BAB – 23 Sumi mendudukkan bokongnya. Kasur berisi kapuk dari buah ohon randu ini sudah terasa keras. Namun di sana dia mampu tertidur nyenyak dalam pelukan Ibu. Suvia berselonjor di lantai. Dia menoleh pada Sumi. “Bapak kamu gitu amat, Sum!” tukasnya. Sumi menghela napas kasar. “Iya, Via! Makanya aku milih ngontrak. Andai sikap Bapak sedikit lebih lunak dan gak serumah dengan ipar, seburuk apapun kondisi rumah ini, ini adalah tempat ternyamanku untuk pulang. Aku selalu rindu pada kebersamaanku dengan Asril dan Ibu. Hari-hari berat yang kami lewati selalu ada senyuman meskipun kadang menitikkan air mata karena ekonomi kami jauh di bawah kata sederhana.” Sumi menghela napas panjang. Dia menatap langit-langit kamar yang terbuat dari anyaman bambu dan tampak bekas bocor di setiap sudutnya.