Keesokan paginya.
Selena berangkat kerja dan lagi-lagi Devan sudah ada di depan apartemennya menjemputnya untuk berangkat ke perusahaan bersama. Andi tidak ikut bersamanya, Devan tidak ingin waktunya berduaan bersama Selena terganggu dengan kehadiran Andi.
"Udah sarapan?" tanya Devan.
"Udah"jawab Selena singkat.
"Kalau aku belum sarapan."
"Ga ada yang nanya."
"Tapi aku mau memberitahu kamu."
"Terserah."
Selena memutar bola matanya, dia kesal sekali dengan kelakuan Devan.
"Temani aku sarapan," ujar Devan berhenti di restoran cepat saji.
"Kamu ga pesan makanan juga?" tanya Devan.
"Aku sudah kenyang."
Selena memperhatikan Devan makan dengan seksama. Laki-laki itu terlihat sangat tampan dan caranya makan membuat Selena ingin makan juga, tapi dia malu. Sebenarnya dia sudah makan walau hanya sedikit. Setelah malamnya dia tidak mual berbeda saat dipagi hari, dia mengalami mual dan muntah - muntah lagi. Selena sempat berpikir apa mungkin dia hamil, tapi dia juga masih ragu.
Dia dan Devan melakukan hubungan intim sekitar tiga minggu yang lalu dan dia sudah terlambat datang bulan selama seminggu. Masa iya dia bisa begitu cepat hamil hanya sekali berhubungan intim, tapi Selana juga lupa apakah Devan waktu itu memakai pengaman atau tidak saat mereka berhubungan intim dulu.
Selena dan Devan melanjutkan pergi ke perusahaan. Lagi - lagi semua karyawan melihat Selena dan Devan.
"Kamu jangan jalan di belakangku tapi kita berjalan berdampingan," ujar Devan.
"Saya di belakang anda saja tuan."
"Aku bilang di sampingku Se ... Le ... Na ... Han ... do ...ko," ujar Devan dingin dan menengaskan setiap nama Selena.
"I-iya tuan," kata Selena dengan gugup.
"Dasar pemaksa!!" ujar Selena dalam hatinya.
Selena melihat semua mata karyawan wanita itu seperti membara saat Selena berjalan berdampingan di sisi kanan Devan.
"Selamat pagi, tuan Devan," sapa Andi.
Devan tak menjawab dia berjalan lurus tanpa melihat Andi.
"Iss, dasar bos nyebelin, baiknya cuma ada mau nya aja." Andi kesal melihat Devan.
"Baru tiba bu Selena? Tadi mampir ke mana bu," ujar Andi dengan ingin tahu.
"Pak Andi bisa ga sih kita pakai aku - kamu aja jika ga ada tuan Devan."
"Beneran nih ga apa - apa?" tanya Andi dengan ragu.
"Beneran."
"Agak kaku juga sih manggil bu Selena."
Selena di berikan tugas oleh Devan untuk meneliti data-data keuangan, dia memang sengaja merekrut Selana menjadi sekretarisnya untuk mengetahui segala transaksi di perusahaan Johanson Group. Sebelumnya memang Marlina Johanson neneknya lah yang menjadi CEO.
Andi juga sibuk dengan perkerjaannya tentang pembangunan hotel mewah bertaraf internasional di Nusa Dua Bali. Devan juga sibuk mengurusi segala macam terkait perusahannya dan pembangunan hotel di Nusa Dua Bali yang sudah 90% akan segera dibuka untuk umum.
"Permisi tuan." Andi masuk ke dalam ruangan Devan.
"Iya masuk Andi."
"Tuan sepertinya anda harus mensurvei ke Nusa Dua Bali, sebentar lagi akan ada pembukaan hotel anda."
"Siapkan private jetku, besok aku akan berangkat dan suruh Selena ke ruanganku."
"Baik tuan."
Devan akan ke Bali, dia akan mengajak Selena. Devan tersenyum sendiri dengan segala macam pikiran nakal di dalam otaknya.
"Permisi tuan anda memanggil saya," ujar Selena masuk ke dalam ruangan Devan.
"Kamu ikut aku."
"Kemana tuan."
"Jangan bawel ikut aja, aku sekarang."
Selena dan Devan sudah berada di mobil Devan. Mereka sudah sampai di salah satu mall di Jakarta. Selena mengikutin Devan dan berjalan di samping Devan, dia tak ingin membuat masalah untuk hari ini. Devan masuk ke dalam salah satu toko baju brand luar negeri yang terkenal.
"Aku ingin membelikan baju untuk seorang wanita," ujar Devan.
Perkataan Devan yang ingin membelikan baju untuk wanita lain membuat Selena menjadi kesal.
"kenapa mengajak saya tuan? Kenapa tidak dengan wanita itu saja."
"Wanita itu perawakannya mirip dengan kamu. Kamu lah yang cocok jadi bahan percobaan dan contohnya. Kalau kamu cocok wanita itu juga cocok memakainya," ujar Devan dengan cuek.
Selena melihat Devan dengan kesal. Dimana pikiran pria ini seenak saja menjadi kan dia bahan percobaan.
Selena kaget semua pelayan di salah satu brand ternama menyambut Devan dengan hormat jadilah dia kecipratan di hormati juga. Apa lagi manager brand ternama itu juga ikut menyambut Devan dengan hormat.
"Siapkan model baju terbaru untuk pakaian kerja 10 pasang, gaun malam 3 model. Harus yang terbaru dan terbaik lalu pakaikan ke wanita itu," perintah Devan.
"Baik tuan Johanson," jawab manager brand ternama itu dengan patuh.
"Waah begini yaa ternyata kalau sultan belanja selalu di hormati dan diperlakukan spesial. Bukan hanya martabak aja yang pake spesial," kata Selena di dalam hatinya.
Selena bolak-balik mengganti pakaian, jika Devan tak merasa cocok dia harus menggantinya. Setelah satu jam berganti - ganti baju akhirnya selesai sudah.
"Antarkan semua barang - barang ini ke alamat ini dan harus hari ini," titah Devan.
"Baik tuan. Terima kasih sudah berbelanja di toko kami dan sampai jumpa lagi, tuan Devan."
Selena menarik napas lega, memang selera Devan sangat bagus. Selena saja mengakui kalau Devan memiliki selera fashion yang high end.
Selena kembali mengikuti Devan yang menuju toko perhiasan.
"Selena, kamu pilihkan model kalung yang kamu suka," ujar Devan.
"Saya tidak perlu perhiasan tuan," jawab Selena.
"Siapa juga yang mau beliin kamu, tapi untuk wanitaku. Kalau kamu suka, aku yakin dia juga akan menyukainya. Kamu kan wanita pasti mengertilah selera sesama wanita."
"Tapi, saya tidak pernah beli perhiasan apa lagi berlian tuan. Tuan saja yang memilihnya jangan saya."
"Apa jangan - jangan kamu cemburu yaa...," ejek Devan lalu mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Selena.
"Te-tentu tidak tuan. M-ana mungkin ada saya cemburu." Selena menjadi salah tingkah.
"Kalau ga cemburu kenapa tidak mau memilih, 'kan? Sudah tugasmu sebagai sekretarisku, tapi kalau kamu cemburu bilang saja, aku tidak akan membelikannya untuk wanitaku," ujar Devan dengan senyum penuh arti.
"Baiklah saya akan memilihkannya tuan."
"Yang bagus kalau tidak bonus tahunanmu akan ku potong 20%," ancam Devan.
"Waah, jangan bawa-bawa urusan pribadi dengan perkerjaan dong tuan, itu namanya ga profesional dalam perkerjaan tuan."
"Suka - suka aku lah. Kan aku bos nya bukan kamu," ujar Devan dengan cuek.
Selena ingin meledak, dia sangat - sangat kesal pada Devan. Ucapan Devan yang menginginkan dia jadi kekasihnya ternyata hanya dimulut saja. Ada terbesit perasaan kecewa di dalam hatinya walau dia berusaha untuk tidak menanggapi hal tersebut.
Selena akhirnya terpaksa memilih perhiasan yang Devan inginkan. Selena tertuju pada kalung berlian bermata emerald, sangat indah. Matanya berbinar - binar melihat kalung tersebut.
Selena menginginkan kalung itu tapi begitu melihat harganya Selena menjadi lemas sendiri. Kalung berlian itu tak akan sanggup dia beli.
"Kamu suka itu?" Ujar Devan yang memperhatikan mata Selena yang berbinar-binar melihat kalung tersebut.
"Saya tuan?"
"Eeh, maksudku kalau kamu suka, aku yakin wanitaku juga suka," ujar Devan dengan gugup.
Lagi-lagi ada perasaan kecewa dalam hati Selena mendengar perkataan Devan. Devan memperhatikan semua hal tersebut, dia yakin Selena mempunyai perasaan padanya.
"Ayo kita makan dulu," ajak Devan menggenggam tangan Selena.
Entah mengapa Selena tidak menolak genggaman tangan Devan padanya. Ada perasaan yang berbeda saat Devan melakukan hal tersebut walau di dalam hatinya juga ada perasaan kecewa.
Mereka makan siang bersama dan Selena lebih banyak diam. Devan tersenyum-senyum sendiri melihat Selena yang seperti itu, dia yakin Selena menyukainya seperti dia yang menyukai Selena.
"Dasar bodoh! Semua yang ku beli tadi untukmu. Hanya kamu wanitaku bukan yang lain," kata Devan dalam pikirannya.
"Bilang aja kalau kamu tak suka dan cemburu pakai acara pura - pura segala. Kamu memang menggemaskan Selena."
Saat mereka makan bersama di restoran lalu datang seorang wanita dengan marah ke arah Selena dan Devan.
"Ooh, jadi seperti ini kelakuanmu dan wanita penghianat!" ujar wanita itu dengan marah pada Selena.
Selena sangat kaget melihat seorang wanita marah - marah padanya.