"Bagaimana bisa kakak di sini?" tanya Ayu dengan suara pelan dan hati berdebarnya.
Imam nampak tersenyum sebelum menjawab pertanyaan itu seraya menatap mentari terbenam di sana. Warna jingga nampak semakin terang di upuk barat bersamaan dengan mentari yang menghilang.
"Kak Agil yang ngasi tau kalau kamu sedang berada di sini. Jadi aku menyusul mu." Jawabnya yang kini menatap wajah teduh gadis itu.
"Hah bagaimana bisa ia menyusul ku secepat itu ke sini. Sementara pas aku berangkat saja kak Agil belum pulang ke rumah dan dia ke rumah terlebih dulu. Apa jangan-jangan dia berbohong pada ku?" gumam Ayu dalam hati.
"Oh ya ya." Ayu memutuskan untuk percaya saja dulu.
Dua insan muda itu pun kembali menatap keindahan di hadapan mereka dengan perasaan yang bisa di bilang sedang berbunga-bunga.
"Oh indahnya melihat langit jingga, mentari yang sudah siap menghilang di tambah dengan lukisan cantik anak muda yang sebentar lagi akan jatuh cinta." Gumam Tere dengan senyum lebarnya dari kejauhan yang melihat adik bos mudanya itu.
Namun dari sisi yang berbeda nampak seorang wanita yang tengah dipenuhi rasa kesal dan api cemburu di hatinya melihat pemandangan di sana. Bayangkan saja tatapan tajam yang sungguh tak menyenangkan serta kedua tangan yang mengepal sempurna. Bahkan suara gemeretakkan giginya membuat orang yang mendengarkannya bisa nyilu sendiri. Dengan suara hentakkan kaki yang keras Lydia pergi meninggalkan hotel dan pemandangan yang menyakitkan mata dan hatinya itu.
"Aku yang sudah berjuang sekuat tenaga menarik perhatiannya malah dia memilih bocah sialan itu. Awas saja kamu bocah ingusan!" gumam Lydia dengan sebuah ancaman.
Wanita yang tengah dalam keadaan emosi itu tak sadar kalau ada seseorang yang juga sedang memperhatikannya di sana. Tidak hanya memperhatikan saja tapi apa yang dia ucapkan pun bisa di dengar pria yang tengah berdiri dengan kedua tangan terlipat di d**a.
"Dasar wanita durjana berani kamu menyentuh adik ku seujung kuku mu saja maka habis lah stok nyawa di tubuh tak berguna mu itu." Batinnya dengan senyum sinis yang terlukis di wajahnya, dengan langkah lebarnya ia berjalan menuju Tere dan bahkan saking berpapasan dengan wanita yang mengancam adiknya itu.
"Hai sayang, kamu lihat pemandangan indah di sana?" gumam Tere yang telah menyadari keberadaan Aichal tanpa menoleh ke arahnya.
"Tentu saja aku melihatnya, hanya saja pemandangan indah itu akan sulit terlihat sepanjang waktu. Situasinya terlalu rumit untuk dimunculkan setiap saat." Jawabnya dengan santai, Tere terkekeh.
"Kapan kamu akan berangkat sayang? Aku pasti akan sangat merindukan mu di sini?" tanya Tere lagi. Aichal merangkul bahu wanita cantik itu.
"Minggu depan Re, aku titip hotel ya dan tentunya yang ada di hadapan mu itu. Jangan biarkan ada orang yang berani menyentuh satu helai rambutnya. Aku sayang pada mu dan sangat berterima kasih atas semua kebaikan mu Re." Pesan Aichal yang kini menarik tubuh Tere lebih dekat dengannya.
"Pastinya sayang, tanpa perlu kau berpesan saja aku pasti akan melakukannya." Ucap Tere dengan senyum indahnya seraya menatap wajah pria di sampingnya itu.
"Seandainya saja kamu wanita 100% Re, aku pasti sudah membawa mu ke KUA." Seloroh Aichal, dan mereka berdua pun tertawa.
"Memangnya kamu mau ngapain bawa aku ke sana?" tanya Tere yang ingin sekali mendengarkan kelanjutan lelucon Aichal. Pria itu selain mendapatkan cap kakak menyebalkan dari adik perempuan satu-satunya ia merupakan seorang pria yang memiliki selera humor tinggi.
"Mau tuker kamu jadi buku nikah." Celetuknya lagi diiringi tawa yang juga di sambut oleh tawa renyah Tere.
Dua orang itu memang sangat dekat, bahkan Tere bisa di bilang sahabat terbaik Aichal dari masa sekolah menengah pertama. Namun entah mengapa sejak Aichal kembali dari kuliah S1 nya dia sudah menemukan sang sahabat berubah menjadi sosok setengah wanita seperti sekarang. Cantik sih tapi dia jauh lebih ganteng dalam wujud aslinya, namun Aichal yang mengerti watak Tere yang aslinya bernama Teo itu tak banyak bicara dan bertanya tentang perubahan sahabatnya itu sampai detik ini. Kalau sudah waktunya Tere pasti akan mengungkapkan dengan sendiri alasannya nanti.
"Ayo kita tinggalkan mereka. Ada hal yang sangat penting yang harus kita selesaikan!" ajak Aichal yang masih merangkul bahu Tere dan berjalan meninggalkan tempat itu.
Banyak orang yang mengira kalau mereka berdua adalah sepasang kekasih. Tak ada yang tahu di hotel itu kalau Tere adalah seorang lelaki dan yang mereka tahu kalau Tere adalah kekasih bos muda mereka.
*****
"Apa kamu tidak merindukan ku?" tanya Imam yang kini masih duduk di samping gadisnya.
"Nah kan mau jawab apa aku sekarang." Gumam Ayu dalam hati.
"Tidak perlu di jawab kalau memang sulit mengatakan jawabannya. Tapi aku benar-benar merindukan mu dua hari ini." Lanjutnya lagi dengan senyum manisnya.
"Benarkah?" gumam Ayu dengan suara yang sangat pelan.
"Apa kamu tidak percaya dek kalau kakak kangen. Lihat saja sekarang kakak ada di tempat ini bersama mu." Tutur Imam yang ternyata bisa mendengar ucapan gadisnya.
"Em jangan membuat ku besar kepala kak." Seloroh Ayu.
"Hahaha gak apa-apa kamu besar kepala, nanti tinggal kakak tusuk aja biar udaranya keluar dan kepala mu kecil lagi." Imam mencoba bercanda.
"Alah kakak ini gak lucu." Ayu malah tiba-tiba berubah cemberut.
"Lah kok cemberut begitu sih sayang, jelek tau. Eh bentar lagi magrib ni, kita masuk aja yuk!" ajak Imam yang kini mulai bangkit dari duduknya, Ayu hanya memperhatikan pria manis itu yang kini menjulurkan tangan kanannya, Ayu yang mengerti maksud sikap itu langsung menyambut uluran tangan kekar itu.
Entah kenapa Ayu kembali merasa bahagia pasalnya sekarang pangeran manis itu tengah menggenggam tangannya.
"Tidak apa-apa kan kalau seperti ini sayang?" ucapnya yang kini malah menarik tangan itu berjalan di bibir pantai.
"Ya ampun bilang aja mau ngajak jalan, pakai acara bilang bentar lagi mau magrib. Tapi so sweet sih." Batin Ayu dalam hati yang kini malah merasa kegirangan sendiri.
"Tidak apa-apa, santai saja Ayu kan jomblo." Seloroh Ayu dengan tawa kecilnya.
Imam terkekeh. "Ya sudah kita jalan sebentar setelah itu kita masuk ke dalam. Kamu mau menginap di sini?" tanya kak Imam lagi. "Hebat ya kakak-kakak mu itu sudah bisa punya bisnis sendiri. Hotel pula." Lanjutnya lagi memberikan pujian.
"Alhamdulillah kak, gak kak paling nanti pulang habis isya." Jawab Ayu yang kini hanya berani menatap ke depan. Ia benar-benar merasa canggung dengan suasana ini.
"Oh ok." Hanya itu yang Imam katakan.
"Kakak pulang ke mana?" Ayu malah memberikan pertanyaan ambigu.
"Ya pulang ke rumah dek." Imam sebenarnya mengerti maksud gadis di sampingnya itu hanya saja ia ingin berbicara lama dengannya.
"Ya tau di ke rumah. Tapi di mana?"
"Hehe rumah kakak dekat sini kok. Di Janapria."
"Oh kakak orang asli Lombok Tengah." Ayu sedikit terkejut.
"Gak asli juga sih dek, campuran lah."
Begitulah percakapan kecil mereka berlangsung di senja itu.