13. Bertemu Lagi

1012 Kata
Suara gedoran pada pintu kamarnya, membuat Fabio harus mengusap dadaa. Pria itu masih berdiri di depan cermin besar untuk mematut dirinya yang malam ini tampil religi mengingat acara tasyakuran yang akan dihadiri. Tentu saja pria itu masih terlihat sangat tampan dengan baju koko yang melekat di badan. Inginnya memakai batik, tapi ia ingat jika acara tasyakuran kehamilan biasanya adalah acara doa-doa dengan mengundang santri beserta Pak Ustadz. Dulu Fabio pernah tahu ketika acara Aruna sedang hamil Atta. "Uncle sudah siap apa belum! Kenapa lama sekali!" teriakan lantang bocah lima tahun yang selalu saja tidak sabaran. Ya, Tuhan. Jika ada Atta maka siap-siap saja hidupnya tak akan tenang karena keponakannya itu pastilah selalu merecoki hidupnya. Meski demikian sama sekali Fabio tidak merasa keberatan bahkan dengan keberadaan Atta lebih mewarnai hidupnya yang hampa tanpa pasangan. Miris memang. Karena Atta masih gencar menggedor pintu kamarnya, Fabio terpaksa melangkah malas menuju pintu. Ketika mandi tadi sengaja ia mengunci pintunya jika tidak ingin Atta merusuh di dalam kamarnya. Keluarga Fabian memang ada rencana akan menginap di rumah ini untuk semalam jadi siap-siap saja Fabio akan menjadi baby sitter dadakan. Dengan alasan Fabian harus berjuang keras membuatkan adik untuk Atta, otomatis bocah lima tahun itu akan diungsikan di kamarnya nanti malam. Ceklek. Pintu terbuka menampakkan wajah kesal seorang Atta. Bocah tampan yang juga memakai baju koko seperti miliknya mengembungkan kedua pipinya pertanda jika sedang kesal sebab pintu tak segera dibuka. "Apa, sih! Gangguin Uncle saja. Uncle kan lagi dandan biar terlihat tampan. Siapa tahu nanti di sana dapat gebetan." "Uncle ini memang menyebalkan. Sudah ditungguin semua sejak tadi tahunya malah sibuk sendiri." Fabio tertawa. "Palingan kamu juga bohong kan mengatakan semua sudah nungguin Uncle. Pasti Atta saja yang tak sabaran. Lagian ini masih jam berapa? Belum ada jam tujuh, Atta!" Tiba-tiba saja Atta menarik lengannya membuat Fabio terpaksa menyeret kakinya mengikuti sang keponakan. "Atta! Uncle belum selesai, kenapa ditarik-tarik segala." "Uncle nggak boleh lebih tampan dari aku pokoknya." "Astaga. Ini punya ponakan resek bener." Belum sampai di ruang depan, ada Aruna dan Fabian yang keluar dari dalam kamar mereka. Aruna mengernyitkan keningnya melihat keduanya saling tarik tarikan segala. "Atta! Itu kenapa Uncle-nya ditarik-tarik?" tanya Aruna pada putra tampannya. "Habisnya Uncle lama kalau dandan. Nanti keburu malam, Mama!" Bisa saja bocah itu menjawab. Fabian hanya mengulas senyuman melihat tingkah laku putranya. Rupa-rupanya Atta ini titisan Fabio yang sedikit bandel dan suka jail khususnya pada sang paman. "Ya, sudah ayo berangkat. Mama dan papa pasti sudah menunggu kita." Jika ada Fabio maka Atta tak akan mau lepas dari genggaman sang paman. Mama dan papanya sudah pasti terlupakan. ••• Kediaman Veronica dan Rajendra Devano. Acara tasyakuran empat bulanan telah dimulai. Keluarga Limantara yang kali ini datang dengan formasi kurang lengkap tanpa adanya Fabita, anak sulung mereka, menjadi salah satu tamu kehormatan yang mendapatkan tempat VIP pada sebuah meja bundar yang sudah dipersiapkan. Bagaimana pun juga Johan Limantara memang salah satu orang berpengaruh di kota ini serta memiliki hubungan baik dengan kedua orangtua Veronica. Meski Vero gagal menjadi menantu di dalam keluarga Limantara, tak membuat hubungan mereka jadi renggang. Yang ada jalinan bisnis justru makin menguntungkan dengan keakraban mereka. Atta yang sejak tadi tak henti berceloteh sampai Fabian dan Aruna capek sendiri menjawab. Atta yang memang selalu ingin tahu akan segala hal pasti akan menanyakan apa yang ada di kepalanya. Fabio sendiri tak seberapa memperhatikan keponakannya itu karena yang ada dalam benaknya sekarang adalah mencari keberadaan sosok Scarla. Seharusnya di acara penting keluarga, gadis itu ada di sini. Itupun jika memang Scarla beneran pulang setelah menghilang beberapa hari lalu dari apartemennya. Namun, hingga di tengah acara Fabio tetap tak menemukan anak tiri dari Veronica tersebut. Hingga ketika memasuki acara jamuan makan malam, perasaan Fabio yang terasa tidak nyaman memutar kepala ke kiri dan ke kanan demi menenangkan hati yang gundah gulana. Sial. Kenapa dia bisa segalau ini hanya karena penasaran akan keberadaan gadis nakal yang jika bersama akan membuatnya sakit kepala, tapi juga mewarnai hidupnya secara bersamaan. Deg Jantung Fabio hampir saja terlepas dari tempatnya. Ia mengerjabkan matanya ketika melihat keberadaan Scarla yang tak jauh darinya. Gadis itu dengan nakal melambaikan tangan sembari mengedipkan sebelah matanya. Glek Fabio kesusahan menelan saliva. Benarkah gadis cantik berkerudung merah muda itu adalah Scarla. Ya, Tuhan. Kenapa dia bisa sebahagia ini hanya karena melihat keberadaan Scarla. Tak mau yang lain curiga. Fabio membuang pandangannya dan kembali fokus pada makanan di atas meja. Sesekali saja ekor matanya melirik gadis itu yang rupanya juga sering mencuri pandang padanya. Hanya karena mengetahui keberadaan Scarla di sini, kelegaan Fabio rasakan. Rupanya Scarla baik-baik saja keadaannya. Jika dilihat, gadis itu pun seolah biasa saja berada di tengah keluarga Veronica. Jadi tak ada lagi yang perlu Fabio cemaskan. Sebenarnya belum begitu banyak makanan yang masuk ke dalam perutnya. Hanya saja Fabio sudah enggan memasukkan kembali aneka menu makanan yang beragam telah tersaji di atas meja. Pria itu memilih bangkit berdiri berpamitan pada mamanya. "Ma! Aku ke toilet sebentar." Daisy hanya menganggukkan kepala tanpa menaruh rasa curiga sama sekali pada putranya. Fabio memang benar pergi ke toilet. Namun, setelah mengosongkan kandung kemihnya, bukannya kembali ke dalam tempat acara menyusul keluarganya, yang Fabio lakukan justru berjalan keluar menuju taman. Acara yang dilangsungkan di rumah mewah Rajendra, meski acaranya begitu khusuk nyatanya Fabio tak bisa mengikuti dengan suasana hati yang nyaman. Berada di taman seorang diri mencoba menghirup udara segar agar menormalkan kondisi hatinya yang amburadul akan hadirnya Scarla. Namun, apa yang Fabio inginkan rupanya tidak sesuai dengan kenyataan. Karena baru saja pria itu menengadahkan kepala menatap pekatnya langit malam dengan sedikit bintang, ia harus dikejutkan dengan sepasang tangan yang melingkari pinggangnya. Membuat pria itu tersentak karena kagetnya. Anggap saja Scarla terlalu berani memeluk seorang pria yang bukan apa-apanya seperti ini. Hanya saja, gadis itu sungguh tak bisa menahan dirinya untuk tidak menyalurkan kerinduan pada sosok pria dewasa yang membuatnya sangat nyaman. "Aku merindukan Uncle," bisik Scarla dari balik tubuh tegap Fabio. Tubuh pria itu menegang demi merasakan lilitan tangan serta mendengar suara lirih Scarla. "Scarla." Gadis itu melepas tautan tangannya. Menyadari kelancangannya. "Maaf," cicitnya sembari menjauhkan tubuh dari pria dewasa di hadapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN