Part 14

1540 Kata
Devan bangun di pagi hari yang cerah, dia semangat untuk berangkat kerja. Dia sudah tak sabar untuk bertemu Selena. "Selamat pagi nenekku sayang," sapa Devan dengan senyuman terukir indah di wajahnya yang tampan. "Selamat pagi juga cucu ku sayang," balas Marlina nenek Devan merasa heran dengan cucu nya tidak seperti biasanya . "Aku berangkat dulu yaa nek." "Kamu kenapa kok berbeda dari biasanya Dev?" "Ga ada apa-apa nek, memang ga boleh aku menyapa nenek," ujar Devan sambil berlalu pergi dari rumah mewah Marlina. Setelah Devan pergi, Marlina makin curiga. Devan terlihat berbeda dari biasanya seperti bukan Devan. Dia akan menyelidiki apa yang membuat Devan berubah seperti sekarang. Devan menyuruh Andi melajukan mobil dengan cepat, dia ingin menjemput Selena agar wanita itu tidak memiliki alasan lagi pergi kerja. Selena memutuskan untuk berangkat kerja, dia tak ingin kejadian kemarin malam terulang lagi. Dia ketakutan dengan amarah Devan yang tidak bisa dia pungkiri membuat dirinya menjadi trauma. Betapa kagetnya Selena saat dia turun ke lobby depan apartement, ada Andi sekretaris pribadi Devan yang sudah berdiri tegak menyambutnya. "Selamat pagi bu Selena, tuan Devan menunggu anda di dalam mobil," ujar Andi dengan sopan. "Hmm, kenapa kamu berubah memanggil aku jadi bu Selena? Bukannya pak Andi kemarin masih manggil yang non atau nama ku saja," tanya Selena dengan bingung. "Maaf bu, saya tidak bisa menjelaskannya sekarang. Tuan Devan menunggu anda." Devan dengan kesal melihat adegan Andi dan Selena sedang berbicara di luar mobil, dia tak bisa membaca apa yang mereka bicarakan. "Awas aja si Andi kalau dia berani menggoda wanitaku. Akan aku buat jadi butiran debu nih orang," kata Devan yang masih terus melihat Selena dan Andi. Selena pun masuk ke dalam mobil Devan, dia memilih duduk di samping Andi dan tak duduk di kursi belakang bersama Devan. Andi sangat kaget Selena memilih duduk di depan bersamanya bukan bersama Devan. Dia melihat wajah Devan menjadi berubah dan aura yang ada di dalam mobil seakan berubah panas. "Aduuh piye iki... kok malah duduk di depan sih, bisa kena semprot sama bos deh ini," ujar Andi di dalam benaknya. "Pindah belakang," ujar Devan pada Selena. "Maaf tuan sebagai sekretaris anda yang baru, saya sebaiknya di depan dengan pak Andi," ujar Selena. "Kamu ga mau di belakang?"tanya Devan. "Tidak tuan," jawab Devan. "Baiklah kalau begitu." Devan keluar mobil lalu dia membuka pintu dan menyuruh Andi keluar dari kursi pengemudi. "Keluar!" Bentak Devan. "Tapi, tuan kan saya yang harus nyetir, kalau saya keluar siapa yang nyetir," jawab Andi dengan tak rela dan memegang erat setir mobil tersebut. "Keluar dengan sendiri atau mau ku seret keluar," ancam Devan pada Andi. "Lalu, saya bagaimana tuan?" ujar Andi dengan wajah memelas. "Pindah belakang." Andi memilih untuk mengalah percuma dia rebutan jadi supir pasti akan kalah. Ini juga mobil Devan, bukan mobil miliknya dan dia juga tak kebaratan duduk dibelakang biar merasakan menjadi bos sementara. "Nah, sekarang aku duduk di sampingmu," ujar Devan dengan tersenyum manis pada Selena. Selena hanya melihat dengan dingin, dia tak menyangka Devan akan seperti sekarang. Selena dan Devan hanya saling diam, Devan mengendarai mobilnya dengan sangat santai seperti tak ada beban. Andi yang duduk di jok kursi belakang sangat senang. Kapan lagi dia di supiri oleh CEO Johanson Group. Kejadian seperti sekarang tak akan terulang untuk kedua kalinya. Devan, Selena dan Andi berjalan bertiga masuk ke dalam perusahaan Johanson Group. Devan berada di depan sedangkan Selena dan Andi di belakang Devan. Hal tersebut menjadi kan mereka seperti pusat perhatian, para karyawan mata melihat mereka berjalan seperti bagaikan bos mafia berserta pengawalnya. Devan tak memperdulikan tatapan para karyawannya. Selena merasa risih dengan tatapan karyawan wanita yang seakan ingin membunuhnya hidup-hidup, tapi berbeda dengan Andi, dia merasa sangat senang akhirnya bisa menjadi pusat perhatian para karyawan terutama karyawan wanita. Dia ingin pesonanya sebagai jomblo akut menjadi lebih menarik kaum hawa. Selena melirik Devan, pria itu tampak berbeda terlihat tampan, dingin, dan angkuh tidak seperti Devan yang dia kenal. Pria yang sudah putus urat saraf malunya dan suka memaksakan kehendak. Sesampainya dilantai 18, Selena segera duduk di depan meja Andi. Andi sebagai sekretaris utama dan merangkap sebagai asisten pribadi sedangkan Selena sebagai sekretaris kedua. Andi melirik Devan sudah masuk ke dalam ruangannya, Andi merasa lega. "Huft, akhirnya tuang Devan masuk keruangannya," ujar Andi merasa lega. Selena menyerengitkan dahinya saat mendengar perkataan Andi. Andi mengetahui Selena memperhatikannya. "Jangan melihatku seperti itu, tuan Devan hanya bersikap lunak bagai jelly jika dihadapanmu. Dengan aku dia udah kaya singa," ujar Andi. "Dia lunak kayak jelly? Yang ada dia selalu memaksa kehendaknya sendiri," ujar Selena. "Nanti kamu akan tau sendiri bagaimana sikap tuan Devan padamu." Selene memilih tak menjawab perkataan Andi. Selena dan Andi sibuk dengan perkerjaan mereka begitu juga dengan Devan. Devan sedang mengurus proyek terbarunya di Bali, dia akan membuka salah satu hotel mewah di Nusa Dua Bali. Tanpa terasa karena kesibukannya Selena jadi lupa waktu, jam sudah menunjukan jam dua siang yang berarti dia melewatkan jam istirahat dan makan siang. "Waduuh, aku lupa makan siang," ujar Selena yang kelaparan. Andi yang mendengar perkataan Selena merasa kasian. Memang begini lah ritme kerja bersama Devan, jika Devan sedang fokus berkerja dia akan lupa dengan aktifitas yang lainnya dan Andi sudah terbiasa. Semua kesibukannya akan terbayarkan dengan gaji yang besar juga bonus yang menggiurkan. "Bu Selena makan siang saja dulu," ujar Andi yang kasian pada Selena. "Tapi, ini sudah jam dua, aku bisa lupa waktu berada di sini. Jarang ada karyawan ga seperti di divisi keuangan." "Memang seperti ini ritme kerja tuan Devan dan dia tak suka jika ada karyawan yang ke lantai 18 tanpa persetujuannya." "Memang sih enak jadi lebih fokus tapi jadi begini aku lupa waktu." Saat Selena dan Andi masih berbicara, mereka tak menyadari kalau sudah Devan keluar ruangannya dan melihat mereka sedang berbincang-bincang. "Aku menggaji kalian berdua bukan untuk mengobrol," tegur Devan. Selena dan Andi kaget saat mendengar suara Devan. "Selena kamu ikut aku," ujar Devan. "Tapi tuan saya belum selesai—" "Ikut aja jangan banyak protes," potong Devan. "Saya tuan?" tanya Andi berharap dia diajak Devan. "Kamu tetap disini," ujar Devan melihat Andi dengan kesal. Andi yang melihat tatapan Devan seperti itu padanya merasa terkhianati. "Teganya engkau wahai bos ku... aku kau campakkan setelah adanya Selena," gumam Andi. "Kamu bilang apa?" tanya Devan dengan tatapan makin tajam. "Ga ada tuan. Silahkan tuan pergi dengan bu Selena." jawab Andi salah tingkah. Andi berpikir seandainya saja ini sinetron ikan terbang pasti aku akan terdengar soundtrack 'ku menangiiiiiis membayangkan betapa kejamnya dirimu pada diriku' tapi itu hanya ada di dalam pikirannya saja, dia tak berani menyampaikan protesnya pada sang CEO. Selena mengikuti langkah kaki Devan sampai mereka berada di parkiran mobil perusahaan. "Masuk dalam mobil," titah Devan. Selena menuruti perkataan Devan, Devan melajukan mobilnya ke salah satu restoran dekat kantor. "Kita makan dulu, aku melihatmu tidak istirahat dan makan siang tadi," "Tuan lihat dimana?" Devan hanya diam, dia sudah menyuruh bagian keamanan untuk meletakkan satu monitor cctv di dalam ruangannya. Devan ingin melihat Selena walau hanya dalam layar monitor cctv. Devan mengajak Selena untuk makan masakan Jepang dan lagi-lagi Selena bingung harus memesan makanan, lidahnya sudah terbiasa dengan makan nasi baik itu pagi, siang, dan malam. Devan yang mengetahui kalau Selena bingung dengan berbagai macam menu akhirnya memesankan makanan yang sama untuk Selena. Setelah makanan dan minuman sudah tersedia di meja mereka. Mereka akan makan siang bersama tapi ada yang aneh Selena merasa sangat mual dan ingin muntah saat melihat sushi. "Kamu kenapa?" tanya Devan yang heran melihat Selena menutup bibirnya. "Maaf tuan saya permisi ke toilet dulu," Selena segera memuntahkan segala isi perutnya, entah mengapa dia tiba-tiba merasa sangat mual, kepalanya mendadak pusing. "Aduh, kenapa aku jadi begini yaa," ujar Selena dan kembali muntah. Devan melihat jam, sudah hampir 30 menit Selena tak kunjung kembali dari kamar mandi. Devan pun menyusul Selena. "Lena... Lena." Devan berteriak dari luar kamar mandi. "Aku di dalam jangan masuk ini toilet perempuan." "Iya aku tau, makanya aku teriak manggil kamu." Tak lama Selena keluar dengan wajah pucat. "Kamu kenapa Lena!" Ujar Devan saat melihat Selena yang pucat. "Ga apa-apa tuan. Mungkin saya masuk angin karena terlambat makan dan lidah saya itu sudah terbiasa dengan masakan indonesia." "Yaa udah, kita pindah ke restoran yang lain saja." "Tapi, apa ga sayang dengan makanan yang sudah dipesan kan tuan? Kita makan saja di sini tuan." "Aku ga mau. Aku hanya ingin makan dengan makanan yang lidahmu bisa terima." Selena hanya bisa melongo mendengar perkataan Devan. Laki-laki itu memang menyebalkan, dia jadi menyesal sudah memuji Devan yang terlihat tampan. Beberapa saat kemudian mereka sudah menemukan restoran yang di sukai oleh Selena tapi entah mengapa dia tak berselera untuk makan siang tapi dia memaksakan dirinya untuk tetap makan dari pada nanti dia sakit. Selena berpikir dia tak boleh sakit karena sakit biayanya mahal. Tanpa mereka ketahui ada yang memperhatikan dan mengambil foto mereka dari kejauhan. Akan tetapi tidak hanya ada satu orang, tapi dua orang yang berbeda memperhatikan kegiatan mereka. ********
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN