Tiga I I Kendric Pov

1641 Kata
Aku benci situasi ini!! Bagaimana tidak, aku sekarang malah stuck dengan cewek yang sama sekali tidak aku kenali dari mana asalnya, siapa keluarganya dan bahkan aku tidak tau namanya. Sama sepertiku, sepertinya cewek itu juga sedang kesal, bisa dilihat dari wajahnya yang sedari tadi seperti acar yang di rendam cuka 100 tahun, kecut! Bahkan aku sengaja mengerjainya dengan memacu motorku dengan kecepatan gila, namun dia tetap lempeng seperti tidak terjadi apa-apa. Jadi begini ceritanya, setelah sarapan tadi papa langsung menyuruhku untuk pergi menemui seseorang yang alamatnya ada di kertas tanpa memberitahu namanya. Sudah kutolak mentah-mentah keinginan papa, tapi beliau malah mengancam tidak akan memberikanku uang jajan selama 3 bulan! Kejam memang, padahal beliau bukan papa tiriku. Akhirnya mau tak mau aku menurut saja, dengan sedikit malas aku pergi menemui cewek yang sudah menunggu di depan pagar, sialnya dia mengira aku tukang ojek yang disuruh untuk menjemput. “Udah sampe?” tanya dia lempeng tanpa ekspresi saat motorku sudah sampai di depan gerbang Universitas Wardhana. Aku melepaskan helm, menatap cewek yang baru saja meloncat turun dengan tatapan lempeng juga. "Gue tanya, lo punya mulut jawab kek" lanjut dia sembari memukul motorku. Aku merotasikan bola mata, apa sih gak jelas nih cewek. “Lo punya mata, bisa lihat dan baca sendiri kan? Nggak perlu tanya-tanya” jawabku dengan sinis, cewek berambut lurus panjang itu terlihat semakin kesal, tapi tak lama dia tersenyum, membuat bulu-bulu halus di kulitku meremang. "Bacain dong" kata dia menjawab perkataanku tadi. "Berani bayar berapa lo suruh-suruh gue?" tantangku, melipat kedua tangan di depan d**a. Cewek itu merapikan rambutnya, dengan menyelipkan helai di belakang telinga dengan anggun. "Cih, tukang ojek aja belagu" Aku melotot tak percaya saat dia mengucapkan kalimat itu, tanpa rasa bersalah dia melenggang masuk ke dalam kampus. “Hei! makasih lo mana?!” Teriakku yang sialnya percuma karena tidak mendapatkan balasan. Jangankan menyahut dan mengucapkan terima kasih, menoleh pun tidak! dasar cewek aneh. Mungkin hari ini dia terlihat aneh, tapi lusa akhirnya aku tau dia tidak seaneh yang ada dipikiranku. Pagi-pagi mood ku sudah rusak, pertama karena papa yang mendadak menyuruhku untuk menjemput seseorang dan mengantarkan mendaftar di kampus ku. Kedua, seseorang itu ternyata cewek dengan wajah super-kyud kalau saja dia lebih sering tersenyum. Ketiga, cewek-super-kyud itu juga yang akan dijodohkan denganku, sepertinya. Keempat, setelah mengantar aku bahkan tidak mendapatkan ucapan terima kasih darinya. Kelima, TIDUR PANJANG KU JADI BATAL! Ya, sepertinya aku kebanyakan bacot dari tadi, aku mengenakan helm hendak melesat kembali ke rumah meneruskan tidur yang sempat terpotong. Saat hendak memacu motor, sapaan seseorang menghentikan gerakan tanganku yang hampir melepas kopling. “Hai, babe" Aku menoleh, dan seketika langsung gugup saat mendapati Safa berjalan mendekat kearah ku. Sial, aku jadi seperti maling yang tertangkap basah. “Kamu ngapain pagi-pagi ke kampus? bukannya hari ini kita ada kelas siang ya?” Mampus! Alasan apa yang harus ku kasih pada Safa, harus masuk akal agar dia tidak curiga, tapi apa? Sialan! Otak cerdas ku mendadak tidak berguna sekarang. Ayolah,..Ayolah.. “Ah! ada perlu sama dosen, kamu sendiri ngapain ke kampus pagi-pagi?” Mungkin ini baru pertama kalinya aku bilang ke kalian kalau Safa pacarku yang super cantik itu tidak pandai berbohong. Seperti saat ini, dia terdiam cukup lama sebelum menjawab pertanyaanku “Aku,..em, cari referensi buku buat tugas” Fine, kali ini akan aku maafkan. Toh aku juga berbohong, jadi kita impas. Tapi lain kali kalau Safa berbohong aku tidak akan memberi ampun padanya. For your information, Aku dan Safa satu fakultas dan juga satu kelas, kami masuk di fakultas Hukum. Meskipun tukang balapan, untuk masalah otak dan pendidikan aku tidak akan main-main, karena aku tau papa-mama sudah susah payah membiayai pendidikanku hingga sampai ke jenjang ini. Meski tidak sepintar Hen adikku yang bisa kuliah di Aussie dengan beasiswa, setidaknya aku sudah sering mendapat penghargaan dari SMA dulu maupun dari kampus ku sekarang. Membuyarkan lamunan, aku tersenyum ke arah Safa yang juga masih diam “Udah selesai kan? Mau aku anterin pulang?” tawarku, Safa mengangguk. “Mampir ke mall dulu yuk, aku mau beli sepatu” Meskipun aku tidak pernah suka menemani cewek belanja khusus untuk Safa aku akan melakukan apapun meski hal itu tidak aku sukai. Kalau kalian tanya se-bucin itukah aku dengannya, jawaban nya YA! -Batas- Apakah aku sudah pernah memperkenalkan sahabatku yang gila akan kesempurnaan nilai? I mean, dia harus mendapatkan nilai paling tinggi satu Fakultas, harus! namanya Rido Mahesa yang marga nya agak sedikit meragukan jadi nggak aku sebut. Seperti saat ini, dia sudah duduk anteng di kelas sambil membaca buku. Kalau kalian pikir Rido adalah cowok cupu yang kutu buku, kalian salah total! dia juga suka balapan sepertiku, tampangnya? sudah tidak perlu diragukan. Bibit, bobot, dan bebet nya mantep. Cuma akhlaknya aja yang kurang mantep. “Baru dateng kalian?” tanya Rido saat aku dan Safa duduk di bangku depan. Cowok itu mengeluarkan sesuatu dari kolong meja dan menyodorkan sesuatu itu kepadaku dan Safa. “Nih” Aku dan Safa melemparkan tatapan bingung.“Fotocopy-an materi? buat apa?” tanya Safa mewakili isi otakku. Aku mengedarkan tatapan ke seluruh penjuru kelas, semua penghuni tengah berkutat dengan buku dan laptop masing-masing. “Do, hari ini ada kuis ya?” tanyaku, pasalnya semalam aku tidak lihat jadwal. Padahal biasa setiap ada kuis pasti ada note yang tertempel di meja belajarku. Rido mendongak, menatap Safa dan aku bergantian. “Pasangan paling g****k yang pernah gue temui” Langsung saja aku dan Safa menempeleng batok kepala Rido. Gimana nggak geram, sekali jawab langsung pedes gitu. “Mulut lemes bener kek p****t gajah” gerutuan Safa yang tak diindahkan oleh Rido karena asik mengelus kepala yang sakit. “Hari ini ada kuis matkul Hukum Tata Negara, makanya kalo malem tuh belajar jangan asik bal—“ Aku segera membungkam mulut Rido agar dia tidak melanjutkan ucapan yang akan membongkar rahasiaku di kelas ini. Tak lama kemudian Dosen dengan badan bak gitar musik itu masuk sembari mengenakan kaca mata. “Siang gais, semalam saya udah kasih info ke kalian kalau hari ini akan kuis, kan. Untuk itu masukan semua buku dan laptop kalian dan kerjakan mandiri” Satu keistimewaan kelas ini yang sangat aku banggakan adalah, mahasiswa maupun mahasiswi tidak pernah tertarik untuk open book, mereka akan berusaha sebisa mungkin untuk mempelajari dan menghafal serta memahami apapun materi yang diberikan oleh Dosen. Aku menatap soal-soal di depanku, lantas tanpa banyak mikir aku meraih bolpoin dan langsung mengisi sesuai yang selama ini aku pelajari. Sesekali aku menggosok hidung lantaran kurang memahami, namun tak butuh waktu lama aku akan bisa mengisinya. Waktu baru berjalan 20 menit, dan Rido sudah berdiri melangkahkan kaki berjalan maju, berhenti tepat di meja dosen “Gila! tuh anak otaknya di isi wikipedia kali ya” gumamku sambil menggeleng-geleng kepala. Sepuluh menit kemudian aku pun berdiri, sebelum beranjak menyempatkan diri menoleh ke arah Safa yang sepertinya tak kesulitan untuk menjawab. “Babe, aku duluan ya” “Kendric, dilarang berdiskusi!” Aku hanya mengangkat bahu tak acuh, toh siapa juga yang berdiskusi. Aku yakin Safa juga akan bisa menyelesaikan soal itu sebentar lagi, lihat saja. Dengan santai aku berjalan ke depan dan mengumpulkan kertas jawaban itu, lantas pamit untuk keluar. “Do!” panggilku seraya menepuk pundak Rido yang berdiri dan bersandar di tembok menungguku dan Safa, dia menoleh “Mana Safa?” Aku menunjuk kelas dengan dagu. “Belum kelar dia” “Kata siapa gue belum kelar?!” kami berdua kompak menoleh ke arah sumber suara, Safa berjalan ke arah kami seraya mencepol rambut dengan asal, wajah gadis itu memang benar-benar cantik dengan bentuk oval. Safa punya sifat keras kepala, sesekali doang nurut kalau sama aku dan Rido, diluar itu dia tidak akan mau menurut. Dan gara-gara itulah, aku mendapatkan masalah di masa depan. “Kantin yuk, laper gue” Ajak Rido, dia mengalungkan lengan kokoh itu di leher Safa, meskipun kami pacaran aku tak pernah melarang Safa untuk melakukan skinship dengan Rido. Mungkin karena kita sudah lama bersahabat, jadi aku lihatnya biasa saja. Toh jauh sebelum Safa mengenalku, dia sudah mengenal Rido lebih dulu. “No! hari ini gue mau langsung pulang dan Ken harus nganterin gue.” Rido berdecak pelan, tiba-tiba saja pipi Safa menjadi sasaran kegemasan Rido. “Nyebelin banget sih jadi cewek!” katanya. “Yaudah deh, gue duluan. Byee!” Rido melambaikan tangan. Setelah kepergian Rido, kami berdua berjalan menuju parkiran. Langkah kakiku terhenti saat melihat cewek yang tadi pagi kuantar kini nangkring di samping motorku. Safa yang memang belum kenal langsung menegur. “Permisi, itu motor cowok gue.” Safa menegur, mencoba sopan meski jatuhnya jadi judes. Cewek yang sedari tadi diam kini menatapku. “Pulang sekarang?” Sial! kenapa dia malah berbicara denganku sih? sekarang Safa beralih menatapku dengan tatapan bertanya tanya. “Kamu kenal sama dia, Ken?" Mampus, kalau Safa udah mulai memanggilku dengan nama asli, tanda-tanda war in life segera dimulai. “Aku,..eng-enggak!” jawabku gugup. Aku sudah jujur kan? aku memang belum mengenal cewek-super-kyud itu, Safa beralih menatap ke cewek itu lagi, sebelum pacarku kembali menyelak sebuah suara sudah lebih dulu mendahuluinya. “Radista!” Sungguh, namaku tidak diubah, bahkan nama Safa pun tidak berubah. Tapi kenapa saat ada seseorang yang memanggil sebuah nama kita bertiga jadi menoleh serempak? Cewek yang sedari tadi bersandar di motorku itu tersenyum. Lah anjir, manis banget! “Hey. Udah kelar?” tanya cewek itu berubah ramah, si cowok mengangguk. “Udah, yuk pulang” sebelum si cowok mengajak cewek yang aku tebak bernama Radista itu pergi dia sempat menoleh ke arahku. “Thanks udah nganterin gue tadi pagi.” katanya, lalu pergi begitu saja. Mendadak perasaanku tidak enak, aku menatap Safa dengan takut-takut “Babe…” Safa menyentakkan tanganku begitu saja “Iya! aku salah faham! itu kan yang mau kamu bilang?” busyeet, kenapa dia malah ngamuk-ngamuk gini sih. Aku menggeram dalam hati, ini semua gara-gara si cewek dengan senyum manis itu!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN