Noir & Zay (2)

1171 Kata
"Dasar gila ! Jadi kau kabur tanpa tujuan?" Zay setengah berteriak padaku, untuk beberapa alasan tiba-tiba saja kami jadi akur. Apa ini adegan yang bisa kusebut dimana pelakor dan pasangan sah akur ? oh iya perlu ditekankan pelakor disini adalah aku. Karena aku mengambil Vhyung dari pria yang kini mendengar cerita lamaku dengan wajah yang polos bertanya ke mana tujuanku. Sangat aneh. "Memangnya orang kabur punya tujuan? Sejak kapan? Kalau pergi dengan tujuan itu namanya liburan, bukan kabur. Dan jangan memanggilku gila." Aku mendelik. Zay lantas melipat tangan di depan d**a, matanya menatap lurus ke depan. "Jika bukan gila, lalu aku harus menyebutmu apa?" sahutnya sembari memamerkan ekspresi berpikir yang cukup membuatku gemas ingin memukulnya. "Namaku Noir." "Ya lalu ?" Kepalanya tertoleh padaku. Menatapku lekat-lekat seperti aku ini benda teraneh sedunia. "Berhenti memelototiku. Kau pikir adanya nama untuk apa ?" "Aku sudah tahu namamu. Kenapa tiba-tiba memperkenalkan diri ?" Sumpah. Dia ini bodoh atau bagaimana sih. Teriakku frustrasi dalam hati. Untung saja situasi kami sedang makan. Tadinya aku sempat berpikir buruk dia akan kabur tanpa membayar. Tapi rupanya pria itu cukup bertanggung jawab. "Hei, kau ini bodoh atau bagaimana sih ?" omelku pada akhirnya. Dia mendelik tak suka, lantas mengerutkan keningnya juga. Lama. Kami hanya berbagi keheningan. Pada akhirnya aku bermaksud mematahkan kecanggungan bodoh ini. "Kurasa aku mau pulang." ujarku pelan. Aku menarik diriku dan bangkit. Pria didepanku berdecak sedikit. "Jadi, kau akan pulang ke rumah?" aku melirik kearahnya. Ya, tentu saja kemana lagi. Aku mendengus. Pria ini sangat aneh. Untuk kesan pertama dia menganggu dan setelah saling mengenal lewat obrolan tak tentu makin menjadi anehnya. "Aku akan mengantarmu." Tanpa diminta dia menawarkan jasa. Aku mengangkat sebelah alis. "Bukannya kau bilang sibuk?" Dia mengedikkan bahu. "Aku akan pulang setelah mengantarmu, lagi pula aku memiliki alasan untuk datang terlambat." "Alasan apa?" tanyanya penasaran. "Mengantar anak kucing yang tersesat." Lagi. Aku memberinya sebuah bogem mentah disalah satu lengannya. Tidak terlalu keras dan tidak pelan. Serius kok bisa aku sedekat ini dengan pacar suamiku ? "Aku tak ingin melibatkanmu dalam masalah," tolakku halus. Tapi ekspresi yang dia tunjukan malah terlihat gigih. "Tenang. Setiap harinya aku sudah terlibat dengan masalah orang lain," sahutnya "Karena pekerjaan tentu saja," ia menambahkan, yang kusetujui dengan anggukan. "Memang, dan kali ini aku akan membuat pengecualian. Khusus untukmu." kata-kata itu keluar begitu saja. Membuatku perlu menatapnya lekat-lekat. Oh ? apa ini ? dia sedang mencari muka ? Aku menatapnya. kemudian bertanya, "Karena kau ingin dapat restu dariku begitu ?" "Tentu saja," sahutnya segera. Aku tertawa. Yasudahlah tidak buruk juga mendapatkan tumpangan. Lagipula kurasa dia sedang menyelam sambil minum air. Jika mengantarku dia akan bertemu dengan suamiku kan ? Oke masalah clear ! Aku mengangguk mengerti, dan kami kembali dengan sunyi. Hanyut dalam pikiran masing-masing, sampai tiba di pelataran parkir bermandikan cahaya matahari, kepalaku sedikit mendongak. Aku merasa terlihat bebas dan estetik ketika, menyatu dengan pemandangan sore yang mengagumkan. Sore ? sudah berapa lama aku menghabiskan waktu dengan pacar suamiku ? "Hei, menurutku kau itu pria yang baik." itu adalah komentar jujur dan paling positif yang aku ujarkan padanya ketika dia membukakan pintu mobilnya untukku. "Hei, Zay." Aku kembali berseru ketika dia sudah duduk ciamik didepan setir. Memberinya sebuah senyum lebar. "Aku punya ide bagus." Dia hanya mengangkat alis sebagai isyarat agar ia melanjutkan. "Bagaimana kalau kau jadi temanku ? Dengan begitu kita bisa membantu satu sama lain." Lebih tepatnya aku jadi punya dua sumber mata pencaharian kan jika aku memanfaatkannya juga ? *** Aku merutuk tatkala melihat papan pemberitahuan disertai garis kuning-hitam dan para pekerja berpakaian safety. Sejak kapan ada perbaikan ? seingatku tadi pagi belum ada atau aku yang lupa ? "Maaf, Pak. Jalan ditutup, sedang ada perbaikan," ujar salah seorang pekerja. "Sampai kapan?" tanyaku sembari memerhatikan para pekerja yang bermandikan keringat memperbaiki jalan di cuaca lembab siang musim panas. "Sekitar 4-5 jam lagi, Pak," pekerja itu menjawab. Aku hanya mengangguk sembari mengucap terima kasih, kemudian balik ke mobil. Zay masih menatapku yang terlihat kesal. "Jadi, kita akan mengambil jalan lain?" tanyanya. "Iya," sahutku masam. "Kenapa?" "Tidak ada. Ayo lanjut." Tiba-tiba dia menancap gas dan mengemudi seperti kesetanan. "Oy Oy Oy!" Dengan panik aku berusaha merebut kemudi, membuat mobil melaju tak karuan. Di depan, mobil lain membunyikan klakson agar kami berada di jalur yang benar. Dengan bantingan keras ke kanan, dia berhasil menghindari mobil biru itu. Beruntung, jalanan sedang lengang sehingga tak terjadi sesuatu yang tak diinginkan kepada kami. "Kau mau mati, hah?!" Aku berteriak marah padanya setelah dia menghentikan mobil di pinggir jalan. "Kalau kau memang mau mati, lakukan sendiri. Jangan mengajakku." Aku memberinya tatapan garang pada pemuda itu. Sedangkan dia tertawa terbahak bahak. Sialan. Kenapa dia melakukan hal berbahaya seperti itu ? Aku baru akan meluapkan kemarahan lagi, ketika suara ringtone ponselku terdengar. Tanpa melihat layarnya pun aku tahu jika yang menelepon itu adalah Vhyung. Kutarik napas dalam sebelum mengeluarkan ponsel dari saku dan menggeser tombol hijau di layar. "Kau di mana? Kenapa belum pulang juga? Jangan berfoya foya itu uangku─" "Aku sedang diperjalanan," kusela omongan suamiku sebelum merepet semakin panjang seperti gerbong kereta. "Jalan ditutup, jadi aku mau memutar. Dan tadi aku nyaris mengalami kecelakaan." Kulirik pria di sebelahku, ia meringis di kursi kemudi sembari menggumamkan maaf. "Aku tidak apa-apa, tidak terluka, hanya sedikit terkejut." Omelan berubah menjadi pertanyaan panik penuh kekhawatiran khas Vhyung. "Iya.. iya.. Sungguh, aku baik-baik saja. Tidak perlu dokter. Aku hanya perlu istirahat sebentar. Ya, aku ini sudah jalan kok. Hmm.. jangan khawatir aku tidak menghabiskan uangmu yang tidak terbatas oke ? See u.." Akhirnya, setelah nasehat dan omelan panjang sambungan ditutup. Tak terasa aku mengembuskan napas lega. "Maaf ya. Aku hanya ingin mengubah sedikit suasana." Kata Zay di sebelahku dengan cara yang lirih. "Sudahlah, yang penting kita baik-baik saja," jawabku. Kemarahanku sudah mereda melihat penyesalan di wajahnya. "Kau ada janji ?" tanyanya hati-hati. "Ya, aku harus pulang ke rumah untuk memberi kepastian pada si cerewet kalo aku tidak menghabiskan seluruh uangnya," jawabku sembari mengangkat bahu. "Di saat-saat tertentu dia memang tak bisa dibantah. Kau yang pacarnya pasti paham." "Iya," ia menggumam sembari mengangguk lalu tersenyum mendengar tanggapanku. Senyum yang hanya bertahan sesaat. "Hey, jika kau tidak keberatan aku ingin tahu kenapa orientasimu tidak pada kami ?" Entah mengapa aku jadi begitu penasaran. Dari kacamataku sebagai seorang wanita Zay jelas bukan pria sembarangan. Dia sempurna. Tampan dan memiliki segalanya, dia tak perlu khawatir soal wanita. Tapi diantara banyak wanita cantik mengapa dia justru lebih tertarik pada pria ? "Perempuan itu merepotkan." jawabnya. "Memangnya semerepotkan apa?" tanyaku penasaran. "Menikah." Hampir kusemburkan tawa, ketika mendengar jawabannya. Ternyata, masalahnya tak begitu rumit seperti milik Vhyung. "Kalau mau tertawa, silakan saja." Ia mendengus. Lagi. kutemukan pipinya menggembung karena marah. Dan jujur saja, itu terlihat imut. "Yah, kupikir apa kan. Misalnya trauma atau sesuatu yang lebih kompleks dari itu," "Setiap individu itu berbeda." Kuanggukkan kepala. Tanpa terasa kami tiba dirumah. Aku melirik padanya sebentar. "Mau mampir ? kupikir bagus kalau kalian bertemu." "Tidak hari ini. Aku kelelahan karena ulahmu." "Memang aku melakukan apa ?" "Banyak hal. Termasuk menguras isi dompetku." "Jadi pria jangan pelit. Yasudah kalau begitu terimakasih sudah mengantar."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN