"Apa yang kau lakukan?!" wajah Maria memucat, ujung bibirnya bergetar, bahkan tangannya bersiap memukul Adrian dengan panci yang berada di tangannya.
"Astaga! Aku hanya memelukmu! Kenapa kau berekasi seolah-olah aku akan membunuhmu?!" ucap Adrian tak percaya. Dia hanya melakukan hal normal sepasang suami-istri lainnya. Saat pulang dari kantor, dia ingin memeluk istrinya, tapi tentu saja ekspetasi selalu jauh dari realita.
Tak ada wajah bersemu Maria, yang ada gadis itu seolah siap membunuhnya karena apa yang dia perbuat.
"Iya! Kau dapat membunuhku dengan ribuan kuman yang kau bawa dari luar! Aku baru saja mensterilkan diriku tapi kau malah menyentuhku dengan tangan kotormu!" heboh Maria.
"Hei! Kau berlebihan sekali!" kesal Adrian. "Baiklah, aku mandi dulu! Istri menyebalkan." dumelnya.
Kepergian pria itu cukup melegakan bagi Maria, dia segera menyemprotkan antiseptan ke tubuhnya. Begitulah gadis itu, gila kebersihan. Terbiasa di ruang operasi yang membuatnya harus super steril, membuatnya membawa kebiasaan itu dimana pun dia berada.
Beberapa menit kemudian, Adrian sudah selesai mandi, dia menatap horor sosok Maria yang memotong sayuran seperti membunuh seseorang.
"Kau memang pintar, cantik dan seksi, tapi kau tak bagus dalam hal ini, sayur yang kau potong bukan pasienmu, Maria, kenapa kau memotongnya seperti ini?" ujar Adrian gusar.
Maria melipat tangannya di depan d**a. "Itu sudah bisa di makan kok. Aku ingin makan salad." ucapnya.
Adrian menghela nafas. "Biar aku yang buatkan, oke? Kau lebih baik duduk saja."
"Tidak sebelum aku melihatnya hingga selesai, aku takut kau memasukkan obat perangsang di makananku." ujar Maria dengan mata menyipit tajam.
Adrian beradegan tertembak. "Astaga, aku tidak seberengsek itu! Aku tidak perlu melakukan itu, kau istriku, aku tinggal membuka pakaianmu lalu aku akan membawaku ke ranjang lalu memasukimu—"
"DIAM! BUATKAN SALAD UNTUKKU CEPAT!" teriak Maria dengan wajah memerah.
Adrian tertawa terbahak-bahak. "Baiklah istriku, saladmu akan segera siap."
Adrian hanya memakai celana pendek dengan dadanya yang terekspos, pria itu baru selesai mandi. Maria lupa itu.
Maria menatap Adrian yang dengan cekatan memotong sayur-sayuran dengan rapi. Mata Maria meliar, menatap seluruh tubuh pria itu. Tanpa sadar dia menelan salivanya sendiri.
Tak seharusnya Dokter seperti dirinya yang sering melihat pasien telanjang jadi sesak nafas melihat tubuh manusia telanjang lainnya. Tapi Adrian beda.
Mata Maria menatap punggung Adrian yang berotot, bahunya yang lebar serta lengannya yang membuat pandangan Maria tak lepas. Lengan itu...
"Apa yang kau lakukan?"
Maria tersentak dari lamunannya, dia baru menyadari bahwa jarinya sudah menyentuh lengan Adrian. Sialan! Apa yang dia lakukan.
Adrian tersenyum miring, memutar tubuhnya, membuat Maria mundur beberapa langkah.
"Kau terangsang?" bisik Adrian tepat di telinga wanita itu. Dengan mudannya, Adrian menaikkan Maria ke atas meja makan.
Maria memundurkan wajahnya saat Adrian mendekatinya. "Tertangkap." pria itu menyeringai, tangannya menahan pinggang Maria untuk bergerak.
"Nghhh....," Adrian sudah menciumnya, pria itu menghisap bibirnya, hingga Maria mati kutu.
Maria ikut menggerakkan bibirnya, namun Adrian malah mengigit bibirnya, menyuruh wanita itu diam. Maria melotot kesal.
Adrian memperdalam ciumannya. Dia benar-benar lelah hari ini, namun bertemu dengan gadis ini, menciumnya, membuat seluruh sendi tubuh Adrian menjadi tenang.
"Kau!" Maria melotot saat Adrian melepaskan ciumannya.
Pria itu menyeringai. Maria menarik kembali Adrian, memeluk tubuh pria itu dengan kakinya, membuat Adrian terkejut. Tangan Maria dia kalungkan di leher pria itu, lalu dia mulai menjelajahi mulut pria itu.
Rasanya aneh di awal. Namun Maria mulai candu.
"Cukup, nanti saladmu tak lagi segar, sayang." Adrian mengusap bibir gadis itu dengan jari. "Serta aku mulai merasa kedinginan tanpa baju! Kau setel berapa AC-nya!" dumel Adrian mulai mengigil.
Pria itu lari terbirit-b***t menuju kamar, meninggalkan Maria yang turun dari meja makan dan mengambil mangkuk salad-nya.
***
"Kau masih belum mau melakukannya denganku?" tanya Adrian saat Maria masuk ke dalam selimut dan menenggelamkan dirinya disana.
Gadis mengintip, lalu menggeleng. "Aku masih datang bulan."
Mata Adrian menyipit, namun hanya menghela nafas pasrah. "Besok, aku ada pesta di salah satu perusahaan kolegaku, mau pergi bersamaku?" tanyanya.
Maria berfikir beberapa saat. "Hmm, aku lihat jadwalku dulu." ada raut kekecewaan dalam wajah Adrian dan itu dapat Maria tangkap, namun pria itu hanya mengangguk. "Baiklah."
Melihatnya, Maria jadi sedikit merasa bersalah. "Baiklah, ayo kita pergi bersama. Tapi... aku lupa kapan terakhir membeli gaun selain gaun pernikahanku. " ujarnya mencoba berfikir. "Kita tak mungkin memesannya sekarang."
Mata Adrian langsung berubah lebih girang. "Masalah gaun, tenang saja, aku punya kenalan yang punya banyak gaun yang tersedia."
"Baiklah, aku mau tidur dulu, selamat malam Adrian." ucapnya.
"Tak ada kecupan selamat tidur?" Adrian menatapnya seperti anak kecil.
Maria memutar bola matanya. "Kau sudah gosok gigi?"
Adrian mengangguk.
"Mendekatlah." Adrian mendekatkan wajahnya, lalu Maria memberikan kecupan hangat disana. "Selamat tidur." ujarnya sebelum kembali menenggelamkan wajah dalam selimut.
Adrian tersenyum. Dia kembali membuka ponselnya, membaca beberapa email yang mungkin saja belum terbaca.
Lalu dia terpaku pada satu pesan yang dia temukan.
Pesan dari Refan. Dia sosok yang masih membayangi pernikahan mereka berdua. Teman dekat Adrian sekaligus mantan Maria.
Hanya membaca namanya saja, Adrian langsung di landa perasaan tak nyaman. Apalagi dalam email itu Refan mengirimkan beberapa perusahaan WO super mewah, dia bahkan memgetik.
'menurutmu konsep pernikahan apa yang disukai Maria? Tolong bantu aku untuk melihatnya, aku benar-benar pusing, aku tak mampu mengurusnya sendiri. Aku mengirim email ke email kantormu karena aku tau kau snagat sibuk akhir-akhir ini hingga tak mampu membalas pesanku.'
Adrian tanpa sadar meremas ponselnya, dia lalu menghapus pesan itu, kepalanya tanpa sadar menoleh pada Maria yang sudah tertidur. Adrian menurunkan selimut yang menutupi wajah gadis itu.
Maria sangat cantik. Adrian tanpa sadar mencium kening wanita yang saat ini merupakan istrinya.
"Aku... ingin memilikimu Maria. Hanya untukku." gumamnya.
****