Membutuhkan waktu dua jam untuk Sahan dan Adit tiba di rumah sakit padjajaran. Tanpa menunggu Adit yang sedang memarkirkan motornya, Shana memilih lebih dulu berlari masuk ke dalam rumah sakit dan membuka pintu bagian unit gawat darurat. Gadis itu sudah tak memperdulikan beberapa orang yang mengaduh karena tertabrak olehnya. Ia terus berlari dan berlari menuju ruang ugd.
Setibanya disana, Shana menghampiri meja informasi dengan napas terengah-engah dan keringat bercucuran membasahi wajahnya.
"Pasien ... k-kecelakaan ... Tiga orang..." ucapnya terbata-bata.
Belum sempat Shana meneruskan perkataannya, suster bagian informasi sudah bisa menebak dan keluar dari balik meja untuk mengantar Shana.
"Baik nona, bisa ikuti saya?" tanya suster tersebut.
Entah sejak kapan Adit berada di belakang Shana. Pria itu kini berjalan sejajar dengan tunangannya dan menggenggam tangan Shana, mengikuti kemana suster itu pergi.
Lorong rumah sakit kini mulai tampak sepi. Cukup jauh suster itu membimbing perjalanan Shana dan Adit, hingga langkah kaki mereka berhenti tepat di sebuah ruangan bertuliskan 'Kamar Mayat'.
Seketika kaki Shana melemas. Adit yang cukup sigap menahan tubuh Shana agar gadis itu bisa berdiri dengan tegap lagi.
Dengan sisa-sisa tenaganya, Shana mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam, ditemani Adit dan juga suster yang akan menjelaskan didalam.
Dua buah brankar dengan dua jenazah tertutup kain putih diatasnya berada di tengah-tengah ruangan. Shana mulai memberanikan diri mendekat, sedangkan suster membukakan penutup putih yang menutupi jenazah tersebut.
Seketika Shana kembali lemas, kakinya sulit untuk berdiri menopang tubuhnya sendiri. Hanya dengan bantuan Adit, ia bisa setengah berdiri dan bersandar pada d**a bidang tunangannya tersebut.
"Ayah ... Ayah ... Ayah!!" lirih Shana. Wanita itu sudah benar-benar tidak ada tenaga untuk terisak sedikitpun.
Suster pun membuka penutup putih pada jenazah satu lagi. Dan memperlihatkan tubuh Shaka yang sudah terbujur kaku dengan mata terpejam, terbaring diatas brankar dingin.
"Shaka dit ... Shaka ..." dan tepat saat itu, Shana yang sudah benar-benar tidak kuat terkulai lemas dalam sanggahan Adit.
"Sha!! Shana!!" panggil Adit berusaha membangunkan Shana yang tak sadarkan diri.
Adit menatap pada suster dihadapannya, dan tanpa menunggu lagi, Adit dengan mudah menggendong tubuh mungil Shana, membawanya ke sebuah ruang perawatan yang saat itu sedang tidak digunakan.
Seorang perawat lainnya mengetuk pintu, dan masuk dengan membawakan nampan berisi minyak angin untuk menyadarkan Shana.
Dengan telaten, perawat tersebut menghirupkan aroma minyak angin pada hidung gadis itu, hingga gadis itu sadarkan dirinya.
Shana masih terdiam. Beberapa tetes air matanya kembali keluar dari kedua sudut matanya. Adit yang merasa iba melihat Shana yang seperti itu segera memeluknya dan berusaha menenangkan tunangannya tersebut.
"Dit ... Ayah sama Shaka udah gak ada. Apa yang harus aku lakuin?" tanya Shana disela isak tangisnya.
"Kamu harus kuat! Kamu harus bertahan. Ada aku yang bakal jagain kamu Sha." Ujar Adit berusaha menenangkan tunangannya itu.
Tiba-tiba saja Shana teringat ibunya. Sejak pertama datang ke rumah sakit, tak ada tang membicarakan mengenai kematian ibunya. Setitik harapan dalam hidupnya kembali.
Gadis itu melepas pelukan Adit, dan berusaha bangun dari tempatnya.
"Mau kemana Sha?" tanya Adit saat melihat Shana turun dari atas brankar.
"Ibu, aku belum tahu kabarnya ibu Dit." Gumamnya tak jelas.
Adit segera mengambil barang bawaan Shana dan sedikit berlari menyusul Shana keluar dari ruang oerawatan tersebut.
Dengan langkah gontai, gadis itu berusaha melangkahkan kakinya menuju tempat bagian informasi. Cukup jauh, Shana dan Adit berjalan hingga mereka tiba di tempat yang dituju.
"Sus ... Pasien atas nama Mira Bellia ... " tanya Shana terbata-bata.
"Pasien kecelakaan siang tadi?" tanya suster tersebut.
Shana hanya menganggukkan kepalanya.
"Pasien baru saja keluar dari ruang operasi dan kini sedang di bawa ke ruang ICU." sahutnya.
Terdengar helaan napas lega dari mulut Shana cukup kencang. Adit menunduk berpamitan pada suster lalu berjalan memapah Shana menuju ruang ICU.
"Dengan keluarga pasien Nyonya Mira?" tanya dokter Ferdi saat melihat Shana dan Adit berhenti di depan kaca ruang ICU.
Gadis itu mengangguk lemah dan berjalan menghampiri sang dokter.
"Operasi pengeluaran darah dalam otak pasien sudah berhasil kami lakukan. Namun, sayangnya pasien mengalami mati otak."
Mata Shana seketika membelalak. Air matanya begitu saja mengalir diatas wajahnya.
"Mati otak?" tanya gadis itu.
Dokter Ferdi menganggukkan kepala. "Hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk fungsi batang otak yang tidak dapat dikembalikan atau biasa disebut ireversibel." Jelasnya.
"Bagaimana bisa dok?" tanya Shana lirih.
"Pada keadaan koma, pasien sudah kehilangan respons terhadap rangsangan yang diberikan. Dengan pemberian rangsang nyeri, pasien tetap tidak dapat merespon membuka matanya , tidak melakukan pergerakan dan tidak dapat mengeluarkan suara. Beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan koma ireversibel adalah cedera otak yang sangat berat, perdarahan otak, iskemia otak, dan lainnya. Namun, pada kondisi Nyonya Mira, penyebab dari mati otak yang dialaminya karena pendarahan dan cedera di dalam otak yang cukup berat. Kami sudah melakukan yang terbaik, kita hanya tinggal berdoa dan menunggu keajaiban dari Tuhan." Jelas dokter Ferdi.
"Apa ada kemungkinan pasien mati otak bisa kembali sadar dok? Atau bisa sembuh dok?" tanya Adit.
"Ada satu kasus pasien brain death yang kembali sadar setelah koma selama lima belas tahun. Dan itu bahkan mengejutkan seluruh dunia kedokteran. Mengacu pada kejadian tersebut, saya hanya bisa melakukan yang terbaik sebagai dokter ahli bedah saraf, dan terus berdoa demi kesembukan pasien. Juga ... saya mewakili rumah sakit padjajaran mengucapkan bela sungkawa yang sebesar-besarnya atas kejadian kecelakaan yang menewaskan dua keluarga nona. Semoga, segala amal ibadah korban diterima disisi Allah, ditempatkan disebaik-baiknya tempat disisiNya. Dan keluarga yang ditinggalkan selalu diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi musibah ini." Ujar Dokter Ferdi panjang lebar.
Dokter tersebut berpamitan dan meninggalkan Shana dan Adit di dpan kamar perawatan ICU.
Shana merasa dunianya semakin hancur mendengar penjelasan dokter.
Gadis itu perlahan merosot turun ke bawah dan duduk diatas lantai rumah sakit yang dingin. Tatapan matanya sangat kosong dan membuat iba perasaan Adit. Pria itu memeluk Shana dengan erat, berusaha menenangkan perasaan tunangannya.
"Aku yakin, Ibu pasti bisa melewati semuanya. Ibu wanita kuat dan pasti kuat buat berjuang untuk tetap hidup. Kamu harus bisa jadi penyemangat ibu, biar ibu gak merasa berjuang sendirian. Sebaiknya kita urus terlebih dahulu pemakaman untuk Ayah dan Shaka. Setelah selesai, kita kesini lagi buat nemenin ibu." Ucap Adit.
Shana terdiam, ucapan Adit terasa bagai angin lalu ditelinga Shana yang tengah larut dalam pikirannya. Air matanya kembali menetes, membasahi wajah cantik yang biasanya terlihat ceria.
"Aku hanya berharap, mimpi buruk ini segera selesai, dan aku terbangun kembali untuk melihat ibu, ayah dan Shaka tertawa lagi." gumam Shana.
Flashback End.
***