Sebulan mulai berlalu, setelah sebulan yang lalu ditinggal Ali kembali ke Bogor, Mita kembali dengan aktivitas seperti biasanya. Pagi mengajar anak-anak SD, sore mengajar ekskul menari dan malamnya mengajarkan privat jarimatika. Itu semua dilakukan agar Mita tak selalu mengingat kesedihan karena kehilangan ayah, kesedihan karena sebuah penderitaan yang diciptakan oleh suaminya dan juga untuk menyambung biaya kuliah karena ia merasa tak ingin merepotkan keluarga dan juga suami. Sebab, ia dan suami masih sama-sama sedang menyelesaikan kuliah ke jenjang sarjana.
Ali melanjutkan pendidikan bimbingan konseling di salah satu kampus di Jakarta sedangkan Mita hanya mampu mengikuti pendidikan universitas dengan jarak jauh karena agar bisa tetap mengajar dan bekerja sambil kuliah. Mita sejak dulu sudah diajarkan untuk mandiri dan sikap itu tertanam hingga sekarang. Suaminya mengambil jurusan konseling tapi benar-benar membuat Mita heran sebab suaminya tak bisa membimbing dirinya sendiri.
Selama satu bulan ini komunikasi sepasang suami istri itu lancar tapi tidak sangat lancar, sebab ada saja alasan suaminya itu untuk tidak mengangkat telepon dari Mita. Mita merasakan kesal tiap kali telepon tapi hanya lima belas menit saja paling lama, padahal aktivitas suaminya itu tak sepadat aktivitas Mita. Itu hanya alasan sematanya saja untuk tidak berlama-lama ngobrol di telepon.
Bulan kedua LDR sama suami mulai merasakan rindu yang mendera hati Mita, semakin hari semakin jarang saja mereka berkomunikasi. Rindu mendera namun hati merasa enggan untuk menghubungi suaminya, karena setiap kali menghubungi Ali ada sebuah rasa kesal dan menyakitkan karena ucapannya yang tak mengenakan.
Menikah membuat mereka semakin jarang berkomunikasi, terlebih lagi dalam keadaan jauh begini. Mita rasanya ingin sekali merasa diperhatikan seperti teman-temannya yang lain diperhatikan oleh suaminya. Namun kenyataan pahit segera menyadarkannya bahwa suaminya itu tidak bisa memperhatikannya. Terbukti seperti sekarang ini, di saat merasakan rindu terdalam suaminya harus ditelepon berkali-kali dulu baru menjawab teleponnya. Entah lelaki itu seperti enggan mengangkat telepon dari istrinya. Jika di angkat, ada saja alasannya untuk tidak berlama-lama bertelepon ria. Ponselnya sudah tidak dalam keadaan baik, atau telinganya merasa panas jika terlalu lama bertelepon ria dan alasan lainnya adalah radiasi telepon sangat tidak baik untuk kesehatan. Dan masih banyak lagi alasan-alasan kecil yang ia lontarkan dan seringkali membuat Mita merasa muak.
Awalnya, Mita merasa gusti Allah menghadirkan sosok malaikat untuk mengisi kehidupannya namun kenyataan berkata lain. Ali bagaikan iblis yang masuk ke dalam hidupnya dan seakan ingin mengobrak-abrik kehidupan, keseharian dan juga dunia Mita. Setiap hari, di setiap sujud dan doanya ia selalu selipkan nama suaminya untuk diberikan hidayah dan berubah menjadi sosok malaikat yang baik hati namun kenyataan pahit menyadarkannya bahwa suaminya memang tidak akan bisa berubah. Sedih, sakit, kecewa, dan banyak rasa yang dirasakan oleh Mita. Jika sudah seperti ini, ia harus mengadukan nasibnya pada siapa? Jika ia terus mengeluh maka gusti Allah tidak akan suka.
Seringkali ia menangis setiap mencurahkan isi hatinya diatas sajadah indahnya itu. Selama sebulan ini, ia tak pernah berhenti mendoakan suaminya, perubahan suaminya dan keadaan suaminya agar kembali lebih baik. Harapannya hanya satu, kembalinya sosok malaikat dalam diri suaminya, ia tak masalah menunggu waktu itu datang asalkan waktu itu benar-benar datang padanya, kehidupannya, kesehariannya dan dunianya.
Terlalu banyak perubahan dalam diri suaminya, entah itu hanya perasaan Mita saja atau memang benar-benar suaminya telah berubah menjadi iblis. Dulu, ia selalu memanjakan Mita namun setelah satu bulan menikah rasanya sangat hambar dan semakin hambar. Mita mulai berpikir negatif terhadap suaminya itu, apakah mungkin suaminya menikah dengan Mita hanya bertujuan mengambil keperawanannya saja? Namun apa iya suaminya berniat serendah itu? Ali selalu saja berpikiran negatif pada setiap aktivitas Mita, dan terlebih lagi terlalu mengekang padahal apa yang Mita lakukan adalah untuk kuliahnya dan hidupnya yang setiap bulan hanya diberi uang seratus ribu untuk kebutuhannya tiap hari. Tak pernah ada solusi yang diberikan oleh Ali, selalu amarah dan keegoisan yang ia tanamkan dan utamakan dalam sebuah keputusan, membuat setiap rindu yang tertanam lenyap begitu saja karena rasa sakit hati yang mendera.
***
Merasa tak bisa melampiaskan rasa rindu yang mendera hatinya, ia melampiaskan semuanya pada kegiatan positif. Mita merasa sangat beruntung sekali karena masih banyak kegiatan positif yang bisa dikerjakan, salah satunya kegiatan tiap harinya yang bermain dengan Mas Saka dan Bunda setiap kali ia pulang mengajar.
Hari ini akan ada fasilitator dari pusat untuk mengajarkan materi jarimatika pada semua guru agar ilmunya semakin banyak dan lebih tinggi dari sebelumnya. Aktivitas ini sungguh membuat Mita bahagia, karena ia akan mendapatkan ilmu baru dari orang baru. Mereka pikir fasilitatornya perempuan karena namanya Renata Atma Wijaya, namun pemikiran para guru salah. Fasilitator yang ditugaskan oleh pusat ternyata seorang lelaki tanpa yang membuat siapapun akan terpesona dengan ketampanannya, termasuk Mita. Renata Atma Wijaya, lelaki tampan, dengan alis yang sangat tebal, manik mata indah seperti ada corak merak, kulitnya putih dan nada bicaranya yang sedikit cadel membuat Mita semakin terpesona dan merasa sangat jatuh cinta padanya.
Ya Allah pikiran macam apa ini yang terlintas pada otakku? Astaghfiraallah, bagaimana bisa aku berpikir menyukai dan jatuh cinta pada lelaki lain, maafkan aku ya Allah.
Ya Allah tenangkan hati dan pikiranku dari memikirkan lelaki lain. Aku sudah menikah dalam dua bulan ini, walaupun suamiku sekarang sudah berubah dan tak semanis dulu sebelum menikah, ia tetaplah suamiku. Ya suami yang tidak pernah melihat sebuah perubahan lebih baik dariku, suami yang selalu berpikiran negatif padaku, suami yang selalu aah sudah susah tak bisa dijelaskan dengan kata-kata lagi. Terlalu banyak penderitaan yang diterima sehingga membuat pikiran tak sanggup lagi mengingatnya.
Setiap harinya seperti ada semangat baru dalam diri Mita, karena setiap hari akan melihat Nata di sekolah memberikan sebuah ilmu yang sangat bermanfaat. Kadang kala, Mita sesekali mencuri pandangan pada lelaki itu, begitu juga sebaliknya. Nata pun sering kali mencuri pandang pada Mita dan mata mereka sering kali bertemu, ketika mata mereka bertemu satu sama lainnya seperti memberitahu apa yang sedang dirasakan. Nata sering kali melihat Mita terdiam termenung dan entah apa yang sebenarnya yang dipikirkan oleh wanita itu.
Seminggu berlalu, selesai sudah pelatihan materi jarimatika yang disampaikan oleh Renata Atma Wijaya. Renata? Nama yang mungkin menurut para guru aneh, sebab nama tersebut seringkali dipakai oleh seorang perempuan, namun kali ini disematkan oleh seorang lelaki yang tampannya masya Allah sekali. Sungguh, Mita melihat memang lelaki itu sangat ganteng, ia merasa sudah sering kali bertemu dengan Nata dalam sebuah mimpi indahnya. Ia merasa bingung, bagaimana mungkin lelaki yang sering hadir dalam mimpinya saat ini benar-benar hadir di hadapannya.
Tanpa Nata ketahui, Mita sering kali memperhatikannya. Setiap gerak-gerik Nata, setiap apa yang dilakukan lelaki itu, Mita seakan hapal. Terlebih lagi, setiap kali Nata cuci muka, membuat Mita semakin terpesona dengan lelaki itu. Cara makannya yang sungguh rapi dan tenang, ia merasa jauh sekali jika di bandingkan oleh Nata. Mita memang seorang wanita namun sangat cuek dengan penampilan. Tidak seperti Nata yang selalu mementingkan sebuah penampilan. Bagaikan langit dan bumi jika mereka berdua berdiri atau duduk sejajar. Entah mengapa banyak sekali orang tua murid yang mengatakan bahwa mereka berdua seakan mirip. Terkadang saat Mita berada di kamar mandi suka bercermin dan membayangkan wajah Nata, ia merasa tak percaya jika banyak orang tua murid yang berkata mereka mirip dan jodoh.
Ah, orang tua murid ini suka aneh-aneh saja. Masa iya aku mirip dengan Nata? Jauh sekali jika disejajarkan oleh lelaki tampan itu. Tapi, kenapa aku merasa seperti sudah lama mengenal Nata ya? Ia seperti lelaki yang sering kali datang ke mimpiku.
Ah! Mita bodoh! Bisa-bisa memimpikan lelaki lain dan itu bukan suamimu! Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bagaimana bisa coba memimpikan lelaki lain? Ah tapi jika memimpikan Mas Ali selalu seperti sedang dikejar oleh iblis, aneh tapi terasa seperti nyata. Haha, suamiku seperti iblis? Masa iya? Sikapnya mungkin memang seperti iblis, namun wajahnya tidak.
Seakan jodoh yang tertukar, haha mana mungkin bisa seperti itu 'kan? Bahkan lelaki itu sampai sekarang belum mengetahui bahwa Mita sudah menikah. Entah mengapa Mita merasa sangat nyaman jika berada di samping Nata, mungkin Nata pun merasakan hal yang sama karena itu sangat terlihat sekali dari sikap lelaki itu yang begitu sangat lembut. Sungguh sangat beda sekali jika dibandingkan dengan Ali-suami Mita- ia merasakan perbedaan yang sangat luar biasa. Dan mulai berandai-andai, apabila Nata yang menjadi suaminya sudah pasti Mita akan merasakan bahagia yang sangat luar biasa, sebab tutur katanya yang baik, ucapannya yang begitu menenangkan dan sikapnya yang sungguh istimewa seringkali membuat Mita terlena dan lupa dengan suaminya. Gaya bicara yang benar-benar sangat bijak tak menunjukkan usianya, padahal ternyata usia Nata itu jauh lebih muda dua tahun di bawah Mita.