Prolog

1002 Kata
Aruna adalah seorang perempuan sebatang kara. Di usianya baru memasuki usia 20 tahun dia telah ditinggalkan oleh seluruh anggota keluarga intinya akibat wabah penyakit misterius yang menyerang semua desa di negara ini, bahkan wabah penyakit yang konon belum ditemukan penawarnya ini juga menyerang dan melumpuhkan hampir seluruh negara yang ada di dunia ini. Dalam kurun waktu tidak sampai dua bulan Aruna ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh ayah, ibu, adik dan anggota keluarga lainnya. Siang malam Aruna berdoa untuk kematiannya sendiri. Namun Tuhan masih ingin menguji kesabaran gadis muda itu. Aruna diberikan kondisi kesehatan yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Tatkala wabah penyakit misterius yang menyerang desa dan bahkan mengambil nyawa hampir tiga perempat penduduk desa, Aruna menjadi satu-satunya penduduk desa yang tidak pernah sekalipun tertular wabah penyakit misterius itu. Padahal tujuh anggota keluarganya meninggal dalam waktu berdekatan dan semuanya berinteraksi penuh dengan Aruna. Sementara wabah penyakit misterius tersebut bahkan bisa menular lewat udara. Berbincang dengan orang yang terinfeksi wabah penyakit sudah berpotensi menularkan penyakit. Sedangkan Aruna tidak hanya berbincang tetapi juga merawat anggota keluarga yang sakit selama 24 jam penuh. Satu tahun setelah menjalani hidup seorang diri di rumah penuh kenangan indah bersama orang-orang tercinta yang telah pergi untuk selama-lamanya, akhirnya pemerintah menyatakan negara telah bebas dari wabah penyakit misterius dan semua orang dari lapisan manapun sudah bebas berinteraksi dengan normal lagi. Dengan membaiknya situasi dan kondisi dunia, Aruna bertekad merantau ke ibukota seorang diri. Berbekal uang yang didapat dari bantuan pemerintah yang jumlahnya tidak seberapa, sampailah Aruna di tempat asing yang katanya lebih kejam dari ibu tiri. Bagaimana bisa Aruna membayangkan kekejaman ibu tiri sementara seumur hidupnya dia tidak pernah tahu seperti apa rasanya mempunyai ibu tiri. Sesampainya di salah satu terminal yang paling terkenal sebagai tempat kedatangan para penduduk desa yang berbondong-bondong pindah ke kota seperti dirinya, kondisi Aruna cukup lemas dan memprihatinkan. Selama perjalanan melalui jalur transportasi bus yang menempuh waktu sehari semalam gadis itu hanya mengonsumsi dua bungkus roti isi kacang hijau dan sebotol air mineral saja. Terhitung perutnya tidak menerima asupan karbohidrat selama hampir 24 jam lamanya. Pantas saja saat ini lututnya terasa gemetaran ketika dibuat menopang tubuh yang tidak seberapa berat untuk ukuran gadis seusianya. Tubuh Aruna memang cukup mungil dengan tinggi badan hanya 155 cm dan berat badan 46 kg. Berat badannya memang terus menyusut semenjak anggota keluarganya meninggal satu persatu.Gadis itu sama sekali tidak memiliki motivasi hidup. Namun Tuhan justru memberikan umur panjang padanya untuk menjalani kehidupan yang penuh kesedihan menurutnya. Langkah Aruna tampak sempoyongan melewati deretan warung kaki lima yang ada di luar terminal. Dia berhenti sejenak di depan sebuah warung makan bernama Warung Nasi Ranti. Namun sesaat setelah langkahnya telah berada di ambang pintu bukannya masuk ke warung tersebut Aruna malah berlari ke jalan raya. Dengan cekatan dia menarik tubuh mungil seorang anak laki-laki yang sedang kebingungan di pinggir jalan raya dan hampir saja tertabrak sebuah truk tronton yang kebetulan sedang melintas di depan gerbang utama terminal kota. Sontak semua orang yang sedang sarapan di dalam berteriak kaget dan bergegas mencari tahu apa yang sedang dilakukan oleh Aruna. Tak perlu menunggu waktu lama untuk membuat orang-orang di sekitar membentuk kerumunan, termasuk pemilik warung yang bernama Ranti. Lumayan dapat tontonan gratis pagi-pagi, pikir mereka yang datang berbondong-bondong hanya untuk sekadar mencari tahu tanpa berniat sedikitpun membantu. Ranti lalu meminta beberapa laki-laki yang merupakan pengunjung warungnya untuk menggendong anak laki-laki yang sedang berada dalam pelukan Aruna dan juga Aruna ke warungnya. Setelah itu kerumunan pun bubar. Beberapa menit kemudian Aruna sadar dan mendapati dirinya sedang berada di tempat yang tidak pernah dia datangi sebelumnya. Aruna melihat ke sekeliling. Dia sedang berada di sebuah ruangan yang merupakan kamar pemilik warung untuk beristirahat ketika warung sedang sepi pengunjung. "Syukurlah kalau lo sudah bangun," ujar perempuan muda yang merupakan pemilik warung. "Gue Ranti, pemilik warung tempat lo pingsan tadi. Nama lo siapa? Dari mana dan mau ke mana?" "Nama saya Aruna. Asal saya dari Trenggalek," jawab Aruna lemah. "Trenggalek itu di mana?" "Jawa Timur." "Oh, jadi lo orang jawa." "Anak laki-laki tadi mana?" tanya Aruna dengan suara gemetar. "Oh, itu. Tadi udah ada yang jemput. Trus orang tadi nitipin lo ini sebagai ucapan terima kasih," jelas Ranti lalu menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan. "Anak itu nggak apa-apa?" tanyanya khawatir. "Aman. Dia cuma shock. Tapi setelah tenang bisa jawab pertanyaan warga dan nggak lama ada yang datang jemput. Justro lo yang terluka dan sampai pingsan. Sekarang gimana keadaan lo?" "Saya sudah enakan." "Terus tujuan lo mau ke mana?" Aruna menggeleng lemah. "Saya mau beli nasi," ujarnya dengan tatapan sayu sambil menyerahkan selembar uang seratus ribuan yang baru saja diserahkan oleh Ranti. "Lo lapar?" respon Ranti tanpa berniat mengorek informasi lebih jauh soal Aruna. Mungkin nanti perempuan itu pasti akan cerita dengan sendirinya kalau sudah tenang. Begitu pikir Ranti. Kali ini Aruna mengangguk. "Haus juga," katanya lagi. "Tunggu sini bentar, ya. Gue ke depan dulu ambilkan makan dan minum buat lo. Uangnya lo simpen aja." Aruna mengangguk lalu menyimpan kembali uang yang tadi diberikan pada Ranti. "Terima kasih," katanya lagi. "Sama-sama," jawab Ranti. Sebenarnya Ranti tidak ingin menjadi sok malaikat membantu orang yang sama sekali tak dikenalnya itu. Namun melihat wajah polos dan memprihatinkan Aruna membuat pintu empatinya diketuk kencang. Ada hasrat besar tumbuh dalam dirinya yang tak dia mengerti maknanya apa. Yang ia tahu hanyalah bagaimanapun caranya dia ingin membantu gadis lemas yang kini ia tahu bernama Aruna itu. Apalagi tadi dia melihat dengan mata kepala sendiri aksi heroik dan ketulusan Aruna yang mau menyelamatkan anak laki-laki yang nyaris ditabrak truk tronton. Padahal Aruna sama sekali tidak mengenal anak laki-laki itu, tapi dia rela mengorbankan nyawanya. Ranti kembali ke kamar sementaranya sambil membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya serta segelas teh hangat untuk Aruna. Dia menyodorkan piring dan gelas tersebut pada Aruna yang kini sudah duduk di pinggiran ranjang. "Terima kasih, Mbak Ranti. Tuhan pasti akan membalas berlipat ganda semua kebaikan Mbak Ranti pada saya." "Amin. Cepat makan. Abis ini gue antar lo ke puskesmas buat ngobatin luka di pelipis, sikut dan lutut lo." ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN