Bab 10. Nyaris Ketahuan

1079 Kata
Rea bekerja akan tetapi pikirannya tak fokus. Ia masih memikirkan orang yang tadi ia lihat. Rea sangat takut jika orang tersebut bisa menemukannya di sini. Rea sudah merasa sangat nyaman dengan kehidupannya yang sekarang. Dia tidak ingin lagi kembali ke istana yang bagaikan neraka baginya. Terlebih lagi kepura-puraan yang harus ia tampilkan di hadapan publik. Citra baik memang harus tampak dalam semua sikap dan sifatnya. Keharmonisan keluarga yang harus ditunjukkan. Meskipun sebenarnya, ini hanyalah cangkang kosong yang tak memiliki nyawa. Rea berusaha keras untuk tak lagi memikirkannya. Saat ini hanya ada dirinya sendiri yang harus ia pikirkan. Bukan tentang tanggapan orang lain terhadapnya. Tentang semua aturan yang harus selalu ia patuhi. Walaupun hati kecilnya memberontak, tak setuju. Tapi ia tak bisa melawan kala itu. Hatinya masih memiliki sedikit cinta untuk mereka. Ternyata itu tak bertahan lama. Kala mereka memintanya untuk melakukan hal yang tidak pernah ia bayangkan. Kecewanya semakin tak terkendali lagi. Lukanya kian membesar dan menganga. Tak sanggup lagi ia menahannya lebih lama lagi. Maka keputusannya yaitu memilih untuk pergi. Meninggalkan segala kemewahan yang ia miliki. Segala kemudahan yang bisa ia dapatkan tanpa bersusah payah. Namun, hatinyalah yang Rea pikirkan. Merasa cukup banyak mengalah selama ini. Mungkin, pergi adalah cara terbaik saat ini. Di kala keberadaan kita tak lagi mereka anggap berarti. Sementara Rea sibuk di minimarket. Mike yang berada di rumah Rea. Menyibukkan dirinya dengan bidikan kamera ponselnya. Memotret sekeliling rumah Rea. Mengamati lingkungan tempat tinggalnya. Mike tersenyum tipis melihat keadaan sekitar rumah Rea. Tempat ini memang bukan hunian perumahan elit. Namun kebersamaan dan toleransinya masih sangat tinggi. Mike ingat, saat malam dia di pukuli. Ada beberapa orang warga sekitar yang menolongnya untuk di bawa masuk kedalam rumah Rea. Itu berarti rasa kekeluargaan disini masih terjalin dengan sangat baik. Entah mengapa, Mike merasa betah dan nyaman tinggal disini. Mungkin karena sebelumnya ia hanya tinggal di sebuah ruko kecil yang disewanya untuk bekerja sekaligus tempat tinggalnya. Terasa sempit dan sesak. Mike melihat-lihat di dalam rumah Rea. Lalu tepat di depan kamar gadis cantik tersebut. Mike penasaran, seperti apa kamar seorang gadis cantik tapi jutek dan ketus seperti Rea. Ceklek Mike terkagum melihat interior kamar tidur Rea. Meskipun seorang gadis. Rea tidak menyukai warna soft seperti para gadis pada umumnya. Terbukti dari warna cat dinding di kamarnya yang berwarna abu-abu cerah. Dengan desain yang minimalis. Menunjukkan karakter Rea yang sederhana namun elegan. Tak banyak barang yang berada di kamar ini. Rea memang mengisinya dengan barang-barang yang ia butuhkan saja. Lemari baju pun hanya satu yang kecil. Berbeda dengan kebanyakan gadis yang bisa memiliki lemari lebih dari satu buah. Khusus untuk baju saja. Belum lagi koleksi sepatu, aksesoris atau bahkan perhiasan dan parfum. Atau tas juga. Rea hanya memiliki dua tas selempang wanita biasa yang Mike lihat selalu ia pakai saat bepergian. Menunjukkan jika ia adalah orang yang simpel dan sederhana. Nggak suka ribet. Gaya berpakaiannya pun casual. Topi adalah barang wajib untuk ia pakai saat keluar rumah. Mike juga bingung sebenarnya, mengapa Rea selalu memakai topi? Dan lagi, ia juga berpakaian seperti seorang laki-laki. Tidak akan ada yang mengiranya perempuan, jika dia tidak memperlihatkan rambutnya yang panjang di bagian belakang topi. Sedikit aneh memang menurut Mike. Jika Rea termasuk cewek Tomboy, maka ia seharusnya memangkas rambutnya pendek. Bukan panjang seperti itu. Mike keluar kamar Rea dan kembali duduk di sofa ruang tengah. Tempatnya tidur selama ini. Karena ia tahu, jika Rea hanya memiliki satu kamar tidur. Maka dari itu, mau tidak mau. Mike harus rela tubuhnya remuk. Karena sofa ini tidak nyaman untuknya tidur. Tapi apa mau di kata. Jika ia sendiri yang berusaha keras untuk bisa mendapatkan ijin pemilik rumah agar di ijinkan tinggal disini. ### Sore ini. Rea berjalan perlahan menuju rumahnya. Ia menikmati pemandangan sore hari di jalanan ramai yang ia lewati. Kendaraan yang melintas, suara orang-orang yang sedang berbincang di warung-warung tenda di pinggir jalan telah mulai beroperasi. Ia membeli ayam bakar dua porsi. Ia sedang malas memasak di dapur. Mengingat kata dapur, pikirannya selalu dipenuhi oleh adegan ciuman mengejutkan di dapur. Membuat Rea selalu teringat akan kejadian itu. Dan keinginannya untuk balas dendam pada Mike hari ini juga. Rea tersenyum menyeringai licik saat membayangkan rencananya nanti. Ia yakin Mike akan terkejut nantinya dan kapok untuk menggodanya lagi. Terlebih lagi, menciumnya tanpa ijin seperti tadi pagi. Rea kembali teringat akan ciuman itu. Masih terasa olehnya, lembut bibir laki-laki yang biasanya selalu berkata kasar dan sering kali hanya hinaan yang terucap. Tapi tadi, bibir itu terasa sangat lembut. Tatapan matanya, mampu membuat dirinya membeku sesaat. Terpaku pada mata tajam yang biasanya selalu menatapnya sinis. Rea menggelengkan kepalanya keras. Menghalau pikirannya yang seolah mengagumi Mike. “Nggak! Gue nggak boleh terpesona sama dia. Itu nggak boleh terjadi. Gue yakin banget dia itu playboy cap teri. Pasti ceweknya banyak dimana-mana. Huh! Dasar laki-laki semuanya sama,” gerundel Rea saat berjalan pulang. Sesampainya di rumah. Rea sengaja mengacuhkan Mike yang duduk di sofa ruang tengah. Gadis itu memang berniat untuk menjalankan aksinya saat ini. Rea yakin Mike akan kebingungan melihat tingkahnya yang mengabaikan keberadaannya. Rea hanya diam saat Mike berniat akan menyapanya yang baru saja baru pulang dari bekerja. Melihat Rea hanya diam dan tak melihatnya sama sekali di sofa. Mike mengernyitkan keningnya, heran akan perubahan sikap Rea. Mike menatap punggung Rea dengan tatapan bingungnya. Rea memang langsung berjalan menuju ke dapur. Menyimpan makanan yang tadi ia beli. Mike pun bergegas menyusul Rea ke dapur. Ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis tersebut. Dari yang Mike tangkap di wajahnya. Rea terlihat sedang kesal. Entah kepada siapa. “Re, lo kenapa? Kok kayak kesel gitu? Ada yang gangguin lo di jalan?” tanya Mike dengan wajah penasarannya. Rea tak menanggapinya sama sekali. Ia hanya meletakkan makanan di meja makan dan bergegas menuju ke kamarnya. Tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Mike yang membuat seutas senyum samar tercetak di bibir mungilnya. Melihat Mike yang sepertinya masuk ke dalam perangkapnya. Mike sebal karena lagi-lagi Rea mengabaikannya. Mike memanggilnya dengan keras. “Rea, lo tuli yah? Orang ngajak ngomong malah di diemin sih!” gerutunya jengkel. Rea tak peduli dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Menutup pintunya dengan keras. Tepat di depan wajah Mike. Beruntung Mike masih bisa menghindar. Jika tidak, makin hancur nanti wajahnya yang sudah bonyok akibat di pukuli. “Rea!” teriaknya penuh kekesalan di depan pintu kamar gadis tersebut. Sementara Rea yang berdiri di balik pintu, terkekeh geli mendengar kemarahan Mike. “Ini masih awalnya, Mike, si bule playboy cap teri,” gumamnya seraya masuk ke dalam kamar mandinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN