Angin yang berhembus sore itu telah mengumpulkan tenaga juga tekad Bevan menunggu Rosie sekitar tiga puluh menit lamanya, seperti biasa minuman kaleng hingga beberapa batang rokok sudah menjadi putung yang berserakan di tempat sampah khusus di atas meja. Hari ini Bevan memantapkan jiwa untun pergi meninggalkan Indonesia, tetapi entah ia ingin menjadi manusia yang plin-plan karena sebenarnya tidak ingin pergi ke mana pun. Masih setia dengan game di ponsel sekedar mengusir kobosanan, Bevan terus menilik bagian pintu utama keluar universitas besar di Indonesia. Tapi bukan Rosie justru Tyas dan sekelompok anak tidak jelas itu keluar, Bevan pun tidak peduli bahkan ia berpura-pura tidak melihat. Jujur saja Tyas masih menyimpan dendam yang sampai sekarang belum tertutup oleh kepua