Bab 32

1905 Kata

David Setiawan, akhrinya aku memanggilnya A Wawan. Biar gak pusing, masa dua-duanya panggilannya David. Lagi pun, harusnya gak manggil Aa, karena usia dia jauh lebih muda dibawahku. Namun demi ayah, aku harus menghargainya. “Ini minumnya.” Aku meletakkan satu gelas s**u kental manis di depan A Wawan. Dasar berondong. Kopi saja gak doyan, eh sudah beraninya sudah ngurusin perempuan. Lagian aku lebih tua dari dia, apa gak risih ya, mau-maunya dijodoh-jodohin, huh. “Ini kopinya, Pak!” Aku menyimpan segelas kopi hitam di hadapan Mas Bos Duren yang wajahnya tampak kembali tenang. Mungkin dia sudah menilai sejauh apa kredibilitas lawannya. Ya, dari usia pun jauh terpaut, apalagi pengalaman dan jam terbang. Lagi pun, Mas Bos Duren sudah membuktikan kemachoannya, kan? Buktinya sudah ada

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN