Malik menatap Ilyas sangat serius. Sampai tangan saling meremas di atas lutut. Malik sedikit gugup, padahal hanya ingin mengutarakan pendapat. "Bagaimana kalau kamu sama Amira tinggal di sini saja?" Pada akhirnya Malik berhasil menawar. Ilyas menyilangkan kaki, sementara jemari menunjuk lantai atas. "Kalau begitu usir kak Marisa." "Heh, kenapa kamu malah bicara begitu? Bagaimana kalau sampai kakakmu dengar?" Ilyas nampak tak peduli. "Ya kalau Papa ingin aku sama Amira tinggal di sini, minimal usir benalu." Malik berdecak kesal. "Meski begitu, dia tetap istri kakakmu. Cinta matinya Mas-mu itu." Ilyas menarik napas, bukti cinta mati itu berimbas padanya. Hubungan masih tidak akur hingga sekarang. "Aku tidak mungkin bawa Amira ke sini ya, Pa. Aku nikahin Amira bukan buat nambah penyaki