Kela baru saja tiba di café yang disepakatinya bersama Lili untuk bertemu. Kela menyimpan lembaran kertas yang berisi contoh wedding cake pada meja. Sengaja ia bawa karena ingin memperlihatkan kepada Lili beberapa pilihan yang menurutnya menarik dan cocok dengan tema pernikahan sahabatnya itu.
"Ini," Kela menyodorkan secarik kertas pada pelayan. Dia langsung memesan makanan karena memang wanita itu belum sempat makan di toko ataupun apartemennya tadi. Pelayan menerima dan menganggukan kepala sebelum izin untuk segera menyiapkan makanan yang di pesan Kela.
Sedikit bosan karena Lili belum datang, Kela memainkan handphonenya. Melihat-lihat kenangannya bersama seorang wanita yang telah menikah lagi, "mama," gumamnya. Kela kembali mengingat saat terakhir dirinya bertemu mamanya, "lima tahun yang lalu," lirihnya. Lima tahun itu saat Kela baru saja menyelesaikan kuliahnya. Bertemu dengan mamanya pun karena ketidak sengajaan.
Kela meringis melihat bagaimana perjalanan hidupnya. Tidak ada kata manis yang pernah ia kecap. Semua begitu kelam baginya. Namun hidupnya perlahan berubah ketika mengenal kue pernikahan. Meskipun Kela anti menikah tapi dengan wedding cake bisa membuatnya sedikit demi sedikit teralihakan dari masa lalunya.
"Melamun?!" suara Lili mengagetkan Kela dari semua pemikirannya.
Kela menggeleng, jelas dia berbohong. "Lo baru sampai?" tanyanya.
"Iya. Baru aja," Lili mendudukan dirinya pada kursi di depan Kela.
"Li, lo mau pesan makanan? Gue udah pesan soalnya," Kela mengangsurkan buku menu ketika Lili menganggukan kepalanya. Setelah memanggil pelayan dan memesan makanannya, Lili kembali fokus pada Kela. "Kenapa melamun?" tanyanya. Seperti biasa, Kela tidak akan mudah lepas dari Lili.
Dari pada menambah daftar kebingungan Lili lebih baik Kela menjawab pertanyaan sahabatnya itu. "Mama," katanya memulai ceritanya.
Lili menghembuskan napasnya lirih. Meskipun sudah lama tidak bertemu tapi Lili kenal dengan nada bicara yang Kela keluarkan tadi. "Kenapa?" tanya Lili lagi.
"Just little missing her," jawab Kela sambil menarik satu sudut bibirnya. Dia merasa percuma mengatakan itu, terlebih memiliki rasa rindu itu karena mamanya tidak pernah sekalipun menghubunginya setelah memutuskan pergi. Mamanya tidak pernah ingin melihatnya lagi karena wanita paruh baya itu mengatakan bahwa dia sakit hati melihat tubuh yang di dalamnya mengalir darah laki-laki yang pernah menyakitinya. Klise tapi menyakitkan.
Lili menyentuh tangan Kela yang ia simpan di atas meja. Dia sedang berusaha menenangkan Kela. "Lo mau ketemu dia? Gue antar ya," seketika wajah Kela yang tadinya menunduk menjadi terangkat demi menatap Lili. Kela menggeleng kuat-kuat. "Nggak, Li. Dia bukan siapa-siapa gue lagi. Dia punya keluarga baru yang lo sendiri tahu siapa orangnya." Benda tajam baru saja mengiris hati Kela tanpa ampun. Mama. Gumamnya dalam hati. Wanita itu apa kabarnya?
"Dia mama lo dan sampai kapanpun akan seperti itu!" tegas Lili.
"Disaat dia sendiri yang bilang kalau gue udah nggak ada hubungan lagi sama dia?"
"Gue gak bisa pura-pura lupa kejadian lima tahun lalu, Li." Ucap Kela. Iya, Lili ingat kejadian itu dan sampai kapanpun dia tidak akan lupa karena sejak saat itu luka lama Kela kembali terkuak.
Flashback On!
"Mama?!!" teriak Kela tertahan saat tanpa sengaja dia melihat wanita paruh baya itu ada di sana. Sedang berhaap-hadapan dengan dua laki-laki di mana yang satunya teramat dikenalnya.
"Siapa Kel?" tanya Lili.
Kela menoleh pada Lili dan menunjuk ke arah wanita dan dua laki-laki, yang satu seumuran dengannya sedang berkumpul. "Mama gue, Li. Kenapa dia sama Klana?" tanyanya. Lili mengikuti arah pandang Kela dan benar saja mantan pacar Kela itu sedang berkumpul bersama satu orang wanita dan satu laki-laki.
Diikuti oleh Lili dari belakang, Kela menghampiri mereka tanpa dapat dicegah. Dia terlalu senang melihat mamanya yang telah lama menghilang sejak papanya ketahuan berulah.
"Ma?" panggilnya. Klana dan laki-laki yang tidak diketahui Kela namanya itu juga ikut menoleh padanya. Sementara itu, wanita yang di panggil Kela mama memperlihatkan betapa terkejutnya dirinya.
"Kamu!" katanya dengan nada yang menyakitkan. Dalam sekejab Kela ingat bahwa dirinya tak dibutuhkan mamanya sejak lelaki yang di panggilnya papa menyakiti wanita yang saat ini tengah memasang tampang kesal padanya itu.
"Mama," lirihnya.
"Ikut saya!" perintahnya namun kata-kata Klana mengurungkan langkah Kela untuk mengikuti perintah mamanya,
"Well, dua w************n akhirnya berkumpul di sini."
Kela menatap Klana yang saat ini sedang menyeringai. "Maksud kamu apa?" tanyanya.
Kali ini Klana terbahak lalu kata-kata Klana selanjutnya berhasil menjatuhkan Kela pada dasar jurang terdalam. "Belum sadar juga nona sok kuat? Lo itu jadi pacar gue karena gue benci sama nyokap lo yang udah gantiin posisi mama gue. Dia perebut dan kesannya sama kayak lo yang ngerebut gue dari tunangan gue. Yah meskipun gue yang mati-matian buat dapetin lo." Jelasnya. Kela membatin, jadi ini alasan Klana menjadikannya pacar lalu memutuskannya begitu saja setelah harta paling berharganya di ambil paksa?
"Klana," lirih Kela.
"Kamu gak perlu repot-repot menyakiti anak ini Klana, karena dia bukan siapa-siapa saya." Dalam sekejab air mata Kela terjatuh. Dia tidak menyangka mamanya mengatakan kalimat semenyakitkan itu di saat hatinya baru saja terluka karena ulah Klana yang ternyata adalah kakak tirinya. Fuih. Najis. Kela tidak sudi menganggap Klana adalah saudara tirinya.
Tanpa berniat menghapus air matanya, Kela berlari meninggalkan orang-orang yang ada di sana. Lili yang melihat itu segera menyusulnya. Lili tahu Kela butuh dihibur. Mendapati wanita yang dia panggil mama justru menghindar darinya dan mengatakan bahwa Kela bukan lagi anaknya adalah sebuah kenyataan yang siapapun tidak sanggup menerimanya. Terlebih ketika laki-laki yang sempat ia beri hati juga ikut andil dalam sedihnya hidup Kela.
Lili baru saja disadarkan, ternyata ini adalah alasan kenapa Kela sangat terluka ketika ditinggal seseorang. Dia merasa dicampakan kembali oleh orang yang di sayanginya. Meskipun sempat terkejut melihat apa yang baru saja ia lihat, membiarkan Kela seorang diri bukanlah pilihan yang tepat maka Lili berlari sekencang mungkin untuk mengejar ketertinggalannya dari Kela.
Flashback Of.
Dilukai oleh dua orang yang ia sayangi, di tambah Klana tidak pernah menjadi list dalam hidup Kela namun kenyataan itu harus ia terima. Pertama papanya yang menghancurkan keharmonisan keluarga karena perselingkuhan, kedua mama, yang menjadikannya alasan sebagai sebab bertambahnya kadar sakit hati yang dirasakan mamanya atas pengkhiantan papanya saat melihat wajahnya.
Ketiga Klana, dengan semua kebohongan dan niat busuknya berhasil menjatuhkan Kela pada sakit yang tak berujung. Iya, nyatanya tak ada hubungan yang berhasil ia jalani. Tidak keluarga ataupun dengan lawan jenisnya. Jadi salah jika Kela menjadi wanita penuh kepura-puraan demi menutupi betapa hatinya pernah terluka? Lili menggeleng.
Kela tidak pernah salah, tapi masa lalunya lah yang bersalah. Setelah semua kenangan berkumpul dalam memori, Lili menyadari Kela adalah wanita yang kuat. Meskipun hatinya rapuh namun dia bisa berdiri sendiri, menafkahi hidupnya sendiri dan menjalani semuanya sendiri. Lili merasa begitu kalah dari Kela namun dia beruntung memiliki sahabat seperti Kela. Maka dengan perasaan yang bercampur aduk, Lili berpindah tempat ke samping Kela setelah mengalami lamunan panjang ke masa silam.
"Gue sayang banget sama lo, Kel. Jangan sedih ya, masih ada gue," Kela terkejut merasakan Lili memeluk tubuhnya dari samping. Iya, bukan hanya Lili yang melamunkan masa lalu, tapi Kela juga baru saja kembali berkelana pada masa-masa itu.
"Terimaksih, Li!" balas Kela.
Mereka mengakhiri sesi menyedihkan itu ketika pelayan menyimpan makanan mereka di atas meja.
Lili dan Kela mengangguk setelah pelayan mempersilakan mereka untuk menyantap hidangan. Kela sendiri berusaha untuk melupakan kesedihannya dengan menikmati makanan yang ia pesan. Sesekali dia menawarkan foto kue yang ada pada kertas yang ia bawa tadi.
"Lo suka yang mana?" tanyanya.
Lili melihat beberapa hasil karya sahabatnya itu. Kemudian dia menunjuk dua diantaranya, "ini cantik Kel. Gue suka tapi yang ini juga cantik," ucapnya ragu.
Kela mengangguk, "tapi yang ini lebih cocok sama tema pernikahan lo deh Li. Putih sama merah, kan?" tanyanya.
"Iya juga sih. Gue pilih yang ini aja kalau gitu." Putusnya.
"Nggak diskusi dulu sama Gerald?" Lili menggeleng mendengar pertanyaan Kela. "Gerald setuju sama semua yang gue usulin, ya meskipun awalnya dia sempat mau pilih tema hitam. Gue gak setuju dan ngambek berhari-hari. Gila kali warna hitam, kelam banget." Jelas Lili.
Kela terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya, dia merasa lucu dan masih tidak percaya dengan pernikahan sahabatnya ini. Meskipun dia belum bertemu Gerald lagi tapi dia yakin Gerald mencintai Lili.
Di saat Kela terkekeh, diam-diam Lili berdoa semoga Tuhan mengirim seseorang yang bisa menjaga, mencintai Kela seperti dirinya yang kini telah di cintai Gerald sepenuh hati. "Kela!" ujarnya. Dia tahu dua kata ini bisa saja kembali membawa Kela pada sedihnya.
Kela berhenti terkekeh saat sadar Lili baru saja memanggilnya dengan nada yang serius.
"Move On, Kel!"
Hening. Dalam diam Lili meringis. Ternyata benar, Kela kembali pada sedihnya tapi Lili harus terus mendorong Kela pada masa depan. Mengingat umur mereka yang sudah tidak muda lagi maka tidak benar jika Kela terus tenggelam pada masa lalu.
"Move On. Lo harus bisa, gue akan bantu cariin pendamping hidup buat lo." Kela melotot. Dia tidak menyangka Lili benar-benar serius. Tapi kata-kata Lili berhasil membuatnya tertawa. Ternyata Lili benar-benar menyayanginya walaupun cara sahabatnya itu membuatnya kembali mengingat masa lalu.
"Iya, lo harus bantu gue," balasnya.
"Lo bilang apa?" tanya Lili tak percaya. Dia hanya tidak menyangka Kela akan mengiyakan itu.
"Lo harus bantu gue keluar dari masa lalu itu, Li. Karena yang benar-benar gue punya di dunia ini hanya lo," ucapnya. Lili mengembangkan senyumnya lebar-lebar. Setidaknya hari ini dia berhasil membuat Kela ingin move on.
"Tuhan permudahlah semuanya," do'a Lili dalam hati.
.
.
.
Bersambung...