Malam minggu ini malam yang meresahkan untuk Dru. Perasaannya gelisah karena memikirkan Edna yang tengah kacau karena kejadian sore tadi dengan Riko. Setelah bertemu dan berpisah dengan Riko, Edna meminta Dru untuk mengantarnya ke sebuah tempat dan Dru menurunkannya di sebuah restoran.
Setelah itu Dru pergi bersama Grace untuk berkumpul bersama teman-teman mereka tapi sikapnya yang tak menentu hanya membuat Grace mengomel karena berpikir Dru tengah memikirkan pekerjaannya.
Andai Grace tahu bukan pekerjaan yg dipikirkan Dru, tapi Edna. Raut wajah sedihnya seolah membayangi isi kepala Dru semalaman ini. Ia merasa khawatir dan bersalah pada Edna dan akhirnya Dru memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dan menitipkan Grace pada temannya yang lain.
Saat masuk kedalam mobil Dru tak segera mengendarai mobilnya tapi menatap handphonenya ragu lalu mencoba menghubungi Edna.
"Halo..." terdengar suara Edna yang agak serak.
"Dimana kamu?" tanya Dru saat mendengar suara bising di belakang Edna.
"Lagi makan!" jawab Edna ketus.
"Sama siapa?"
"Kamu gak perlu tahu!”
"Kamu dimana?!"
Tut. Telpon pun terputus.
Dru memukul stir mobil dengan kesal. Ia merasa dongkol dan heran pada dirinya sendiri karena merasa tak nyaman ditolak seperti itu dan begitu mengkhawatirkan Edna dan memutuskan untuk menunggu Edna dirumah.
Edna baru pulang tepat pukul 1 malam. Saat masuk kedalam ia melihat Dru yang tertidur di sofa didepan tv yang menyala. Perlahan Edna melangkah masuk kedalam kamarnya karena tak ingin membangunkan Dru. Hari ini ia tak ingin berbaik hati pada Dru. Ia hanya ingin segera tidur dan hari berganti pagi.
Keesokan harinya, Dru bangun pagi dan segera mencari Edna. Tapi kamar Edna sudah kosong.
"Mbak, Edna dimana?" tanya Dru pada mbak Wiwit yang tengah membersihkan ruang makan.
"Pergi dari subuh tadi, katanya mau keluar kota hari ini sama teman temannya. Pulangnya nanti malam. Gak nginep karena besok hari kerja." jawab Mbak Wiwit sambil membereskan meja bekas sisa makanan.
Dru meremas rambutnya kesal lalu kembali ke dalam kamarnya tanpa menyadari kehadiran Aida. Melihat Dru yang mencari Edna membuat Aida menghampiri mbak Wiwit.
"Mbak, Eet sama mas Dru ada apa?"
"Gak tahu mbak, kemarin mereka seharian bertengkar terus. Sekalinya akur mesra banget, kaya orang pacaran," ucap Mbak Wiwit bersemangat sambil berbisik ditelinga Aida. Aida terdiam dan tampak termenung lalu melirik ke arah lorong dimana pintu pintu kamar mereka berada.
Seharian itu Dru memutuskan untuk tak pergi kemana-mana. Ia ingin menunggu Edna sampai pulang kerumah. Waktu berlalu begitu cepat dan sudah menunjukan waktu pukul 9 malam tapi Edna belum pulang juga.
Dru mulai bosan menunggu dan mencoba menghubungi Edna.
"Ya?" Jawab Edna singkat.
Terdengar suara hingar bingar terdengar dari tempat Edna berada.
"Kamu dimana?" tanya Dru lembut.
"Kenapa? Bukan urusan kamu untuk tahu aku dimana?"
"Aku jemput ya..."
Hening. Edna tak menjawab ucapan Dru, lalu samar- samar Dru mendengar suara orang orang disekitar Edna yang menyebutkan nama sebuah tempat.
"Edna..." panggil Dru lembut.
"Hmm..."
"Kamu tunggu disitu… kalau aku tahu tempat kamu berada dimana, kamu harus janji pulang sama aku,” pinta Dru.
Edna hanya diam lalu mematikan telfon dan kembali memainkan spaghetti dihadapannya. Ia sedang berada disebuah restoran di lantai dasar di sebuah apartemen mewah dimana Ghe tinggal.
Sejak kemarin, ia menghabiskan waktu bersama Ghe dan menceritakan semua kesedihannya. Edna merasa beruntung Ghe sedang memiliki waktu luang dan menemaninya sepanjang waktu. Seperti hari ini, kemarin Ghe ingin mengajak Edna untuk pergi ke pantai untuk menenangkan perasaan. Mereka berdua pergi sejak subuh dan baru saja kembali. Perjalanan Jakarta - Anyer yang cukup jauh membuat Edna kelelahan.
Ghe tengah mengajaknya untuk makan malam di sebuah restoran saat Dru menghubungi Edna. Awalnya Edna enggan untuk mengangkat telepon dari Dru, tapi ia merasa tak enak pada Dru yang tampak mencemaskannya.
Dru segera melompat mengambil kunci mobil dan bergegas pergi menuju restoran kemarin tempat ia menurunkan Edna. Saat sampai, Dru segera masuk ke dalam restoran dan menemukan Edna didepan bar bersama seorang pria. Ghe.
"Ed!” panggil Dru cemas sekaligus senang dan segera memeluk Edna.
Edna menatap Dru dengan wajah cemberut.
"Kok tahu aku disini?"
"Kamu mabuk?"
“Dia gak minum," jawab Ghe seolah mewakili Edna.
"Halo, saya Dru..." ucap Dru mengenalkan diri saat menyadari kehadiran Ghe sambil mengajak berjabat tangan.
"Ghe…,” jawab Ghe sambil membalas jabatan tangan Dru.
"Mas Ghe ini atasan aku,” ucap Edna mengenalkan Ghe pada Dru, wajah terlihat sangat lelah dan mengantuk.
"Yuk pulang, aku sudah bilang kalau aku temukan kamu, kamu akan ikut aku pulang," ajak Dru setengah berbisik pada Edna.
"Kamu mau pulang sama Dru atau sama aku?" tanya Ghe menggoda Edna.
"Kemana mas hari ini seharian?" tanya Dru ingin tahu.
"Cuma ke Anyer, katanya Edna ingin lihat pantai tapi sepertinya dia kecapean," ucap Ghe sambil tersenyum.
"Aku pulang ya mas Ghe. Aku masih ngantuk banget … makasih bolehin aku tadi tiduran di sofa apartment," ucap Edna tampak linglung.
Mendengarkan ucapan Edna, Dru langsung mendelik kaget, seolah bertanya-tanya apa yang telah dilakukan Edna dan Ghe seharian ini sampai sampai Edna tidur disofa.
"Mau aku antar?" tanya Ghe lagi.
"Nggak usah mas, biar aku yang bawa Edna pulang. Kami pamit ya," ucap Dru sopan dan langsung berpamitan.
"Ketemu besok di kantor ya Ed," ucap Ghe sambil menyelipkan rambut kebalik telinga Edna.
Edna menganggukan kepalanya lalu melambaikan tangannya sambil menoleh ke arah Ghe, sedangkan sebelah tangannya lagi digenggam oleh Dru.
Selama perjalanan pulang tak ada pembicaraan apapun yang keluar dari mulut Dru dan Edna. Mereka hanya saling diam. Dru menatap Edna yang melangkah dengan menyeret kaki saat sampai dirumah.
"Sini, naik ke punggungku," suruh Dru setengah berjongkok di depan Edna tiba tiba.
"Hmm?” gumam Edna bingung.
"Ayo naik," suruh Dru lagi sambil menarik kedua tangan Edna agar melingkar di lehernya.
Tanpa ragu Edna melompat ke punggung Dru dan melingkarkan lengannya di leher Dru. Dru pun melangkah masuk kedalam rumah sambil menggendong Edna dipunggungnya.
"Ed...maafkan aku ya,..." ucap Dru sambil melangkah pelan.
"Kemarin kamu udah minta maaf," jawab Edna sambil meletakan kepalanya di bahu Dru.
Ia begitu lelah. Ia sudah tak bisa mendengarkan ucapan Dru selanjutnya, yang ia ingat hanyalah aroma parfum Dru yang sama dengan miliknya. Aroma yang membuatnya berusaha melupakan Dru dengan berusaha memperbaiki hubungannya dengan Riko.
Tapi akhirnya semuanya sia sia. Aroma pria ini membuatnya begitu nyaman dan tenang. Membuat Edna melupakan kemarahannya pada Dru dan membuat gadis itu memeluk Dru semakin erat. Dru meletakan Edna diatas ranjang dan membantunya membuka sepatu. Edna berguling ke atas ranjang dan langsung terlelap. Melihat Edna tertidur seperti bayi, Dru tak tahan untuk tak mengecup pipinya sayang.
***
Hari-hari pun berlalu dengan ketenangan diantara Edna dan Dru.
Sejak saat itu Dru selalu berusaha bersikap baik pada Edna. Tak banyak percakapan diantara mereka.
Jika bertemu hanya saling menyapa bertukar kabar. Yang berubah hanyalah Dru kini jadi lebih sering pulang kerumah orangtuanya. Yang berubah hanyalah Dru lebih sering mencari Edna saat dirumah dan mencium kepala Edna saat berpamitan pulang. Yang berubah hanyalah banyak komunikasi dalam bentuk pesan singkat di handphone Dru dan Edna hanya untuk mengetahui kabar masing masing.
Tak ada rasa cemburu jika Dru menghabiskan waktu dengan Grace, atau Edna yang semakin dekat dengan Ghe. Yang ada hanyalah pandangan curiga Aida saat melihat gesture Dru yang berubah pada Edna dan selalu bersikap mesra. Yang terasa adalah kecemburuan Aida saat melihat Edna yang semakin sering diantar pulang oleh Ghe.
Aida memandang wajahnya begitu dalam di depan cermin. Begitu banyak pria yang menyukainya diluar sana. Betapa mereka tergila-gila padanya. Tapi, ia merasa cemburu dan iri saat melihat Dru dan Ghe tampak lebih tertarik pada Edna dibandingkan dirinya yang lebih menarik. Ia merasa tersingkirkan dari perlakuan manis Dru yang biasanya selalu mengutamakan dirinya dibanding Edna.
Ia hanya ingin tahu apakah Dru dan Edna memang memiliki perasaan satu sama lain? Betapa gatal hatinya ingin memberitahu kecurigaannya ini pada mama Rita dan melihat reaksinya jika mengetahui kedekatan Dru dan Edna yang tak biasa.
***
Sudah dua minggu Dru tak bertemu Edna karena harus bertugas di luar negeri. Hari ini ia pulang ke tanah air dan tak sabar untuk memberikan oleh-oleh yang ia beli untuk Edna dan Aida. Ada rasa sedikit kecewa di hati Dru saat ia tak menemukan Edna ada dirumah.
"Kemana Edna?" tanya Dru pada mbak Wiwit.
"Lagi outing sama kantornya. 2 hari lagi baru kembali," jawab mbak Wiwit menjelaskan.
Dru terdiam lalu membawa hadiahnya kedalam kamar Edna dan menyimpannya disamping tempat tidur gadis itu agar saat ia pulang nanti bisa langsung melihatnya. Selama bekerja diluar negeri , mereka sangat jarang berkomunikasi.
"Kapan pulang?" tanya Dru di sebuah pesan singkat yang ia kirim pada Edna saat tahu Edna sedang outing.
"Hari Minggu," jawab Edna singkat.
"Aku tunggu,” balas Dru singkat lalu tak ada balasan dari Edna.
Walau begitu hati Dru merasa puas dan hangat. Ia pun keluar dari kamar dan menemui Aida yang sedang kesenangan mendapatkan oleh-oleh darinya.
"Mas Dru, mama dan papi mau ke bandung sabtu ini dan kembali hari minggu. Ikut yuk," ajak Aida manja saat melihat Dru menghampiri.
"Hmm, nggak deh, aku masih jetlag."
"Kenapa sih mas, kayanya susah banget ngajakin kamu main sekarang?! Dirumah melulu. Grace emang lagi posesif ya?” keluh Aida merasa Dru sudah tak seasik yang dulu.
"Masa sih?"
"Kok balik nanya?! Grace ajak aja, aku kan jadi bisa sekamar sama dia," bujuk Aida sambil gelendotan di leher Dru.
Dru hanya tersenyum tipis. Ada rasa bersalah dihatinya karena melupakan Grace sesaat. Entah mengapa pikirannya saat pulang hanya teringat pada Edna.
***
Minggu malam yang sepi. Edna bilang ia akan kembali sore hari dan disaat yang sama, Dru tengah menghadiri acara perkawinan atasannya di kantor dan membuatnya standby untuk menghadiri akad nikah sampai resepsi.
"Kabari aku kalau sudah sampai." Tulis Dru dan mengirimkan pesannya pada Edna sebelum ia berangkat pergi, ada rasa tak sabar dihati Dru untuk bertemu dengan Edna.
Edna tampak kelelahan saat tiba dirumah. Ia merasa tak enak badan karena kurang istirahat selama outing. Perutnya terasa mual dan tubuhnya mulai demam. Setelah membersihkan dirinya ia segera berbaring ditempat tidur untuk istirahat. Tapi tubuhnya semakin tak menentu. Terasa semakin panas dan terasa ngilu.
Ditempat yang lain, Dru merasa sangat gelisah. Ia merasa sedikit kesal karena Edna tak membalas pesannya. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali kerumah setelah mengantarkan Grace pulang, selain itu kepalanya cukup pusing karena meneguk beberapa gelas alkohol. Dru yakin Edna sudah pulang saat melirik ke arah jam dan menunjukan pukul satu pagi.
Rumah besar itu tampak sepi dan sedikit gelap dibandingkan biasanya. Dengan sedikit heran Dru masuk kedalam dan mencari Mbak Wiwit sambil menyalakan lampu.
"Maaf mas, saya lagi sibuk nemenin mbak Eet. Badannya panas sekali!” ucap Mbak Wiwit saat menemui Dru terburu-buru.
Mendengar hal itu Dru segera masuk kedalam kamar Edna dan melihat gadis itu sudah sangat pucat dengan bibir mulai memutih.
"Ed!” panggil Dru panik dan segera memeriksa suhu tubuh Edna.
Melihat angkanya sudah 40.5 Dru semakin panik.
"Sudah dikasih obat apa? Jangan dikompres air dingin! Cepat bawakan air hangat!" suruh Dru pada asisten rumah tangganya.
"Tadi baru dikasih obat paracetamol aja mas, tapi gak turun panasnya, saya gak bisa ajakin mbak Eet ke klinik, soalnya pak Kus ikut ibu bapak ke Bandung."
Mbak Wiwit yang tampak kebingungan karena tidak ada siapa-siapa dirumah, lalu ia segera pergi untuk menyiapkan air panas permintaan Dru.
Dru mencoba menenangkan dirinya yang sedikit masih pusing karena pengaruh alkohol sambil menatap Edna. Perlahan Dru segera membuka kancing kemejanya lalu ia berbaring disamping Edna sambil membuka kancing piyama yang digunakan Edna dan menarik Edna perlahan ke dalam pelukannya.
"Maafkan aku Ed, tapi cara ini biasanya cepat menurunkan panas tubuh. Setelah mbak Wiwit kembali kita berangkat ke rumah sakit,“ bisik Dru di telinga Edna lalu memeluk Edna erat sambil berbaring. d**a mereka bertemu satu sama lain.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari depan pintu kamar Edna.
"Aaagg! Sedang apa kalian?!" pekik Mama Rita yang melihat posisi tubuh Dru dari belakang seolah hendak b******u dengan Edna dan melihat pakaian mereka berdua yang terbuka.
Edna yang sudah hampir kehilangan kesadarannya hanya bisa mendengar suara suara teriakan dan wajah Dru yang seolah menghalanginya dari sesuatu lalu ia sudah tidak ingat apa apa lagi.
***
Edna membuka matanya dan perlahan melihat sang ibu Lara berada disisinya. Sudah hampir 2 minggu ini ia terbaring dirumah sakit karena tifus. Dan sudah hampir dua minggu ini tak ada satupun keluarga di rumahnya datang mengunjungi. Termasuk Dru.
Samar samar ia mencoba mengingat saat ia bersama Dru ketika ia tengah panas tinggi sebelum ia tak ingat apa apa lagi. Tubuh Edna masih sangat terasa lemah, walau begitu, Edna mencoba untuk sesekali mengecek handphonenya.
Kabar ia tunggu hanyalah dari Dru, tapi tak satupun pesan yang masuk berasal dari Dru. Tubuh Edna benar benar lemah. Ia tak bisa sering sering menggunakan handphonenya, walau ia ingin mengetahui kabar dari Dru. Tapi tak ada satupun pesan yang masuk dihandphonenya berasal dari Dru.
Hari ini Edna merasa lebih pulih walau masih belum bisa duduk dengan tegak karena masih merasa pening.
“Ma," panggil Edna perlahan pada sang ibu,Lara yang menemaninya selama dirumah sakit.
"Sudah bangun Eet? Sebentar lagi suster datang untuk membersihkan tubuhmu," ucap sang ibu sambil menghampiri Edna dan mengusap rambutnya.
"Kamu harus cepat pulih Ed. Lihat badan kamu sampai kurus begini." ucap sang ibu lirih menatap anaknya yang semakin kurus.
"Ma, kok mama Rita dan yang lain gak datang?" tanya Edna mencari tahu.
Lara terdiam mendengar pertanyaan Edna.
"Mas Dru datang gak ma?"
Lara menggelengkan kepalanya perlahan lalu merapikan selimut Edna.
"Yang datang, atasan kamu yang ganteng itu. Siapa namanya ya? Ghe," ucap sang ibu mengalihkan perhatian Edna.
"Ma, ada apa?" tanya Edna penasaran mengapa tiba tiba hidupnya terasa sepi.
"Lebih baik kamu istirahat Ed, mungkin mbak Rita dan lainnya belum datang menjenguk karena mereka tahu kamu butuh banyak istirahat. " jawab Lara sedih. Edna menghela nafas perlahan dan memejamkan mata.
Sedangkan Lara hanya bisa mengusap rambut anak gadisnya perlahan.Ia tak mampu mengatakan pada Edna betapa marahnya sang kakak saat menyangka hubungan Dru dan Edna lebih dari seharusnya. Apalagi saat mendengar penuturan Aida yang membuat hubungan Edna dan Dru sudah lebih ke hubungan intim. Gara-gara kesalahpahaman itu Dru bertengkar hebat dengan sang Ayah dan ibu tirinya.
Bahkan sang Ayah akan mengirimkan Dru keluar negeri dan Edna akan keluar dari rumah itu, agar tak ada aib yang tercium keluar. Dru menghilang entah kemana. Aida berusaha mencarinya untuk minta maaf pada Dru, karena kesalahpahaman penafsiran Aida membuat Dru dan Edna terlihat buruk dimata orang tua mereka. Bahkan Grace pun tak bisa menghubungi Dru.
***
Pagi itu Mama Rita tengah berdiri ditengah ruangan kamar Edna ditemani mbak Wiwit dan Pak Kus juga beberapa asisten rumah tangga lainnya. Mereka tengah membereskan semua barang barang Edna untuk dipindahkan ke sebuah apartemen yang disewakan oleh Mama Rita. Aida juga disana berdiri mematung menatap sedih ke arah kamar Edna. Ia tak menyangka Mama Rita begitu marah dan menyerah kepada Edna karena termakan opini, kalau Edna dan Dru punya hubungan intim.
Tak disangka, pagi itu Dru datang untuk mengemas beberapa barangnya setelah beberapa lama menghilang.
"Mas Dru!” panggil Aida saat Dru melangkah mendekati dirinya dan melihat begitu banyak orang di dalam kamar Edna.
"Mau dikemanakan barang-barang Edna?" tanya Dru kaget.
"Edna sudah di sewakan apartemen, mungkin tidak tinggal dirumah ini adalah keputusan terbaik buat kita," ucap Mama Rita sambil membantu melipat baju Edna.
"Edna tidak salah, kami tidak melakukan apa apa!” ucap Dru dingin dan menegaskan pendapatnya.
"Dru…"
"Kalau barang-barang Edna semua ini akan dibawa keluar, bawa saja semua kerumahku!" suruh Dru dengan nada suara meninggi.
Ia merasa marah karena tuduhan mereka membuat Edna yang menjadi tumbal dan terusir.
"Dru!"
"Kenapa? Toh, kalian semua tak percaya kalau kami tidak melakukan hal yg tak senonoh. Kenapa tidak sekalian saja aku bertanggung jawab atas Edna?!”
"Mas Dru? Maksud mas?" ucap Aida kaget.
"Pindahkan semua barang Edna kerumahku. Aku akan menikahinya. Memisahkan Edna dan aku hanya tetap menyisakan aib buat kalian. Aku akan menikahi Edna," jawab Dru tegas lalu berjalan ke ruangan lain untuk mencari ayahnya.
Mama Rita dan Aida tergopoh gopoh mengikuti langkah Dru.
"Kamu yakin dengan keputusan kamu?" tanya papi Ben di ruangan kerjanya saat mendengar permintaan Dru.
"Aku laki-laki dewasa dan apapun yang aku putuskan aku pasti yakin itu yang terbaik," jawab Dru tenang dan tegas.
"Baik! Siapkan pernikahan Dru dan Edna. Lebih baik mereka menikah setelah Edna pulang dari rumah sakit. Biar Dru bisa langsung mengurusnya. Lebih cepat lebih baik," ucap sang ayah kepada Mama Rita.
Aida hanya berdiri dengan perasaan syok mendengarnya. Keesokan harinya Mama Rita dan Aida datang menjenguk Edna. Edna duduk termenung mendengar keputusan keluarganya.
"Ma, Edna ikhlas kalau harus keluar dari rumah mama dan mas Dru tidak perlu dibebani beban moral untuk menikahiku," ucap Edna sedih mendengar Dru akan bertanggung jawab akan hal yang mereka tak lakukan.
"Biar Edna saya bawa pulang saja mbak,..." ucap Lara mencoba membujuk kakaknya.
"Sudah Ed, menikahi Dru mungkin adalah yang terbaik. Untuk urusan perasaan, kalian berdua memang sudah saling memiliki bukan? Tolong mama kali ini, jangan mempersulit keadaan lagi," ucap Mama Rita dingin seolah tak ingin dibantah lalu menghela nafas panjang.
"Kamu tahu kan, mama sayang sekali sama kamu. Tolong kali ini menurut atas semua keputusan kami. Jika Dru sendiri yang meminta, mama yakin dia sangat serius sama kamu. Kami sedang menyiapkan persiapan pernikahan kalian. Sepulang Edna dari rumah sakit, mereka akan segera menikah. Tolong cari tahu dimana ayah Edna saat ini, jika ia tidak ada, kita terpaksa menggunakan wali hakim."
Mama Rita mengusap rambut Edna perlahan lalu berpamitan. Aida hanya diam menatap sepupunya dengan pandangan sedih. Ada airmata yang menetes di sudut mata Edna.
Ia sedih karena tak diberikan kesempatan untuk membela dirinya sendiri, ia sedih karena harus menjadi tanggungan orang lain dan seolah tak punya hak untuk menentukan kehidupannya sendiri, atas nama balas budi.
Edna mencoba menghubungi Dru, tapi Dru tak pernah membalas atau menghubunginya sama sekali.
***
Hari ini Edna keluar dari rumah sakit, dan esok ia akan segera dinikahkan dengan Dru. Kamarnya sudah berubah menjadi kamar pengantin yang cantik. Pernikahan yang sederhana menurut mama Rita karena hanya dirumah, tampak menjadi pernikahan yang mewah saat melihat pelaminan dan hiasan yang menghiasi seluruh rumah.
Edna sang calon pengantin masih berbaring di ranjang karena masih merasa lemas dan belum bertenaga.Belum lagi ia dilelahkan oleh beberapa penjahit yang melakukan fitting untuk kebaya pernikahannya besok. Edna memeluk handphonenya kuat-kuat. Besok ia akan menikah dengan Dru, tapi Dru sendiri masih tak bisa dihubungi.
Gadis itu merasa gelisah , ia takut Dru sebenarnya tak menginginkan pernikahan ini dan melakukannya karena terpaksa. Saat malam tiba Edna menangis didalam pelukan sang ibu, ia tak tahu apa yang akan terjadi setelah pernikahan nanti.
***