Satu bulan sudah aku bekerja di pabrik, berita mengenai hubunganku dengan Ezra hilang dengan sendirinya. Sebagian besar mengira jika aku sudah mempunyai pasangan padahal sekarang aku tidak memiliki pasangan karena sudah putus, satu-satunya pria yang saat ini dekat denganku adalah Ezra dan aku tidak mau berlebih dalam menilai perasaan ini. Berita mengenai hubungan kami terhenti lebih di sebabkan kami hanya berbicara profesional ketika di pabrik disamping itu aku sedikit menjaga jarak dengan Ezra.
Kedua atasanku yaitu Adin dan Henindar memberikan pujian karena cepat dalam berinteraksi serta tanggap apabila ada kejadian, pujian ini membuat aku sedikit percaya diri. Aku masih berkolaborasi dengan Reni, jika dengan Wisnu lebih banyak belajar mengenai inventaris seperti kemarin hampir saja kelupaan inventaris kebutuhan pabrik. Beberapa minggu aku disini Wisnu sempat memberikan catatan kepadaku untuk aku teliti, aku sudah mengembalikan catatan tersebut tapi karena Wisnu suka dinas lapangan jadi kelupaan. Akhirnya kami mencari di sekitar Wisnu dan ternyata catatan tersebut sudah berada di meja Henindar namun belum di tanda tangani karena Wisnu tidak memberikan pesan kepada kami semua.
"Tumben kalian berdua makan di kantin? mana Wisnu?" tanya Rio langsung ambil duduk di depanku dan Reni bersama Ezra.
"Ya si Wisnu ke pengadilan kemarin mobil pengiriman kena tilang" jawab Reni "lemes banget dirimu sakit?" tanya Reni ke Ezra.
Tatapan aku dari tadi mengarah pada Ezra yang terlihat lemas, Ezra membalas tatapanku seolah mengatakan dirinya baik-baik saja, namun mendengar pertanyaan Reni kami langsung memutuskan pandangan kembali fokus ke makanan. Aku tahu dari tatapan Ezra dan semua sikapnya mengatakan bahwa dirinya tidak baik-baik saja, tapi aku mencoba tidak peduli karena kami berada di lingkungan kerja.
"Dari kemarin belum tidur kita ada 1 mesin bermasalah dan produksi berhenti" jawab Rio
"Ya kemarin Wisnu bilang malem-malem kesini ngurus mesin" kata Reni sambil mengangguk paham "kamu pulang deh daripada kaya gitu wajahnya"
Ezra menggeleng "nanti aja pas jam pulang masih kuat juga ini"
"Makanya cari pacar biar ada yang merhatiin" kata Rio memberikan tatapan menggoda pada Ezra.
"Udah tua ngapain cari pacar mendingan sekalian istri, bro" jawab Ezra sambil menatapku membuat aku menunduk.
"Audrey bisa nyetir mobil?" tanya Rio yang aku jawab dengan mengangguk "kalau gitu nanti pulangnya anterin Ezra ya kamu yang nyetir"
"Apaan ini? pantang bagi aku disopiri wanita" tolak Ezra menatap Rio tajam.
"Gaya dulu sama Bella aja biasa" ucap Rio yang dibalas Ezra dengan memukul lengan Rio namun Rio tertawa keras.
Perkataan Rio membuat aku menatap mereka berdua atas apa yang terjadi dan siapa Bella sebenarnya ini karena aku tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu, melihat respon Ezra semakin membuat aku yakin jika nama yang disebut Rio adalah orang spesial Ezra entah sekarang atau masa lalunya.
Sebelum keluar dari kantin Rio memberikan kunci mobil Ezra ketika Ezra lengah karena sibuk dengan ponselnya, Rio mengatakan beberapa pesan yang hanya aku angguki. Pulang ini akh bersama Ezra dan aku rasa harus siap mendengar berita tentang kami.
Aku menghampiri Ezra di ruangannya namun aku tidak melihat tanda-tanda Ezra, menurut Ella admin Ezra dari tadi ada berada di ruang maintenance karena masalah mesin. Ketika aku melangkah ke ruang maintenance Ezra baru keluar, tatapan kami bertemu namun aku langsung melangkah ke mobil Ezra seolah mengatakan bahwa mengajak dirinya pulang.
"Aku aja yang nyetir masih kuat ini" ucap Ezra dan aku hanya menggeleng langsung masuk ke kursi pengemudi.
Ezra menatapku dengan emosi karena aku tidak mendengarkan perkataannya, namun aku tidak peduli karena aku tahu kondisinya saat ini tidak baik-baik saja. Ezra memberikan petunjuk arah rumah yang ternyata tidak terlalu jauh dari pabrik sedangkan ku hanya bisa mengikuti instruksi yang diberikan Ezra, ketika masuk ke dalam dekorasi rumah minimalis tanpa banyak pajangan di setiap sudut.
"Rumah siapa ini, mas?" tanyaku penasaran.
"Rumah aku, nyicil dari awal kerja dulu" jawab Ezra "kalau sudah menikah nanti tinggal disini gak jauh dari pabrik"
"Selama ini mas bolak balik antar aku?" tanyaku kaget terhadap kenyataan yang ada.
Ezra menggeleng "aku di sini kalau keadaan pabrik kacau kaya beberapa hari ini lumayan tidur beberapa jam tapi apes sekarang malah drop"
"Ada bahan masakan di sini? mau dibuatkan bubur?" tanyaku menatap Ezra.
Ezra mengangguk "di sini bentar ya mau tidur dulu, masuk aja ke dalam kalau mau masak tapi maaf agak berantakan"
Berantakan versi Ezra bukan benar-benar parah masih bisa diterima untuk ukuran cowok. Aku memasak seadanya karena bahan juga tidak terlalu banyak. Setelah masak aku membangunkan Ezra agar shalat terlebih dahulu baru setelahnya makan, membangunkan Ezra tidak terlalu susah karena hanya sekali.
"Enak masakannya walaupun cuman bubur" puji Ezra "setelah makan dan shalat ini kita pulang tadi cuman ijin sebentar sama ayah"
"Mas ijin ke ayah?" tanyaku kaget dan Ezra hanya mengangguk.
Aku langsung membandingkan Ezra dengan Keanu yang sangat berbeda dalam bersikap, mungkin karena Ezra sudah lebih matang daripada Keanu namun aku harus menepis pemikiran tersebut karena kami tidak dalam hubungan apapun.
"Makasih ya" ucap Ezra ketika kami sedang istirahat di ruang tamu sambil menunggu adzan "Audrey kalau ada pria yang mengajakmu menikah gimana?"
"Selama ayah dan bunda bilang pria tersebut bisa membimbing aku kenapa gak, mas" jawabku
"Kriteria untuk jadi suami kamu apa?"
Aku berpikir sejenak "takut sama Allah, sayang sama orang tua dan keluarga, tanggung jawab, pekerja keras dan yang pasti bisa terima semua kekuranganku" jawabku "kenapa, mas?"
"Kalau ada yang mengajak menikah dalam waktu dekat?" tanya Ezra kembali tanpa menjawab pertanyaanku
Aku menggeleng "pamali nikah ditahun yang sama bareng saudara kandung sebentar lagi Mas Miftah nikah jadi gak boleh nikah tahun ini" jawabku "kenapa tanya gitu, mas?"
Ezra menggelengkan kepala "hanya ingin tahu saja" jawab Ezra.
Ezra menatapku dengan tatapan memuja secara perlahan Ezra menarikku mendekat. Ezra menempelkan bibirnya di bibirku secara perlahan Ezra menggerakkan bibir hanya berupa kecupan, lama kami melakukan tersebut dan entah siapa yang memulai kecupan berubah menjadi lumatan perlahan. Ezra memasukkan lidahnya seolah mengabsen gigiku, kami saling memainkan lidah dan bertukar saliva.
Ezra menarikku duduk di pangkuannya, tangan Ezra mulai meremas bukit kembar membuatku mendesah tertahan. Cukup lama kami diposisi ini sampai suara ponselku berbunyi membuat aktivitas kami terhentikan, kami saling memandang dan dapat kurasakan sesuatu membesar dibalik celana Ezra. Tangan Ezra masih berada di pelukanku seolah kami tidak mempedulikan bunyi ponsel yang berbunyi secara terus menerus.
"Aku harus angkat" ucapku memecahkan keheningan kami.
Ezra melepaskan pelukan dengan perlahan aku turun dari pangkuannya dan mengambil ponsel yang berada di meja di mana ayah menghubungi meminta untuk segera pulang karena sudah terlalu malam. Selepas sambungan dengan ayah selesai aku menatap Ezra yang berusaha mengendalikan nafsunya secara perlahan aku mendekati Ezra mencium pipinya sekilas membuat pandangan Ezra ke arahku dan aku langsung menunduk karena malu.
"Kita pulang sekarang" ucapku yang dilakukan Ezra hanya mengangguk.
Dalam perjalanan kami hanya diam tidak ada yang membuka pembicaraan sama sekali dan aku sendiri bingung bicara apa atas kejadian tadi karena semua terjadi dengan begitu cepat tanpa persiapan sama sekali.
"Maaf" ucap Ezra ketika kami di trafic light "spontan saja tadi melakukannya"
"Gak perlu minta maaf karena kita melakukannya sama-sama senang" ucapku mencoba untuk santai.
"Aku gak tahu sejak kapan punya perasaan sama kamu" membuatku menatap Ezra seketika "ciuman tadi sebagai ungkapan perasaanku"
Aku tidak menanggapi perkataan Ezra karena aku sendiri tidak tahu bagaimana perasaanku kepadanya saat ini dan semua terlalu cepat terjadi, aku hanya bisa mencoba menikmati semuanya.