BOLEHKAH AKU BERMIMPI?

1230 Kata
Arumi berjalan ke teras lobi kantor pusat Grup Kalingga. Ia menatap ponselnya dan memesan taksi online yang akan membawanya pulang. Saat sedang menunggu tibanya taksi tersebut, seketika sebuah sedan mewah berwarna hitam mengkilat berhenti di hadapannya. Arumi memperhatikan ada logo dua huruf RR yang saling melekat di bagian depan mobil tersebut. Mobil yang bagus sekali. Pasti harganya mahal.. Kapan aku bisa memiliki mobil seperti ini? Ah, tapi, jangan mimpi berlebihan Arumi! Pengemudi sedan hitam itupun turun dari mobil dan bergerak cepat membukakan pintu penumpang di jok belakang. Arumi melirik ke sebelah kirinya. Arkatama Kalingga melintas dan masuk ke dalam mobil tersebut. Ohh.. Mobilnya pak Tama. Pantas saja... Arumi memperhatikan kalau mobil tersebut bergerak pergi dan menjauh. Tak lama taksi online yang ia pesan pun tiba. Arumi tiba tiba tergelak sendiri ketika taksi tersebut berhenti di tempat sebelumnya mobil Bapak Tama terparkir. Ia pun membayangkan dirinya naik ke dalam mobil berlogo RR. Arumi, ada ada saja! Taksi bergerak pergi meninggalkan kawasan kantor pusat Grup Kalingga hingga akhirnya tiba di sebuah kos sederhana yang ia sewa untuk satu tahun kedepan. Arumi merasa senang dengan tempat kos ini. Lingkungannya nyaman, suasananya asri dan teman teman sekitarnya juga bersahabat. Selain itu, setiap kamar memiliki pintu tersendiri yang bisa diakses secara langsung dari halaman, dengan teras yang mengarah ke taman. Ia bisa masuk ke kamarnya tanpa melewati kamar orang lain. Arumi membuka kunci kamar kosnya. Kamar sederhana dengan satu tempat tidur, satu lemari baju, satu rak penyimpanan, satu meja belajar dan kamar mandi dalam. Sudah tiga tahun terakhir ini ia hidup sendiri. Sejak orang yang mengasuhnya meninggal dunia. Di dinding kamar kosnya tergantung fotonya bersama Bik Nana. Perempuan paling berjasa dalam hidupnya yang memperjuangkan agar ia bisa bersekolah dan mendapatkan kehidupan layak. Bik, aku belum sempat membalas budi baikmu... Aku sungguh sungguh sebatang kara sekarang. Tidak ada siapapun yang akan membantuku. Arumi tiba tiba meneteskan air mata mengingat kebaikan Bik Nana. Aku hanya bersyukur kalau kuliahku sudah selesai. Ada bekal ijazah yang menjadi hartaku paling berharga. Ia kemudian melangkah ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya untuk selanjutnya tidur. Semoga hari esok lebih baik dari hari ini. *** Arumi bangun sepagi mungkin. Ia berharap bisa melanjutkan apa yang ia baca kemarin dan mempelajari lebih lanjut. Arumi membawa kopi buatannya sendiri di dalam sebuah tumbler untuk menemaninya bekerja. Aku irit kopi hari ini supaya bisa makan siang di luar nanti! Tepat pukul setengah tujuh pagi, ia tiba di kantor pusat. Arumi melangkah dengan perasaan ringan memasuki ruangannya dan duduk di meja kerjanya. Ia pun memulai kembali membaca baca dan mempelajari semuanya. Entah berapa lama ia berkutat dengan dokumen tersebut, namun suasana ruangan yang tadinya sepi sekarang sudah mulai ramai. Karyawan dan karyawati sudah berdatangan. Arumi tersenyum sendiri melihat keramaian itu. Senang sekali bekerja di tempat seperti ini. "Hai!" Manik menepuk punggungnya. "Kamu datang paling pagi, pulang paling malam. Karyawan teladan nih." Arumi tertawa, "Aku tidak ada kerjaan lain. Jadi pagi pagi ya langsung ke sini saja. Apalagi kalau bukan untuk belajar?" "Kamu rajin ih, serius," Manik memujinya. "Kalau aku waktu itu hanya mengikuti yang disuruh. Jadi awal awal kerja sering melamun. Mungkin aku kurang inisiatif." Arumi hanya tergelak, "Aku hanya ingin mengerti sistemnya saja. Jadi saat mengerjakan tidak asal mengerjakan, tapi juga paham." "I see.. Ya, ya.." Manik mengangguk. "Oh ya, nanti mau gabung makan siang? Ikut yu? Jangan diam di kantor terus." "Iya mau, aku ingin tahu tempat tempat makan sekitar sini," ujar Arumi. "Banyak tempat makan murah buat staf biasa seperti kita kita. Ada kafetaria di lantai basemen. Atau kalau mau keluar kantor, kita bisa jalan ke pujasera di belakang bangunan kantor ini," tambah Manik. "Ada juga warung nasi murah, bersih dan nikmat di jalan kecil yang ada di belakang kantor ini. Cuma itu lokasinya agak jauh," jelas Manik lagi. "Kalau jam makan siang mungkin kita harus makan dengan cepat." "Wah aku senang bisa mengenalmu, ada guide gratis," Arumi tertawa. "Tenang saja, soal kuliner aku juaranya," Manik tersenyum lebar. "Ah sudah, kita kebanyakan mengobrol. Mari lanjut kerja," Manik merapikan meja kerjanya. Ia lalu menyerahkan dokumen dokumen yang harus diinput Arumi ke sistem aplikasi akuntansi. "Ini tolong kita mulai input. "Siap," Arumi pun mengangguk kemudian secara serius menatap layar komputernya. *** Pagi itu, Sagara bergerak menuju kantor pusat Grup Kalingga. Entah kenapa, tapi semalaman, wajah gadis yang mentraktirnya kopi itu terus mengganggunya. Aku harus menemukannya hari ini! Ia pun menanti di area coffee shop sambil menikmati segelas kopi dan berharap bisa melihatnya. Namun, lagi lagi nihil. Setelah hampir satu jam menunggu, tapi sosok perempuan yang ia cari tak kunjung muncul. Apa dia tidak masuk kantor? Ah sepertinya aku harus kembali lagi besok... *** Ravindra memperhatikan dari kejauhan kalau anak baru bernama Arumi itu memang cekatan, cerdas dan berinisiatif. Sifat sifat yang dicari dari seorang karyawan. Semua itu tidak ada yang salah. Namun, rasa ingin tahu yang tinggi itu mengganggunya. Ya.. Rasa ingin tahunya yang tinggi bisa membuatnya memahami banyak hal. Bagaimanapun, laporan keuangan adalah output terakhir yang resmi dan tercatat dari setiap alur keuangan sebuah perusahaan. Kita bisa mengetahui kondisi perusahaan hanya dengan membaca laporan tersebut. Ia lalu memanggil Yoga sebagai supervisor Arumi. Yoga pun masuk ke ruangannya. "Bapak memanggil saya?" tanyanya. "Iya. Saya hanya ingin tahu perkembangan anak baru tersebut," Ravi memberikan gestur agar Yoga duduk. "Anaknya bagus pak, kerjanya cepat dan tidak susah disuruh. Dia cekatan dan cepat mengerti," ungkap Yoga. "Bagus, pertahankan," Ravindra mencoba tenang saat mendengar penjelasan Yoga, "Tapi satu hal, saya tidak terlalu suka kalau dia mengutak atik apa yang sudah berlalu, meskipun itu hanya rasa ingin tahu. Jangan sampai keingintahuannya membuat karyawan baru itu mengabaikan pekerjaan yang sesungguhnya. Jadi tolong awasi." "Baik pak," Yoga pun keluar dari ruangan atasannya itu sambil mengerutkan keningnya. Bapak Ravi kenapa? Tidak biasanya banyak bertanya soal anak baru. Yoga diam diam memperhatikan Arumi. Rasa rasanya tidak ada yang aneh. Memang kenapa dengan rasa ingin tahu? Toh itu kan bisa membuatnya lebih memahami alur sistem pencatatan. Dia juga jadi lebih mengerti soal akun akun dan pengelompokan beban yang biasa digunakan sehari hari. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dan kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. *** Setelah Yoga keluar dari ruangannya, Ravi merenung. Ia berulang kali mengetuk ngetuk jari jemarinya ke meja dan mencoba tenang. Tiba tiba ponselnya berbunyi. Citta meneleponnya. Hubungan mereka sebetulnya sudah berakhir. Tapi Ravi sedang mempertimbangkan untuk menjalin kembali kedekatan mereka. Selain memang masih ada rasa dihatinya, juga karena mamanya menyukai Citta. Apalagi Citta adalah anak dari sahabat mamanya sehingga hubungannya sudah mendapatkan restu dari keluarga kedua belah pihak. Tak hanya itu, ia dan Citta sudah melakukan hubungan yang bukan sekedar pacaran biasa. Mereka seringkali berhubungan intim. Itu sebabnya Citta juga tak henti menghubunginya. Baginya, Ravindra adalah sosok lelaki yang pertama menyetubuhinya. Ravindra juga mengakui kalau ada hati untuk Citta. Perempuan itu bukan sekedar selingan atau pemuas kebutuhan biologis semata, tapi ada kedekatan lebih antara dirinya dan Citta. Namun akhir akhir ini, urusan pekerjaan sedikit menyita pikirannya. Ada target yang ingin ia capai. Itu sebabnya ia sedikit menghindar dari Citta. Selain itu, ada perempuan lain yang mendekatinya.. Ravi tidak bisa menolaknya. Ia hanya diam sambil menatap layar ponsel hingga nada dering berhenti. Namun kemudian, ada pesan masuk. Citta : Kenapa kamu tidak mengangkat teleponku? Citta : Aku rapat kerja di Hotel Majesty, tak jauh dari kantormu. Mau ke sini? Siang ini check out, ada waktu tiga jam lagi. Setelah berpikir beberapa saat, Ravi lalu membalasnya. Ravi : Aku ke situ. Citta : Aku tunggu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN