wisnu. Keduanya nampak hendak pergi ke luar bersama. Lukman seorang pria biasa. Seorang pria bisa dengan mudah mengenali pesaingnya dan bagi Lukman, Wisnu adalah saingannya. Mungkin Emily tidak sadar tapi Lukman sadar betul bahwa Wisnu berusaha mendekati Emily dan Lukman tidak akan membiarkan hal itu. Penolakan Ibunya kemarin tidak mematahkan semangat Lukman. Lukman sudah meyakinkan diri bahwa ia hanya perlu berusaha lebih keras lagi. Ia hanya perlu membiarkan Ibunya tenang dan berpikir. Lukman tidak pernah meminta apapun dan kali ini Lukman meminta Ibunya untuk sekedar memberi restu karena Emily adalah hidupnya dan semakin hari Lukman semakin menyadarinya saat ia melihat Wisnu semakin intens berada di dekat Emily. *** Bisa kita bicara setelah pulang kantor? Emily menghela nafas panjang melihat pesan yang masuk dari Lukman ke dalam ponselnya. Emily baru saja selesai meeting bersama dengan timnya dan Wisnu. Mereka semua melakukan market research diluar kantor. Seharusnya hanya Emily dan dua orang timnya namun tiba-tiba Wisnu ikut dalam rencana ini. "Ly, ada lagi?" Wisnu bertanya sambil menyentuh lengan Emily. Emily yang terkesiap kaget pun dengan cepat memasukkan lagi ponselnya ke dalam tasnya dan menatap Wisnu, "Maaf, gimana, Pak?" Wisnu tersenyum lembut pada Emily, "Apa ada lagi agenda kamu? Kalau sudah tidak ada bisa kita kembali? Saya pikir kita tinggal finalisasi saja dan biarkan mereka merampungkan semuanya hari ini." Emily pun berusaha fokus dengan pekerjaannya dan memikirkan ucapan Wisnu, "Sudah tidak ada, Pak." Wisnu mengangguk tegas dan langsung mengambil alih koordinasi. Wisnu dengan cekatan membagi tugas dan dengan cepat anak buah Emily merespon dan pamit pada Emily dan Wisnu. Sepeninggal anak buahnya Wisnu mengajak Emily, "Kita juga harus kembali ke kantor segera. Kamu perlu mengerjakan bagian kamu juga, Ly." Emily mengangguk patuh. Wisnu menggelengkan kepalanya pelan. Wisnu ingat akan kemarahan Emily saat ia mengakui bahwa ia mendengar percakapan wanita itu dengan Lukman. Wisnu mendadak panik melihat wanita itu malah memasang wajah datar. Namun kalau Wisnu masih terus menekan Emily maka bisa dipastikan Emily akan semakin marah padanya dan ada sudut hatinya yang tidak menginginkan itu. Emily seakan memiliki magnet yang bisa membuat Wisnu selalu ingin berada di dekat wanita itu. Wisnu masih tidak mengerti dengan jalan pikiran Emily dan hal itu yang membuat Wisnu merasa penasaran. Wisnu dan Emily hendak menuju parkiran ketika wanita bernama Carissa yang Emily ingat betul kembali datang dan berdiri dihadapannya dan Wisnu dengan tatapan menyalang. "Kamu blokir aku tapi kamu jalan sama perempuan ini, Tam?" Suara Carissa yang cukup nyaring jelas menarik perhatian orang-orang dan Emily benci berada disituasi ini. Emily menatap Wisnu, "Maaf, Pak. Saya permisi duluan." Wisnu menatap tajam Emily, "Kita ke kantor sama-sama." Wisnu menatap Carissa dengan tatapan lebih tajam dan jelas ada kemarahan disana, "Jangan membuat gaduh, Ris. Kita sama-sama tau kalau saya tidak tertarik dengan rencana kedua orang tua kita. Jangan mengejar saya karena jawaban saya akan tetap sama dan tidak perlu melibatkan orang lain karena tanpa ada orang lain pun jawaban saya dari dulu sudah jelas. Saya menolak." Carissa mengepalkan kedua tangannya, "Tapi Nadira meminta aku untuk menjaga kamu." Wajah Wisnu semakin mengeras, urat-urat di leher Wisnu terlihat jelas, "Saya tidak mendengar wasiat yang kamu sebutkan. Tidak ada yang bisa membuktikan ucapan kamu benar." Carissa mengepalkan tangannya dan hendak mengucapkan kalimatnya namun Wisnu sudah menggenggam tangan Emily dan menarik Emily mengikutinya meninggalkan Carissa. Bertemu dengan Carissa adalah mimpi buruk bagi Wisnu. Wanita itu selalu berhasil membuatnya jengkel. Emily yang ditarik-tarik oleh Wisnu berusaha mengejar langkah pria itu. Wisnu mengabaikan Carissa yang berusaha mengejar dan berusaha menghentikan langkah Wisnu, Wisnu dengan cepat melewati wanita itu. Wisnu dengan cepat masuk ke dalam lift yang kebetulan sedang terbuka dan dengan cepat menutupnya membuat Carissa tidak bisa mengejar mereka lagi. Wisnu melepaskan tangannya yang sedang menggenggam tangan Emily dan mengusap wajahnya dengan gerakan kesal. Emily hanya diam dan mengikuti langkah kaki Wisnu yang sedang melangkah ke mobilnya. Wisnu masuk ke dalam mobilnya dan Emily lagi-lagi hanya mengikuti pria itu. Wisnu menghela nafas panjang berusaha meredakan emosinya yang tadi bergejolak. Wisnu menatap Emily dengan tatapan menyesal, "Saya minta maaf kamu kembali jadi sasaran Carissa lagi. Wanita itu memang gila." Emily hanya diam sambil mengangguk pelan. Ia tidak mau ikut campur soal urusan pribadi Wisnu. Emily sendiri masih kesal karena Wisnu ikut campur urusannya namun saat ini perasaan kesalnya sedang tenggelam karena ia berusaha memisahkan urusan pribadinya dan pekerjaan. Emily sendiri bukan Wisnu yang suka ikut campur dengan urusan orang lain sehingga wanita itu memilih diam hingga keduanya kembali ke kantor dan kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. *** Jam kerja berakhir. Bayu, Langit dan Hilman sudah pamit lebih dulu sementara Emily masih fokus mengerjakan deadline pribadinya. Tepat pukul tujuh. Emily sudah bersiap-siap pulang dan Lukman masuk ke dalam ruangannya. "Em, kamu sudah mau pulang? Bisa kita bicara sebentar?" Emily pun tersadar bahwa ia belum membalas pesan dari Lukman. "Maaf, Mas. Aku tadi udah baca pesan kamu tapi tadi aku ke-distract jadi aku lupa bales." Lukman tersenyum lembut pada Emily. Senyum yang selalu Emily lihat ketika pria itu bersamanya. "Enggak apa-apa. Kita pulang bareng-bareng, ya?" Emily mengangguk. Emily juga ingin berbicara dengan Lukman. Emily ingin bertanya mengenai kepergian pria itu ke Jogja. Emily menaiki mobil Lukman. "Kita makan ditempat biasa gimana?" Lukman bertanya sambil fokus mengemudi. Emily mengangguk, "Boleh." Lukman dan Emily mengunjungi restoran sederhana yang biasa mereka kunjungi bersama. Keduanya memesan makanan yang biasa mereka pesan dan bergitu makanan mereka selesai keduanya biasanya memesan camilan sambil berbicara. "Jadi apa yang Mas mau bicarakan?" Emily membuka pertanyaan. Lukman pun menatap Emily lekat-lekat. "Kemarin aku pulang ke rumah Ibu..." Ucapan Lukman berhasil membuat tubuh Emily menegang sempurna. Emily pun menatap Lukman lekat-lekat. "Aku sudah bilang sama Ibu kalau aku ingin berjuang untuk memulai lagi dengan kamu." Lukman melanjutkan ucapannya sambil menatap Emily memperhatikan ekspresi wanita itu. Emily memandangi Lukman lekat, "Lalu..." "Ibu masih sama.." Lukman mengungkapkan kejujuran dan wajah Emily mendadak pucat dan Lukman buru-buru melanjutkan ucapannya, "Tapi aku berjanji kali ini aku akan berjuang." Lukman mengambil tangan Emily yang sedang saling bertaut kuat. Pria itu mengenggam erat tangan Emily, "Aku cinta sama kamu, Em. Aku pengen bikin mimpi-mimpi kita jadi nyata." Mata Emily mulai berkaca-kaca mendengar ucapan Lukman. Ia pun memiliki keinginan yang sama dengan Lukman, "Tapi aku takut..." Emily berucap dengan suara mencicit karena takut. Lukman terus mengenggam erat tangan Emily seakan berusaha memberi kekuatan pada wanita itu, "Percaya sama aku kali ini, boleh? Aku enggak akan menyerah. Kita wujudin mimpi kita sama-sama." Emily hanya diam. Ia sendiri bingung harus bagaimana. Emily takut. Takut kembali merasakan hal yang sama untuk kedua kalinya karena posisi mereka hari ini sama dengan posisi mereka beberapa tahun yang silam. *** Wisnu pulang ke apartemennya dan di dalam apartemennya sudah ada kedua orang tuanya. Papa Wahyu dan Mama Ayu sudah duduk di dalam apartemennya dengan wajah serius. Wisnu pun duduk di sofa dengan wajah lelahnya. "Kamu biasa pulang malam-malam begini?" Mama Ayu bertanya dengan nada khawatir. Wisnu menggelengkan kepalanya, "Enggak pasti, Ma. Tergantung kerjaan." Papa Wahyu menghela nafas panjang melihat kelakuan putra sulungnya, "Sampai kapan kamu mau hidup begini. Nadira sudah pergi dengan tenang. Kamu pun harus melanjutkan hidup, Nu." Wisnu memandang lelah papanya karena percakapan ini sudah jutaan kali terjadi, "Aku sedang melanjutkan hidup, Pa. Aku bekerja dan tetap bernafas." "Tapi kamu perlu kembali membangun sebuah keluarga, Nu." Mama Ayu pun ikut-ikutan buka suara. Wisnu menghela nafas pendek, "Wisnu akan menikah lagi kalau Wisnu sudah menemukan wanita itu, Ma. Wisnu enggak akan menikah dengan perjodohan atau apapun. Aku hanya akan menikah dengan wanita yang aku cintai." Papa Wahyu menghela nafas panjang, "Cinta bisa datang seiring waktu, Nu. Usia kamu sudah tidak muda lagi. Papa dan Mama juga mau gendong cucu." Wisnu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, "Pa.. Ma.. Percakapan ini sudah terjadi dan kita sama-sama tau bagaimana akhirnya. Maaf kalau aku enggak sopan tapi aku benar-benar lelah, Pa." Papa Wahyu menatap sendu putranya sendiri, "Pikirkan Carissa. Dia itu hanya ingin menjalankan wasiat adiknya. Ia mencintai adiknya dan ingin menggenapi wasiat itu. Papa sendiri melihat Carissa tidak jauh berbeda dengan Nadira. Pelan-pelan coba mulai dengan Carissa, Nu. Buka hati kamu buat Carissa." Wisnu menghela nafas panjang, "Papa dan Mama tidak tau bagaimana Carissa yang sebenarnya dan aku sulit menerima sifat Carissa itu karena Carissa bertolak belakang dengan Nadira." Selesai mengucapkan kalimatnya, Wisnu pamit masuk ke dalam kamarnya. Hari ini Wisnu merasa harinya cukup panjang dan melelahkan. Wisnu langsung masuk ke dalam kamarnya dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini Wisnu bertemu dengan Carissa lalu melihat Emily pergi dengan Lukman dan sekarang kedua orang tuanya memintanya untuk bersama dengan Carissa entah sudah keberapa juta kali selama beberapa tahun terakhir setelah kepergian Nadira. Mood Wisnu mendadak buruk melihat Lukman dan Emily saling melempar senyum satu sama lain. Mendengar cerita antara Lukman dan Emily, ia menginginkan Lukman untuk bergerak mengambil langkah namun ketika Lukman bergerak, kenapa ia malah merasa terganggu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN