Kedatangan Seseorang

1631 Kata
Mereka bertiga sudah kembali kerumah dari pemakaman Ayah dan Mas Rizky langsung mencari Kak Anjani untuk melihat kondisinya. Mita masuk ke dalam kamarnya dan Bunda juga kembali ke kamar untuk beristirahat. Mita membanting tubuhnya ke atas ranjang, meringkuk dan membungkus tubuhnya dengan selimut. Ia melanjutkan tangisnya yang seakan tak akan pernah bisa berhenti. Kehilangan sebuah situasi yang membuat siapa saja tak akan pernah sanggup menerimanya. Kehilangan berhasil membuat kehidupan berantakan dan kacau. Kehilangan selamanya cukup membuat Mita depresi, ia tak henti-hentinya menangis jika dalam posisi sendirian seperti ini. Gadis mungil itu meringkuk dibawah selimutnya yang berwarna biru langit, matanya sudah sangat sembab namun tangisnya tak juga berhenti. Cukup lama ia menangis dan akhirnya tertidur dengan sendirinya. Adzan Dzuhur berkumandang, Mita mengerjapkan matanya berkali-kali dan mulai bangkit dari ranjangnya. Ia menunaikan kewajibannya terlebih dahulu, menggelar sajadah indahnya, bersujud dan berdoa cukup lama sehingga membuatnya hanyut dalam perasaan tak menentu kembali. Dadanya sesak menahan deru tangis yang semaksimal mungkin ditahan agar tidak keluar namun pertahanannya bobol, ia kembali menangis dan tergugu. Mita teringat akan semua kegiatan bersama sang ayah, sekilas bayangan masa lalu bersama ayah masih teringat jelas di ingatannya. Ia masih tak menyangka akan kehilangan secepat ini. Mita, sempat berpikir akan sebuah ketidak adilan yang Allah berikan pada kehidupannya. Pasalnya, ia belum merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya tetapi sudah disuguhkan kesakitan dan kekecewaan yang sangat luar biasa. Ia segera menyudahi curahan hatinya pada Gusti Allah, karena harus ikhlas walaupun susah. Mita bergegas keluar kamarnya lalu turun ke bawah untuk makan siang bersama keluarganya. Sesampainya di bawah, ia memandang nanar meja makan yang belum ada aktivitas apa-apa. Semua berkumpul namun tak ada satupun aktivitas di dalamnya. Langkah kaki Mita mulai gontai berjalan ke arah mereka semua, tatapan matanya memandang mereka satu persatu tak berkedip. Terlihat jelas sendiri, pandangan mata mereka kosong, tubuhnya memang sedang berada disini namun pikirannya entah melayang kemana. Rasa sesak dan sakit mendera kembali tubuh Mita, ia merasa tak sanggup melihat pemandangan menyakitkan ini. Mita ingin menyapa mereka semua, namun lidahnya sangat kelu. Mas Rizky menyadari kedatangan Mita, dan memanggilnya untuk segera duduk bergabung di meja makan. "Sini Dik, mari kita makan siang," panggil Mas Rizky dengan suara paraunya. Mita mengangguk dan mendekat segera duduk di kursinya. "Ayah mana Mas?" Entahlah, mengapa Mita bisa mempertanyakan hal tersebut, padahal jelas ia sangat tau keadaannya seperti apa namun memang reflek dia bertanya. "Duduk dulu ya." "Sayang, kapan turun?" tanya Bunda yang diyakini oleh Mita sejak tadi sedang melamun hingga tak menyadari kedatangan anak bungsunya. "Sejak tadi saat kalian semua sedang asik melamun dan tak menyadari kedatangan Mita." "Maaf sayang. Ayo kita makan dulu." "Bunda, ayah kemana? Kok tidak ada? Masih enggak enak badan?" "Ayah sudah sembuh kok, Dik. Ayah tidak merasakan lagi sakit, jadi tenang ya," celetuk Kak Anjani yang mulai sadar dari lamunannya. "Mita panggil Ayah dulu ya, biar kita makan bersama," ucapnya hampir beranjak pergi namun di cekal oleh Bunda. "Dik, duduk." "Ayah sudah tenang dan bahagia. Sekarang kita makan dulu ya," ucap Bunda tegas. Rahang Mita mengeras, ia tak suka dengan kata-kata yang Bunda lontarkan tetapi itu adalah memang kenyataannya. Ia menunduk, pandangannya tak mampu memandang Bunda, hatinya sesak dan tak sanggup membantah wanita cantik itu. Ia sudah tak berselera untuk makan siang, hanya mengambil buah lalu kembali lagi ke kamar untuk menyendiri. Saat ini, menyendiri adalah hobinya untuk beberapa waktu kedepan. *** Menjelang maghrib, pintu kamar Mita diketuk oleh seseorang, ia melangkah ke arah pintu dan membukannya ternyata Mbok. "Nona muda, ada seseorang yang mencarimu," ucapnya langsung tanpa basa basi. "Siapa Mbok?" "Ali. Cepat ya Non, ditunggu Bunda di bawah." "Baik Mbok, Mita ganti pakaian dulu." Mbok kembali turun ke bawah dan Mita berganti pakaian. Perasaannya tak menentu sekali, ia merasakan ada getaran aneh dan jantung berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia bingung dengan apa yang dirasakannya sekarang, sebenarnya ada apa? Mengapa jantung ini terus berdetak lebih kencang dan perasaannya sungguh tak menentu. Aneh sekali rasanya. Bismillah, semoga jantung ini tidak semakin berdetak kencang saat bertemu dengan dia, ucapnya dalam hati. Ia melangkahkan kakinya keluar kamar dan menuju ruang keluarga. Disana sudah ada Bunda, Kak Anjani, Mas Rizky dan Ali yang duduk manis menunggu Mita. Saat gadis mungil itu datang, semuanya meninggalkan mereka berdua untuk berbincang seperlunya. "Gadis kecil, maafkan aku terlambat datang kesini," ucapnya merasa salah. Ini adalah pertama kali Mita melihat wajah Ali dengan sangat dekat, sebab di acara halal bihalal waktu itu hanya sekilas melihatnya dan terlalu masa bodoh sehingga tidak fokus dengan wajahnya yang tampan. "Enggak pa-pa. Ayah sudah tenang," jawabku parau. "Maafkan aku, seharusnya aku datang sebelum kejadian ini terjadi. Aku tak sempat meminta langsung anak gadisnya pada sang Ayah. Sungguh, aku merasa sangat bersalah sekali." "Padahal, aku sudah berjanji akan datang secepatnya, namun takdir berkata lain. Sekali lagi, maafkan aku gadis kecil," ucapnya lirih. Menangkupkan kedua tangannya, Mita menangis kembali tubuhnya bergetar dan tangisnya sangat pilu. Tanpa ia ketahui, Ali ikut menangis karena melihat Mita serapuh ini. Mita yang dikenal oleh Ali adalah gadis yang sangat ceria, walaupun ucapannya ceplas ceplos namun ia adalah gadis yang baik. Gadis cantik namun tomboy, entah mengapa Ali jatuh cinta padanya. Mungkin karena sifat polos dan cerianya yang mampu membuat siapapun yang berada disekitarnya dapat tersenyum saat melihat senyumnya juga. "Kau harus kuat, gadis kecil dan aku yakin kau memang gadis yang kuat juga sabar. Ujian ini pasti akan bisa kau lewati, saat ini Ayah sudah bahagia dan tak merasakan sakit lagi, jadi jangan ditangisi terus-menerus," lanjutnya lagi. "Berbicara memang sangatlah mudah namun tak semudah lakonnya. Jika bicara ikhlas, mungkin saat ini aku sudah sangat ikhlas namun jika perbuatan aku tidak yakin apakah sudah benar-benar ikhlas atau belum." "Gadis kecil, cepat atau lambat semua ini pasti akan terjadi. Semua hanya masalah waktu saja tetapi kembali pada Gusti Allah itu sudah pasti, kita hanya menunggu giliran saja untuk segera menghadapnya." "Hapus air mata itu dari mata indahmu, tarik senyum indah yang sering kau tunjukkan, sungguh banyak orang yang pasti sangat merindukan senyum indah itu." "Besok pagi temani aku ke makam Ayah. Aku akan meminta langsung dirimu di hadapannya, walaupun saat ini keadaannya sudah berbeda." Mita mengangguk patuh dan mengerti. Ucapan Ali seakan perintah baginya dan ia harus menuruti perintah tersebut. Adzan maghrib berkumandang, mereka semua sholat berjamaah dan mendoakan Ayah agar tenang dan bahagia di rumah barunya. Isak tangis terdengar sangat jelas dari ketiga wanita kuat dan tegar keluarga Sasongko, tangis yang tak sanggup lagi untuk di tahap dan pecah dengan sendirinya. Ada doa yang dipanjatkan di setiap isakan tangis mereka, doa yang terdengar sangat lirih dan memilukan bagi siapapun yang mendengarnya. Setelah selesai sholat maghrib berjamaah, mereka semua makan malam dan kembali ke kamar masing-masing. Ali menginap di rumah Keluarga Sasongko untuk beberapa hari, setidaknya dengan kehadiran dia yang memberikan support buat Mita membuat gadis kecil itu merasa tenang. *** Adzan subuh berkumandang, Mita segera bangun dan menunaikan kewajibannya. Setelah selesai, ia membuka hordeng jendela kamarnya. Langit terlihat sangat gelap, saat ia membuka jendela udara dinginnya pagi hari terasa sangat menusuk sekali ke tulang. Ia merentangkan kedua tangannya dan menghirup dalam-dalam udara pagi hari, sepertinya akan hujan karena tercium aroma tanah yang sangat menenangkan dan membuat damai pikiran juga hati. Mita sangat menyukai aroma tanah, menurutnya saat ia menghirup lebih dalam aroma tersebut akan ada kedamaian yang menenangkan hati dan jiwanya. Aroma yang selalu dirindukan oleh siapapun dan aroma yang selalu ditunggu oleh siapapun. Hampir semua manusia sudah dapat dipastikan sangat menyukai aroma tanah yang basah, karena memang ada ketenangan sendiri di dalamnya. Puas menghirup dalam-dalam aroma menenangkan itu, ia kembali masuk ke dalam kamar, duduk di atas ranjangnya dan mengambil teman penanya. Mita pov Sahabat pena Oktober 2009 Selamat pagi duhai sahabat pena terbaikku, apa kabarmu hari ini? Semoga kau akan selalu baik-baik saja, sahabatku saat ini kondisiku sedang tidak baik-baik saja namun hatiku menuntut diri ini untuk tetap terlihat baik-baik saja. Kau tau apa yang terjadi padaku? Aku kehilangan sosok yang selama ini aku sayang, aku cinta, aku dambakan dan sangat aku idamkan. Sungguh, aku sangat mengidamkan sosoknya yang kelak suatu saat nanti berharap mendapatkan suami yang sosoknya seperti Ayah. Penyayang, baik hati, tulus dan bertanggung jawab pada keluarganya. Kehilangan ayah untuk selamanya bagaikan mimpi buruk yang terjadi pada siang hari bolong. Mimpi buruk yang bagi siapapun tak ingin bermimpi seperti itu. Sungguh, aku sempat berpikir bahwa Allah tak adil pada kehidupanku, DIA mengambil sesuatu yang sangat berharga dalam hidupku. Duniaku mendadak gelap gulita, lilin-lilin kecil yang aku nyalakan di ujung ruangan kosong itu seketika padam, pikiranku melayang entah kemana, tubuhku seakan terhempas dari dataran tinggi, bulir kristalku bagaikan air keran yang tak mampu untuk berhenti, hatiku merasakan kehilangan yang sangat luar biasa. Jika boleh memilih, maka aku akan memilih lebih baik aku yang pergi untuk selamanya agar pikiranku tak beban. Tetapi, jika ini menimpaku maka ayah pasti akan memilih juga lebih baik beliau yang pergi. Saat kegalauan hati sedang menimpa dan menerpa hatiku. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan Ali yang sangat kacau, aku baru kali ini melihatnya sangat dekat ternyata wajahnya cukup tampan namun terlihat kacau. Aku tak mengerti apa yang terjadi padanya sehingga terlihat seperti itu. Ia menangkupkan kedua tangannya dan meminta maaf karena terlambat datang menemuiku dan Ayah. Ia merasa tak sempat meminta untuk menikah denganku di hadapan Ayah. Aku tak tau harus mengatakan apalagi, diamku saat ini sebenarnya memang kecewa terhadapnya karena tidak cepat menemuiku dan ayah. Ia terlalu banyak janji dengan waktu namun tak ada satupun yang terwujud, baru kali ini dan di saat ayah sudah tidak ada untuk selamanya ia bisa hadir untuk mendoakan. Pagi ini, ia memintaku untuk menemani ke makam ayah. Katanya, ia akan meminta langsung diriku di hadapan makam ayah. Ia sudah tak tau bagaimana lagi, yang jelas meminta izin di depan makam sang ayah yang saat ini benar-benar ada di pikirannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN