Meeting selesai setelah melalui pembahasan yang sangat alot. Klien kali ini sangat banyak maunya. Membuat Fabio pusing kepala. Namun, meski demikian buah dari kesabarannya berhasil mendapatkan tender besar yang langsung membuat Johan tersenyum lebar ketika Fabio melakukan video call.
Rasa lelah dan penat membawa Fabio mengendarai mobilnya tak langsung bergegas pulang ke apartemen. Pria itu harus mengunjungi salah satu supermarket karena ada beberapa kebutuhan yang ingin dia beli. Bahan makanan juga kebutuhan rumah sudah banyak yang habis. Ketika dia memutuskan untuk tinggal sendiri jauh dari keluarga, Fabio sudah tahu konsekuensinya jika semua harus dia handel sendiri. Bukan hal sulit bagi pria itu karena selama ini Fabio sudah lama tinggal di luar negeri. Hidup jauh dari keluarga yang membuatnya harus mandiri.
Begitu mobil terparkir, Fabio keluar dan berjalan sembari memperhatikan ponsel di tangan. Ada pesan dari Fabian yang harus ia balas. Tak memperhatikan sekitar sampai bahunya yang kokoh tersenggol oleh seseorang. Ponsel di tangan terjatuh membuat Fabio menunduk dengan mata membulat mendapati nasib ponsel miliknya yang kini mencium lantai.
“Uncle!”
Sebuah suara yang Fabio dengar mengalihkan tatapan pria itu dari ponsel. Fabio mendongak. Kesekian kalinya pria itu membulatkan mata. Namun, justru gadis yang tadi menabraknya tersenyum bahagia.
“Akhirnya aku bertemu juga dengan Uncle di sini,” ucap gadis bernama Scarla yang refleks memeluk tubuh tegap Fabio tanpa diminta. Lamanya mereka tak berjumpa menjadikan Scarla mendapatkan sebuah keberuntungan bisa kembali dipertemukan dengan pria yang dulu pernah membuatnya terpesona.
Fabio masih shock, kenapa juga harus bertemu gadis ini lagi. Jadi yang tadi dia lihat di jalanan memang benar Scarla, anak tiri Veronica. Dan untuk apa Scarla bisa ada di kota ini. Pikiran di dalam benak Fabio dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan seputar Scarla.
Scarla mengurai pelukan mereka, lalu mendongak menatap Fabio masih dengan senyuman bahagia.
“Kenapa Uncle makin tampan saja.”
“Apa?”
Scarla terkikik sendiri melihat wajah Fabio yang menggemaskan karena terkejut melihatnya.
“Pasti Uncle tidak menyangka jika akan bertemu denganku. Benar, kan?”
Sial. Kenapa hanya dengan gadis ini Fabio selalu kalah omongan. Scarla, gadis aneh yang tak ada habisnya membuat jengkel Fabio. Sejak dulu hingga sekarang setelah sekian purnama tidak dipertemukan. Ingat akan ponselnya, kembali kepala Fabio merunduk. Lalu mengulurkan tangan dan meraih ponsel yang sudah tak berbentuk. Memperhatikan benda pipih itu yang sudah retak layarnya juga tak lagi bisa dinyalakan. Mendesah marah yang tak bisa disuarakan.
“Uncle!”
“Apa!”
“Ponselnya rusak, ya?”
“Menurutmu?”
“Maaf. Tadi tak sengaja menabrak Uncle.” Perasaan bersalah juga tak enak hati dirasakan oleh Scarla. Sungguh, dia tadi benar-benar tidak sengaja menabrak Fabio. Bahkan gadis itu pun tak menyangka jika bisa bertemu dengan lelaki dewasa yang selalu berhasil mengalihkan dunianya. Ketampanan Fabio selalu berhasil menghipnotis Scarla.
Fabio menatap tajam Scarla lalu bertanya, “Kenapa kau bisa ada di sini?” Pertanyaan itu Fabio lontarkan karena tahu betul jika gadis ini memiliki sifat pembangkang dan sesuka hati. Tak hanya sekali dua kali Scarla kabur dari rumah. Yah, Scarla dengan Veronica memang tidak memiliki hubungan baik.
“Berlibur," jawab Scarla dengan entengnya.
Kening Fabio mengernyit. “Berlibur? Apa kau kurang kerjaan berlibur di tempat ini.” Mana mungkin Fabio bisa percaya begitu saja dengan mulut manis gadis itu.
Scarla lagi-lagi tertawa. “Memangnya apa yang salah dengan kota ini. Oh, aku yakin sekali jika Uncle tak pernah tahu keindahan kota ini, kan?” tanya Scarla bersemangat.
Fabio menggeleng. Dua tahun berada di kota ini tak pernah ia menjelajah atau sengaja mencari-cari tempat wisata. Di saat ia libur bekerja maka Fabio lebih tertarik menghabiskan waktunya untuk berenang atau pergi ke tempat gym. Jika tidak maka ia akan pulang ke rumah orang tuanya untuk menemui keluarganya. Jadi, jangan heran jika Fabio sama sekali tidak tahu menahu akan keindahan atau keunikan apa yang terdapat di kota ini.
“Uncle ini payah. Aku saja yang jauh-jauh datang ke sini sengaja karena ingin berlibur.”
“Oh, ya?” Fabio tentu tidak yakin dengan semua omongan Scarla. Gadis tengil yang selalu sesuka hatinya.
Scarla mengangguk. “Ada temanku yang tinggal di kota ini.”
“Oh. Jadi kau ke sini dengan temanmu. Lantas kenapa sekarang kau sendirian?”
“Karena aku ada keperluan ingin membeli sesuatu. Tapi siapa sangka jika justru bertemu dengan Uncle. Sebuah keberuntungan bukan?”
Fabio menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia kembali pada niat awalnya yang ingin masuk ke supermarket ini. Scarla masih saja mengekori. Fabio biarkan saja asal tidak mengganggunya.
“Uncle!”
“Apalagi Scarla!”
“Sejak kapan Uncle tinggal di sini?”
“Sudah dua tahun aku tinggal di sini.”
Scarla hanya manggut-manggut saja. Namun, gadis itu tetap saja mengikuti ke mana pun Fabio pergi.
“Kau sengaja mengikutiku?” Fabio membalikkan badannya. Mendelik sebal karena mengetahui Scarla yang masih saja membuntutinya.
Scarla nyengir. “Uncle. Bisakah untuk sementara aku menginap di rumah Uncle?”
“Apa”
“Please, Uncle!”
Fabio menyipitkan matanya. “Jangan-jangan kau lari dari rumah?”
Dengan berani Scarla menganggukkan kepalanya. Memang benar dia minggat karena malas berdebat dengan papa juga mama tirinya. Eh, tapi Scarla tidak berbohong ketika mengatakan dia sedang berlibur dan akan menemui temannya. Scarla memang ada teman yang tinggal di kota ini. Namun, selama berada di sini apa salahnya jika Scarla menumpang saja di rumah Fabio. Tidak mungkin juga Scarla akan menginap terlalu lama di rumah temannya. Dan rencana memang dia akan menginap di hotel. Siapa sangka justru mendapati Fabio yang ternyata tinggal di kota ini. Demi menghemat pengeluaran, Scarla beranikan diri meminta izin pada Fabio agar diijinkan menginap. Daripada menghabiskan banyak uang menginap di hotel, kan?
“Astaga, Scarla. Kapan kau akan berubah jadi gadis penurut.” Fabio tak paham dengan apa yang Scarla minta. Pria itu memijit pelipisnya sembari menghela napas berat.
“Uncle jangan menceramahiku. Aku hanya membutuhkan bantuan Uncle. Bukan ocehan Uncle.” Scarla sudah mengerucutkan bibirnya. Kenapa semua orang dewasa itu sama saja. Suka sekali menceramahinya. Tidak papanya juga mama tirinya. Semua sama saja.
"Aku bukan menceramahimu. Tapi aku hanya ingin memberikan pengertian kepadamu. Kau ini anak gadis. Harus pandai-pandai menjaga diri."
"Lama-lama mulut Uncle ini pedes juga, ya. Tidak jauh beda sama papa."
"Hei ... tentu saja aku beda dengan papamu itu."
"Sama saja. Sama-sama pria tua yang hobi ngomel mirip emak-emak."
“Dasar bocah nakal.”
"Aduh!" ringis Scarla karena Fabio menyentil keningnya. Gadis itu mengusap-usap kening yang pasti sudah memerah. Meski hanya sentilan jari ... tapi lihat saja segede apa jari jemari milik Fabio.
Fabio yang tak mau ambil pusing dengan Scarla, memilih meninggalkan gadis itu.
"Uncle, tunggu! Ish, Uncle kenapa meninggalkanku," gerutu Scarla lalu berjalan cepat menyusul Fabio yang sudah meninggalkannya beberapa langkah di depan.