BAB 1. ALL ABOUT ME

1752 Kata
Rea tidur dengan kegelisahan malam ini. Keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya. Kepalanya bahkan bergerak ke kanan dan ke kiri dengan cepat. Seakan ia menolak sesuatu. Tangannya yang seolah terulur ingin menggapai sesuatu, namun hanya angin yang ia tangkap. Sembari bergumam, “Tidak!” dengan nafas yang memburu dan kepalanya yang masih terus menggeleng kuat. Keringat terus mengucur dari tubuhnya yang hanya berbalut tank top tanpa bra dan hot pants berbahan kain yang selalu ia kenakan saat tidur. Rea bergerak tak karuan dalam tidurnya. Hingga akhirnya ia berteriak dengan keras, “TIDAK!” sembari membuka matanya dan mulai mengatur nafasnya yang terengah-engah. Lalu tak lama kemudian terdengar isakan tangisnya yang memilukan. Rea menangisi kejadian kelam yang membuatnya merasakan kehilangan begitu dalam. Tangisnya yang terdengar pilu, seolah mampu menyayat hati siapa pun yang mendengarnya. Kenyataan pahit yang telah ia rasakan sejak dulu hingga saat ini. Masa lalu yang terus menerus menghantui kehidupannya tanpa ampun. Setelah puas menangis. Rea berusaha bangkit, turun dari ranjangnya. Dan mengambil air minumnya di atas nakas. Meminumnya dengan tangan yang memegang gelas sambil gemetar. Hingga Membuat bajunya pun basah. Sesudahnya, Rea pun merebahkan kembali tubuhnya. Tanpa berniat untuk mengganti bajunya lebih dulu. Memandang kosong langit-langit kamar rumahnya. Kembali ia menangis sesenggukan seorang diri di tengah malam. Ingatannya kembali ke masa kelamnya. Masa yang menjebak dirinya sendiri. Masa lalu yang membuat dirinya depresi hingga kini. Beruntung ia memiliki seorang dokter yang sangat baik dan mengerti dirinya serta keadaannya. Ya, Rea memang sering kali mengalami mimpi buruk itu. Membuatnya tak bisa tidur dengan nyenyak. Atau bahkan tidur yang cukup sesuai anjuran dokter. Yakni delapan jam saat malam. Rea hanya bisa tidur kurang lebih tiga jam saja saat malam. Dan untuk bisa membantunya agar terlelap kembali hanya obat tidur. Itu pun terkadang tak bisa membantunya. Mimpi buruk yang selalu memaksanya untuk terus meminum obat tidur. Karena jika tanpa obat tidur, bisa dipastikan jika Rea tak akan tidur semalaman. Hanya tatapan kosongnya yang akan terus terjaga sampai pagi.  Ini adalah kehidupan sehari-hari dari seorang gadis cantik yang bisa dikatakan sempurna. Atau bahkan hidupnya penuh dengan keberuntungan.  Edrea Ananta Pradipta. Nama panjangnya yang biasanya selalu di panggil dengan sebutan Rea. Hidupnya memang nyaris sempurna. Wajah yang cantik tanpa kekurangan sedikit pun. Tubuh yang juga proporsional bagi perempuan. Tingginya yang menginjak angka 168 Cm. Sangat cocok jika ia menjadi seorang model dengan tinggi seperti itu.  Di bekali dengan otak yang cerdas sejak lahir. Membuat Rea banyak menerima pujian. Membuat hidup seorang Rea terlihat sangat sempurna bagi sebagian orang. Dengan banyaknya kesempurnaan yang berada dalam hidupnya. Nyatanya tidak dengan kehidupan percintaannya.  Terbukti hingga usianya menginjak angka dua puluh satu tahun. Rea belum pernah sekalipun berpacaran.  Normal? Tentu saja ia gadis yang normal. Buktinya ia juga mengagumi ketampanan para aktor Hollywood serta keseksiannya. Tak lupa para aktor Korea tentu saja.  Pemilih? Tidak juga. Karena Rea bukan tipe gadis seperti itu. Ia bahkan mau berteman dengan siapa pun tanpa memandang status atau pun fisiknya.  Mungkin juga karena selama ini belum ada yang mampu menggetarkan hatinya yang telah lama beku karena masa kelamnya dulu.  Hingga ia akhirnya terlalu sulit untuk bisa merasakan ketulusan. Terlebih lagi masalah yang ia hadapi selama ini. Membuatnya semakin menjaga hati dan dirinya.  Rea tak lagi kuliah. Ia memang telah lulus kuliah S2 tahun lalu. Dan karena suatu alasan, ia memutuskan untuk bekerja. Alih-alih melanjutkan pendidikan S3-nya ke New York University. Gadis cantik itu malah memilih untuk bekerja di sebuah club’ malam milik salah seorang temannya. Teman yang ia kenal dari dunia malam. Dan berteman baik dengan dirinya.  Dengan menjadi seorang bartender di club’ milik Nico. Teman yang baik menurutnya. Seorang pria yang mau berteman dengan dirinya tanpa memandang siapa dan apa statusnya. Mungkin juga karena Nico tak tahu menahu tentang status Rea yang sesungguhnya. Karena jelas saja, jika gadis tersebut menutupinya dari siapa pun.  Kehidupannya yang sederhana ini membuat Rea bahagia. Meskipun tak memiliki banyak uang ataupun barang mewah seperti kebanyakan orang. Ia tidak mempermasalahkannya. Toh, kebebasan inilah yang ia butuhkan dan ia harapkan. Bahkan jauh lebih berarti daripada sekedar barang-barang mewah yang bernilai fantastis tersebut.  Tinggal seorang diri di sebuah rumah kecil dan sederhana yang ia beli dengan uang tabungannya. Rumah yang hanya terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi yang letaknya berada di dekat kamarnya. Lalu dapur mini dengan meja bar kecil sebagai meja makannya. Ruang tengah yang ia gunakan untuk ruang menyimpan beberapa botol-botol alkohol miliknya. Dengan ruang tamu minimalis untuk menerima tamu yang mungkin hanya Nico dan beberapa temannya di club’. Sebab, Rea memang tak banyak memiliki teman. Terlebih ia tak ingin banyak orang yang tahu dimana tempat tinggal nyamannya saat ini.  Rea juga memiliki sebuah loteng atap rumahnya, tempatnya melihat bintang. Tempat yang bagi Rea adalah tempat ternyaman dan paling favorit baginya.  Karena di atas sini. Selain menikmati keindahan malam hari. Rea juga bisa ‘melihatnya’ dari sini. Seolah tampak sedang tersenyum ke arahnya.  Saat pagi hingga sore hari. Rea akan bekerja di minimarket yang berada di dekat rumahnya. Kerja part time itu ia lakukan untuk membunuh rasa bosan saja. Jika ia harus seharian berada di dalam rumahnya. Sebenarnya, Nico tidak setuju jika Rea bekerja. Ia ingin menanggung biaya hidup Rea sampai kapan pun. Mungkin juga karena rasa terima kasihnya pada Rea yang telah menyelamatkan nyawanya saat itu. Waktu Nico hampir saja mati tertabrak mobil. Jika saja Rea tidak menariknya agar ke pinggir jalan. Sejak saat itu, Nico merasa berhutang Budi pada Rea. Dia telah menganggap Rea sebagai adiknya sendiri.  Namun sayangnya, Rea menolak bantuannya itu dan memilih untuk bekerja sebagai bartender. Di club’ miliknya. Mungkin juga karena hobinya memasak. Dan Rea suka sekali berkreasi. Terbukti selama ini, ia menjadi bartender yang disukai oleh pelanggan. Karena racikan minumannya yang pas dilidah mereka.  Barulah saat pukul delapan malam, Rea akan berangkat ke club’ tempatnya bekerja. Dan pulang saat pukul satu dini hari. Lalu akan tidur hingga pukul empat pagi. Setelahnya, Rea tak lagi bisa tidur. Karena mimpi buruknya itu.  Mungkin berat bagi sebagian gadis yang seusia dirinya. Jika harus bekerja seperti itu.  Akan tetapi tidak bagi Rea. Ia bukan tipe gadis yang manja sebenarnya. Namun, sama halnya dengan para gadis seusianya. Jauh di lubuk hatinya, ia juga menginginkan sosok yang bisa memanjakannya dan memberinya kasih sayang yang tulus. Menghargai dirinya dengan penuh kasih sayang.  #### Seperti biasa. Rea pulang dengan berjalan kaki untuk sampai ke rumahnya yang memang terletak tak jauh dari club’ tempatnya bekerja. Hingga hanya dengan waktu kurang lebih sepuluh menit dengan jalan kaki. Rea telah sampai di rumahnya. Namun, malam ini terasa berbeda baginya. Ia melihat seseorang sedang tergeletak tak berdaya di pinggir jalan. Dan sepintas, Rea juga melihat mobil Van hitam yang bergegas pergi begitu saja. Meninggalkan tubuh seseorang yang tidak ia kenal dan tahu. Entah laki-laki atau perempuan. Rea tak bisa melihatnya dengan jelas.  “Aduh, dia mati apa nggak yah? Bagaimana kalau mereka tadi membuang mayat?” gumam Rea yang berjalan pelan mendekati tubuh yang tergeletak dengan keadaan tertelungkup di pinggir jalan begitu saja. Meskipun takut, tapi mampu mengalahkan rasa penasarannya yang tinggi.  “Eh? Tapi mana mungkin mereka membuang mayat di pinggir jalan sih? Pasti itu masih hidup. Gue harus cepat tolong dia. Sebelum terlambat,” Gumamnya yakin dan berlari kecil agar lebih cepat sampai di hadapan tubuh yang tak berdaya itu.  Ia lalu berjongkok di sebelahnya. “Kelihatannya kayak cowok? Gue lihat aja, deh!” Rea pun dengan pelan membalikkan tubuh yang sepertinya pingsan itu. Begitu berhasil. Rea terkejut bukan main.  “Astaga cowok ganteng!” serunya tanpa sadar.  Rea tampak mengagumi ketampanan yang tetap terlihat jelas dari pria ini Meski wajahnya penuh dengan luka.  “Sepertinya dia habis dipukuli!” gumam Rea lagi.  Rea pun meletakkan jari telunjuknya di hidung laki-laki asing itu. Ingin memastikan saja bahwa dia masih hidup. Dan benar saja, laki-laki itu masih bernafas.  Segera Rea mendekat ke d**a bidangnya. Mendengar degup jantungnya dari laki-laki itu. Seketika senyumannya tercetak dibibir tipisnya.  Dengan susah payah, Rea berhasil membawa laki-laki yang tak berdaya itu ke rumahnya. Beruntung saja ia bisa meminta bantuan dari satpam yang berjaga di komplek perumahannya saat sedang berkeliling. Jika tidak, bagaimana bisa Rea yang bertubuh kecil membawa laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya itu kedalam rumahnya.  Setelah mengucapkan terima kasih pada satpam keamanan. Rea segera mengganti bajunya dan mengambil air di wadah untuk membersihkan luka-luka di wajah laki-laki yang ia letakkan di sofa saja. Karena tidak mungkin ia membaringkan laki-laki ini di ranjangnya. Sebab, Rea tak ingin ada orang asing yang masuk kedalam kamarnya yang begitu privasi untuknya.  Selesai membersihkan wajah laki-laki itu. Rea dengan perlahan-lahan mengobatinya. Bisa Rea lihat, sesekali laki-laki itu meringis kecil. Walaupun matanya masih terpejam.  Rea terkekeh geli melihatnya. “Baru tahu gue, kalo orang pingsan bisa ngerasain sakit yah?” cibirnya pelan. Seraya terkekeh geli melihat ringisan kecil dari cowok tersebut.  Dilihatnya jaket Hoodie laki-laki itu tampak sangat kotor. Penuh dengan tanah yang bercampur darah tentunya. Membuat Rea mendengus pelan. Ia tidak suka melihat hal kotor seperti itu. Di lepasnya pelan-pelan Hoodie itu dari tubuhnya.  Dan seketika saja, Rea mematung di tempatnya berdiri. Bagaimana tidak, jika rupanya, laki-laki itu tidak memakai kaos atau pun baju yang lainnya. Selain Hoodie itu saja.  Alhasil, saat ini di depannya. Terpampang jelas tubuh Shirtless laki-laki itu. d**a bidangnya yang seakan begitu nyaman untuk bersandar dan di usap. Lalu jangan lupakan, otot-otot perutnya yang tertata rapi. Seperti roti sobek yang berjumlah enak kotak. Seolah-olah memanggil-manggil dirinya untuk di usap dan di kecup.  Rea menelan salivanya susah payah. Bagaimana bisa ia melewatkan pemandangan indah di depannya ini. Namun, segera saja ia menggelengkan kepalanya cepat.  Saat pikiran kotornya mulai bertamasya memikirkan apa yang bisa ia nikmati dengan tubuh seindah ini. Di pukulnya pelan kepalanya yang malah membayangkan yang ‘iya-iya’ dengan laki-laki itu.  Rea juga bukanlah gadis yang polos dan tidak tahu apa-apa. Ia tahu hal-hal m***m seperti itu. Namun, rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk mengagumi bahkan membayangkan hal yang jorok tentang pria tersebut.  “Oke sepertinya gue harus cepat ambil selimut buat dia. Sebelum akhirnya gue ‘makan’ dia disini.” Rea segera melemparkan Hoodie kotor itu ke mesin cuci. Lalu bergerak menuju ke almari pakaian miliknya untuk mencari selimut. Karena jelas ia tak memiliki baju seorang laki-laki.  Juga selama ini belum pernah ada satu pun laki-laki yang menginap dirumahnya. Tentu saja karena ia tak pernah memiliki seorang kekasih. Dan hal itu seringkali menjadi bahan bully-an dari teman-temannya yang bekerja di club’.  Selesai menyelimuti tubuh laki-laki itu. Rea memutuskan untuk tidur. Ia sangat lelah saat ini. Memastikan jika semua sudah beres. Rea bergegas ke ranjangnya yang berada di sebelah ruang tengah. Tempat pria itu terlelap.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN