"Dunia ini, hidup dalam aturannya sendiri. Terkadang ia tampil acak dan jalaang. Tidak ada yang romantis ataupun ajaib tentang kehidupan. Semuanya mencekam, meskipun bisikan cinta itu terus saja mengalir di rongga telingaku." Fana Adelia.
***
"Sayang, kamu tampan sekali malam ini," puji seorang wanita seraya mengalungkan kedua tangan di leher suaminya.
Mereka berencana untuk menikmati makan malam di restoran ternama, untuk merayakan hari pernikahan yang menginjak usia ke-17 tahun.
"Emh, kamu juga begitu cantik, Nana. Selalu saja, seperti bunga yang sedang mekar," ucap sang suami, menyambung pujian istrinya yang memang tampak sempurna.
Keduanya melanjutkan pujian manis itu dengan kecupan penuh makna, seraya memejamkan kedua mata di depan kamar. Tampaknya, mereka begitu menikmati suasana.
Pada saat yang bersamaan, seorang remaja tanggung tengah mengintip dari anak tangga terbawah di lantai dasar, bersama adiknya. Keduanya pun terkekeh kecil, seraya menutup mulut dengan kedua tangannya.
Ketika melihat pemandangan romantis seperti itu, mata sang gadis selalu berbinar-binar. Ia seperti ikut merasakan kebahagiaan dari kedua orangtuanya, yang jarang sekali tampak berdebat, apalagi bertengkar hebat.
"Mama!" panggil Pita, anak bungsu mereka seraya meniti anak tangga. Aktivitas romansa diantara keduanya pun terhenti.
"Pipi!" sahut sang mama yang sadar akan kehadiran putri keduanya seraya menundukkan tubuh dan menggendong. "Kakaknya di mana?"
Pipi menunjuk ke arah lantai dasar, dengan jari telunjuknya. Lalu ia menggigit ujung telunjuk itu, sambil tersenyum. "Kakak," ujarnya dengan suara manja.
Usia anak pertama dan kedua di keluarga ini memang terpaut sangat jauh. Fana, anak sulung mereka berusia 15 tahun. Sedangkan Pita, baru berusia 2 tahun.
"Sejak kapan kaku berdiri di sana, Sayang?" Suara lembut itu, berhasil membuat gadis tanggung tersenyum dengan wajah yang memerah.
Bagi Fana, keluarga ini adalah yang terindah. Banyak sekali sajak dan lirik cinta yang senantiasa memenuhi setiap ruangan di kediamannya.
Sang mama adalah pemegang saham tertinggi di keluarga ini. Beliau selalu bersikap lebih dan penuh kehangatan. Sedangkan papa berduri bagai payung pelindung raksasa yang kokoh.
Menurut gadis itu, kisah cinta kedua orangtuanya adalah yang terbaik. Bahkan lebih baik daripada kumpulan film romansa yang pernah ia tonton.
barusan aja kok mah. tapi cukup sih untuk melihat senyuman mama dan papa goda Sang Putri pemilik bibir bervolume tersebut.
sesaat setelah mendengarkan jawaban dari putrinya Mama dan Papa pun saling menatap Dan Tersenyum titik ada rasa malu tetapi mereka tidak bisa menutupinya. Ternyata, Fana sudah beranjak dewasa.
laki-laki tampan berjas biru dongker berjalan Seraya merapikan kerah bajunya titik ia memegang kepala panah dan mengusapnya lembut lalu mengatakan sesuatu yang membuat putrinya tersenyum.
Suatu saat kamu juga akan menemukannya laki-laki itu akan membawamu kedalam bahagia dan juga Kedamaian di dalam rumah tangga. tanpa menunjukkan tubuhnya yang jauh lebih tinggi daripada panah papa akan selalu memperhatikan kalian di manapun berada lalu disambut dengan senyum hangat hak seorang ayah yang begitu berwibawa.
fana langsung melakukan hal yang sama dengan mamanya titik ia mengalungkan tangan di leher papa lalu memeluknya erat. panas sayang papa ucapnya Seraya memejamkan kedua mata. kemudian mengangkat bulu bulu matanya yang lentik Seraya menatap sang mama juga sayang mama sambungnya dengan mata berkaca-kaca.
entah bagaimana, hatinya tiba-tiba saja terasa perih mungkin karena saat ini panah juga terngiang-ngiang atas suara teriakan histeris dan pukulan kuat yang beberapa hari terakhir ini menghantui tidurnya.
Gadis itu sering berpikir seorang diri untuk menjawab setiap pertanyaan yang muncul ketika ia termenung dan memikirkan Sebenarnya apa yang terjadi dan Kenapa ia mendengarkan suara-suara asing dan mencekam.
"Hei, kenapa jadi menangis begitu?" tanya mama yang bergerak cepat, sembari menggendong Pipi. Setibanya di depan Fana, perempuan berambut ikal itu langsung memeluk erat. "Apa ada masalah?" tanyanya perduli, seperti biasanya.
Fana menggeleng di dalam pelukan kedua orangtuanya, "Tidak, Ma. Hanya saja, rasanya ingin menangis saja." Fana melepaskan pelukannya. "Makasih buat semua kasih sayang dan cinta kasih Papa sama Mama ke Fana dan Pipi."
"Sama-sama, Sayang," timpal sang mama dalam senyum. "Ini adalah kewajiban kami sebagai orang tua dan hal kalian sebagai anak," jawab mama sambil mencubit sayang pipinya Pita.
"Kok jadi melo begini ya?" tanya sang papa dengan tatapannya yang teduh. "Padahal, malam ini kita mau senang-senang."
Fana menyeka air mata yang sudah terlanjur menetes di pipi. "Maaf ya, Pa. Ini semua gara-gara Fana." Gadis itu menggenggam tangannya sendiri di depan pinggang.
Papa merangkul putri pertamanya, "Ayo kita berangkat sekarang! Sebelum rumah ini banjir dan adikmu memainkan peran sebagai Putri Duyung," goda papa dan yang lainnya tertawa secara spontan.
Rasa haru pun, berubah menjadi tawa. Namun resah di dalam hayu Fana, tetap saja berkubang. Ini seperti sedang berada di dalam awan hitam panas yang mengerikan.
"Iya, Pa." Fana mengikuti langkah papa yang senantiasa mengajak putrinya bercanda.
Keluarga bahagia ini membedah jalanan bersama kendaraan lainnya. Saat ini, lampu warna-warni menyala, menghiasi jalanan, dan tercermin sempurna di dalam manik mata gadis berwajah jelita tersebut.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 25 menit, mereka tiba di restoran yang sudah dipesan, khusus untuk acara malam ini.
Bagi sang papa, meluangkan waktu dan membuat tawa di dalam keluarganya adalah buang yang paling indah. Beliau selalu menyisihkan segalanya, hanya untuk berkumpul bersama.
Makan malam romantis dan seru pun memenuhi meja ukuran besar yang sudah dipesan, berikut dengan menu istimewanya.
Ketika tengah menikmati makanan berat, Pita tampak sangat sulit untuk diatur. Ia pun mengotori dress mama yang berwarna biru muda.
Namun, dari bibir beliau, sama sekali tidak terdengar keluhan. Hal ini semakin membuat Fana menjadikan sang mama sebagai contoh di dalam hidupnya.
Keluarga yang sempurna dan memiliki banyak cinta. Inilah kehidupan Fana Adelia, sesaat sebelum tragedi naas terjadi di depan matanya.
Setelah 60 menit, "Sudah makannya?" tanya papa dalam senyum.
Fana mengangguk, tanda sudah. Tetapi mulutnya masih penuh dengan salad buah fla susuu dan keju, yang memang terkenal di kotanya.
"Apanya yang sudah?" goda mama seraya menatap putri sulung yang terlihat masih ingin mengunyah.
Fana tertawa kali ini. Ada rasa malu, tapi ia memutuskan untuk cuek dan tidak memperdulikan apa pun. Entah mengapa, ia ingin sekali makan dalam jumlah yang banyak malam ini.
"Duh, pakaian Mama. Jadi kotor banget, Pa," ucap mama seraya membersihkan sisa makanan Pita dengan tisu seadanya.
"Nanti kan bisa di laundry, Ma."
"Iya, sih. Tapi mau keluar aja malu, Pa." Mama masih membersihkan dress yang ia kenakan.
Tak lama, papa berdiri dan membuka jas mewah yang ia kenakan. Kemudian, beliau menyelimuti tubuh istrinya sambil tersenyum, "Beres, kan?"
Mama menatap papa, kemudian melebarkan senyumnya. "Makasih ya, Pa," katanya sambil memegang tangan suaminya yang berada di atas paha.
"Dan misteri, terpecahkan," goda Fana dan Pita, seperti acara televisi khas anak-anak.
"Kalian ini," timpal mama yang wajahnya tampak merona.
Melihat istrinya malu, papa langsung merangkul dalam posisi duduk dan memberikan kecupan hangat di pipi kanan istrinya.
'Sweet.' Kata Fana tanpa suara.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan tab love, komentar sebanyak-banyaknya, dan follow aku ya. Makasih