Yang masih terus penasaran

2000 Kata
Emily jalan memasuki lobby kantor Algantara bersama dengan Bayu, Hilman dan Langit. Keempatnya baru saja kembali makan bersama dari restoran langganan mereka yang letaknya di dekat kantor Algantara. Namun sesampainya dilobby, keempatnya pun mampir ke kedai kopi yang ada di lobby. Keempatnya memesan kopi dan melihat kepala divisi mereka keluar dari dalam lift bersama dengan beberapa staff anggota divisi mereka. “Kepala divisi kita yang ini sih memang fix agak laen. Dulu Ryandra sama Adriel saja enggak pernah rasanya haha hihi sama anak-anak staff. Si Wisnu malah gampang banget nyampur sama anak-anak staff,” Bayu memberikan komentar setelah melihat interaksi Wisnu dengan beberapa staff divisi mereka. Hilman mengangguk membenarkan, “Tapi mungkin itu yang bikin anak-anak staff pada jadi perform. Anak-anak gue belakangan ini lagi bagus kerjannya. Pas gue tanya katanya, Pak Wisnu banyak bagi insight sama mereka. Gue kebantu banget sih jadinya.” Emily mengangguk membenarkan, “Mungkin itu strateginya dia. Tiap orang kan punya cara kerja mereka masing-masing.” Bayu merenggangkan tubuhnya sambil menunggu kopi pesanannya, “Sore ini gue mau pulang on time. Besok gue ada acara keluarga bini gue. Gue yakin acaranya akan berat. Otak sama tenaga gue bisa terkuras habis kalo gue gak persiapan istirahat yang bener.” Langit pun ikut angkat suara, “Gue juga sama. Besok gue mau balik ke Bandung anterin nyokap gue berobat. Besok pasti jadi hari yang panjang. Tapi ngomong-ngomong, gue penasaran siapa yang gantiin posisinya si Mila sih. Semenjak Si Mila resign belum ada yang gantiin. Masih dihandle sama si Pak Wisnu tapi cepat atau lambat harus ada yang handle F&B.” "Kayaknya lagi proses rekrut. Fitri anak HR bilang kalau kemungkinan cowok karena Pak Wisnu minta cowok saja yang isi kursi si Mila,” Hilman menjawab pertanyaan Langit sambil mengambil kopi dari pick up bar. Emily cemberut mendengar ucapan Bayu, “Cewek sendiri dong gue nanti.” Bayu pun spontan terkekeh, “Kan jadi paling cantik, paling disayang deh. Kali saja jodoh lo malah si anak baru. Kayaknya berondong, Em. Masih pada muda gue liat.” Emily merotasi bola matanya, “Kalo berondong sih skip deh.. Otak gue masih enggak bisa terima kalo gue sama berondong.” Langit terkekeh, "Gue pernah denger sih kalo itu. Pak Wisnu sendiri bilang kalo dia lebih luwes koordinasi sama kita yang cowok. Mungkin dia canggung kan koordinasi sama si Emily soalnya beda gender. Tiap orang kan beda-beda. Apa lagi dia udah nikah, mungkin menjaga supaya enggak ada salah paham atau gimana." Bayu menatap ketiga teman-temannya, "Soal nikah, gue udah pernah tanya, ternyata istrinya udah meninggal. Jadi gue asumsikan dia duda." Langit dan Hilman sama-sama kaget. "Wah, Duda cerai mati dong?" Bayu mengangguki ucapan Hilman. "Kemungkinan gitu. Soalnya gue pernah singgung soal status dia terus dia bilang kalo bininya udah meninggal." "Kalo istrinya udah meninggal tapi dia masih pake cincin nikah, pasti dia cinta mati sama bininya," Langit berucap dengan nada takjub. Bayu, Hilman dan Emily kompak mengangguk mendengar ucapan Langit. Ucapan Langit terdengar valid di telinga mereka, karena cincin nikah yang tersemat di jari Wisnu akan menjadi warning bagi wanita yang ingin mendekati Wisnu. Jelas seorang wanita baik-baik tidak akan mau berada di dekat seorang pria beristri dan Wisnu pun tidak mungkin mendekati seorang wanita dengan cincin yang tersemat di jari manisnya. Tidak ada wanita baik-baik yang mau didekati oleh seorang pria beristri. Emily sendiri sebenarnya sudah tau mengenai istri Wisnu yang sudah meninggal. Wisnu pernah memberitahunya saat seorang wanita yang Wisnu akui sebagai kakak dari mending istrinya mendatanginya. Wisnu sendiri memberikan informasi tambahan bahwa wanita itu pun mengejar-ngejar dirinya. Namun Emily tidak memberitahukan apa yang ia tau pada rekan-rekannya karena itu adalah masalah pribadi atasannya. Jika mereka semua tau pun, teman-temannya itu akan tau langsung dari Wisnu dan bukan dari dirinya. Keempatnya kembali ke ruang divisi mereka, namun sebelum memasuki ruang divisinya, Emily melihat Lukman berdiri disana sedang menghubungi seseorang dan ketika Lukman menyadari kehadirannya, Lukman dengan segera mengakhiri panggilannya dan menatap Emily yang sudah semakin mendekati ruangan divisinya. "Em.. bisa kita bicara sebentar?" Lukman bertanya pada Emily yang kini sudah berdiri tidak jauh darinya. Emily menatap Bayu dan Bayu menepuk bahu Emily sebentar dan pamit masuk ke dalam ruangan divisi mereka duluan diikuti Langit dan Hilman. Lukman pun mengajak Emily berjalan ke sudut ruangan yang letaknya agak jauh dari lift dan pintu ruang divisi Emily agar tidak ada orang lain yang bisa mendengar percakapan mereka. Lukman menatap Emily lekat-lekat, "Em, sabtu besok apa aku bisa ketemu orang tua kamu? Kali ini aku mau bener-bener usaha perjuangin hubungan kita." Emily tanpa sadar tersenyum hangat mendengar ucapan Lukman yang diucapkan dengan nada sungguh-sungguh. Namun ingatan akan rencana mamanya yang ingin mengenalkannya pada pria bernama Azka membuat senyuman Emily perlahan memudar. Emily menghela nafas panjang, "Mama mau mengenalkan aku sama Azka. Dia anak kenalan Papa dan rencananya mereka mau mempertemukan kami besok.." Lukman terdiam mendengar informasi yang Emily sampaikan. Lukman jelas kaget dengan informasi tersebut. Emily menunduk menatap tangannya yang kini memegang cup kopi miliknya, "Mama minta hari ini aku pulang ke rumah jadi besok kami bisa berangkat sama-sama bertemu dengan Azka dan keluarganya." "Kalau begitu bisa aku anter kamu pulang hari ini? Aku akan bicara dengan kedua orang tua kamu sebelum kamu dikenalkan pada pria itu. Bagaimana?" Lukman bertanya pada Emily dengan nada serius. Emily pun spontan menatap Lukman dengan wajah seakan sedang memikirkan ucapan pria itu. Lukman melingkupi tangan Emily dengan tangannya, "Kasih kesempatan aku buat perjuangin sekali lagi ya, Em. Mikirin kamu akhirnya menikah sama pria lain itu sukses bikin aku stress sendiri." Emily menatap Lukman yang berusaha keras meyakinkannya dirinya. Keduanya saling bertatapan beberapa saat sebelum akhirnya Emily mengangguk dan anggukan Emily pun spontan membuat senyum Lukman mengembang sempurna. Senyum Lukman pun akhirnya menular pada Emily. Keduanya saling bertatapan satu sama lain dan saling tersenyum. Emily sudah memikirkan semuanya, wanita itu mengakui bahwa ia memang takut kalau Lukman kembali menyerah lagi namun ia sendiri tidak mampu membohongi dirinya sendiri kalau di dalam hatinya masih ada Lukman disana. Alasannya kenapa masih sendiri walau ia dan Lukman sudah berpisah adalah karena ia tidak mampu membohongi dirinya sendiri kalau ia masih mencintai Lukman. Ia tidak mungkin menerima kehadiran pria lain dalam hatinya saat seluruh hatinya masih terisi oleh Lukman. Di sisi lain tanpa Emily dan Lukman sadari ada seseorang dengan kedua matanya melihat interaksi Lukman dan Emily yang saling memandang saling tersenyum lebar. "Kami duluan, Pak Wisnu..." Wisnu menoleh dan mengangguk singkat sebelum kembali menatap sosok Emily dan Lukman yang tidak sengaja ia lihat pada saat ia hendak menuju ruangan divisinya. Keduanya berdiri agak jauh dari tempat ia berdiri saat ini. Wisnu bisa melihat keduanya saling memandang dan tersenyum satu sama lain. Sebuah perasaan aneh pun kembali mengusik Wisnu. Namun Wisnu berusaha mengabaikan perasaannya itu dan memilih melanjutkan langkahnya masuk menuju ruang divisinya. *** Wisnu menikah dengan Nadira karena Wisnu mencintai Nadira. Itu adalah sebuah kebenaran dan Wisnu sadar betul akan perasaannya untuk Nadira. Wisnu mencintai Nadira sejak lama namun Wisnu merasa dirinya belum mampu untuk mengajak seorang wanita untuk menjalin sebuah hubungan karena saat itu Wisnu masih berstatuskan seorang mahasiswa yang masih fokus dengan pendidikannya. Wisnu bersikap idealis dengan tidak ingin perhatiannya terbagi sehingga ia memilih satu prioritas dan mengesampingkan hal lainnya sampai prioritasnya selesai dan ketika Wisnu kembali bertemu dengan Nadira di kantor tempat mereka bekerja dulu. Wisnu tidak lagi pikir panjang untuk mendekati Nadira. Wisnu merasa dirinya sudah memenuhi prioritasnya dulu dan posisinya saat ini sudah ideal untuk memiliki seorang pasangan ditambah Nadira yang saat itu masih sendiri membuat Wisnu bergerak cepat karena ia tidak ingin ada orang lain yang mendekati Nadira dan semuanya berjalan dengan lancar hingga keduanya menikah dan maut memisahkan keduanya. Kini sudah lima tahun Nadira pergi meninggalkan Wisnu selama-lamanya. Lima tahun Wisnu hidup sendiri tanpa berniat untuk kembali membangun hubungan dengan siapapun. Namun kini berawal dari rasa penasaran dan beberapa kali berinteraksi dengan anak buahnya sendiri, Wisnu merasakan ada yang aneh dalam dirinya ketika melihat anak buahnya itu bersama dengan pria lain yang notabene adalah mantan dari anak buahnya itu. Wisnu berusaha mengalihkan perhatiannya namun otaknya merasa terganggu dengan apa yang ia lihat tadi. Rasa tidak nyaman yang Wisnu rasakan semakin lama semakin terasa dan sialnya saat ini Wisnu tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Wisnu pun memanggil Emily melalui interkomnya dan ketika Emily duduk di hadapan Wisnu, pria itu pun dengan hati-hati mulai merangkai kata-katanya. "Pak? Bapak panggil saya, kenapa?" Emily bertanya dengan nada terdengar gugup dan ada rasa penasaran terselip disana. Wisnu pun menatap Emily hati-hati, "Kita ini sudah jadi teman, kan?" Emily mengerutkan alisnya, "Maksudnya, Pak?" "Saya sudah berusaha untuk tidak penasaran..." Wisnu menjeda kalimatnya ketika ekspresi wajah Emily. Wisnu meringis. "Jangan marah duluuu... Saya cuma pengen tau apa kalian sudah baikkan? Kalau kalian sudah baikkan artinya saya layak mendapatkan apresiasi. Karena saya mendekati kamu makannya Lukman mau bergerak.. Feeling saya terbukti benar." Emily sudah memandang Wisnu dengan tatapan datar dan Wisnu jelas sudah panik. "Jangan marah dulu temaannnn... Saya cuma mau ucapin selamat kalau kalian balikan lagi.. Saya liat tadi ka..." "Jadi bapak masih kepo sama urusan saya dan Mas Lukman?" Emily langsung memotong ucapan Wisnu dengan nada datar namun jelas terdengar nada tidak suka disana. Wisnu meringis dan jelas panik, "Jangan marah dulu, Ly.. Kan tadi.." Emily kembali memotong ucapan Wisnu, "Gimana saya enggak marah. Katanya bapak enggak akan ikut campur urusan saya dan Mas Lukman lagi tapi nyatanya bapak panggil saya cuma buat nanya soal urusan saya dan Mas Lukman. Bapak ini serius gak sih sama omongan Bapak yang lalu? Saya beneran bisa jadiin bapak musuh saya kalau bapak terus ikut campur perkara urusan saya dan Mas Lukman." Bak anak kecil yang dimarahi orang tuanya karena sudah melakukan kesalahan. Wisnu pun menutup mulutnya rapat-rapat. Wisnu menghela nafas panjang setelah mendengar ucapan Emily tadi. "Saya cuma mau memastikan kamu tidak salah ambil keputusan, Ly..." "Dan kenapa anda harus melakukan hal itu?" Emily dengan cepat menanggapi ucapan Wisnu. Wisnu terdiam. Ia tidak bisa menjawab ucapan Emily. "Ini benar-benar terakhir kalinya saya memperingati anda. Jangan ikut campur soal hubungan saya dan Mas Lukman atau saya akan menganggap anda benar-benar menjadi musuh saya. Saya tidak akan segan-segan melaporkan anda pada bagian HR karena anda bertindak diluar batas profesional dan saya merasa sangat terganggu." Setelah mengatakan hal itu Emily dengan segera meninggalkan ruang kerja Wisnu dengan segera. Jelas Wisnu sudah kembali melewati batasnya. *** Emily menghela nafas panjang begitu keluar dari ruangan Wisnu. Tatapan mata Emily tanpa sengaja bertemu dengan Bayu yang nampak memperhatikannya. Emily pun tersenyum tipis pada seniornya itu agar tidak menimbulkan kecurigaan apapun. Namun sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Emily dari Bayu. Bayu : Are you okay? Emily : Okay. Cuma masalah kerjaan. Bayu : Cheer up. Muka lo sepet banget. Emily : Iya, gue cuma perlu yang dingin-dingin nanti juga lupa. Emily berbohong pada Bayu karena tidak ingin memperpanjang intergogasi sang senior. Emily mengambil tumblernya yang berisi air dingin dan meneguknya dengan segera. Selesai minum Emily pun langsung menatap Bayu dan pria itu mengangguk pelan sebelum kembali bekerja menatap layar laptopnya dan Emily pun melakukan hal yang sama. Emily tidak habis pikir dengan Wisnu yang terus ikut campur dengan urusannya. Kepala divisinya yang ini memang agak lain rupanya. Emily mencoba kembali fokus dengan pekerjaannya hingga sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Kamu sudah mau selesai? Aku tunggu di mobil. Kalau kamu sudah selesai nanti kabari aku. Aku jemput kamu di lobby. Pesan yang sudah lama tidak ia terima dari Lukman kini kembali masuk ke ponselnya. Ia dan Lukman memang memiliki pekerjaan yang sama padatnya namun saat Lukman sudah selesai lebih dulu, pria itu biasanya akan mengiriminya pesan dan menunggunya di dalam mobil sambil beristirahat seperti yang ia lakukan saat ini. Tanpa sadar senyum Emily mengembang membaca pesan yang Lukman kirimkan. Bagaimana pun Lukman masih menjadi pemilik hatinya. Emily sudah memutuskan mungkin mencoba sekali lagi dan ia kali ini berdoa supaya usaha mereka kali ini membuahkan hasil yang baik. Bukankah Mila dan Keyra selalu mengatakan kalau rencana baik akan selalu menemukan jalan yang baik? Bolehkah Emily berharap kali ini ia menemukan jalan yang baik untuk hubungannya dan Lukman? Emily mencintai Lukman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN