bc

14 Hari Mencintaimu

book_age16+
1.1K
IKUTI
8.3K
BACA
adventure
goodgirl
brave
confident
drama
sweet
bxg
mystery
ambitious
secrets
like
intro-logo
Uraian

Dipublikasikan sejak : 07 April 2021

______________________

Terbangun dari tidurnya di depan sebuah meja belajar yang tidak dikenalinya—Ayara Almahyra terkejut bukan main. Ditambah nuansa kamar yang maskulin, jelas ini bukan kamar Ayara. Merasa asing dengan kamar tersebut, Ayara berniat untuk beranjak dari duduknya. Belum selesai keterkejutannya yang merasa serba asing di dalam sebuah kamar itu, pandangan Ayara tercuri pada seorang lelaki yang masih lelap dalam tidurnya.

Siapa lelaki pemilik kamar itu?

Dan, mengapa ia membiarkan Ayara tertidur di meja belajarnya?

“Dasar nggak punya hati!” umpat Ayara padanya yang masih nyaman berkelana dalam mimpi.

_____________

cover by Lana Media

chap-preview
Pratinjau gratis
01 - Ingatan Sebatas Nama
Bagaimana perasaanmu saat tiba-tiba terbangun di sebuah tempat asing? Ayara Almahyra, gadis enam belas tahun itu terbangun dari sebuah tidur yang menurutnya begitu panjang. Namun, kali ini ia tidak biasanya terbangun dengan penuh semangat serta senyum mengembang. Ayara justru terkejut dan kebingungan bak orang linglung yang kehilangan arah jalan pulang.  “Aku di mana?” tanya Ayara pada keheningan malam. Bagaimana ia bisa tahu? Karena lampu kamar asing ini menyala, terang benderang. Pantas saja ketika Ayara terbangun ia merasakan cahaya yang tidak biasanya menyambut bangun tidurnya. Ayara memang selama ini terbiasa tidur dengan lampu yang dimatikan dan hanya menyisakan lampu kuning kecil saja.  Seperti biasanya, Ayara memegangi kepalanya setelah bangun tidur. Mencoba menyesuaikan pandangannya kepada hal baru di depannya kini.  Sebuah ruangan dengan nuansa maskulin, terlihat dari warnanya yang dominan ke abu-abu dan juga sedikit hiasan dinding berwarna putih. Benar-benar bukan kamar seorang Ayara!  Sebenarnya kamar siapa ini? Dan, bagaimana bisa ia tertidur di atas sebuah meja belajar yang menurutnya juga asing? “Mama!” “Ma!!" Teriak Ayara seolah tidak digubris sama sekali. Ia kesal, kemudian bangkit dari duduknya bermaksud untuk keluar dari dalam kamar asing ini. Akan tetapi, seketika langkahnya terhenti. Ayara mematung di tempatnya baru saja berdiri. Pandangan matanya tercuri pada sosok pria yang tengah terlelap tidur di atas ranjang. Astaga! Siapa dia? Dan, bagaimana bisa Ayara dibiarkan saja tertidur di atas meja belajar yang ia yakini milik pria itu sementara si pria asing itu justru nyenyak dalam selimut tebalnya?  Sungut Ayara tumbuh seketika! “Dasar nggak punya hati!” umpat Ayara padanya yang masih nyaman berkelana dalam mimpi. Seketika ide jahil Ayara muncul. Ia dengan keisengannya berjalan mendekat pada pria asing di balik selimut tebal tersebut. Perlahan namun pasti, tangan kecilnya meraih selimut tersebut. Namun.. Tangan Ayara tak bisa menjangkaunya. Tangan kecilnya seolah hanya sebatas bayangan. Apa yang terjadi? Ayara mulai panik. Ia sampai reflex memukul pipinya sendiri.  “Aw sakit!” Ini bukan mimpi. Anehnya, suara cempreng Ayara justru berhasil membangunkan pria asing di hadapannya itu. “AAAAAAA!!!” Keduanya sama-sama berteriak karena terkejut satu sama lain.  Tunggu dulu..  “K—kamu bisa lihat aku!?” “Kata siapa gue buta? Lo siapa? Dan—gimana ceritanya lo bisa ada di kamar gue!?” “Aku—aku juga nggak tahu! Kamu jahat banget! Masa cewek dibiarin ketiduran gitu aja di meja belajar! Dasar—“ “Diam lo. Berisik,” katanya dengan nada yang begitu dingin dan tidak bersahabat. Seketika Ayara terdiam. Pria asing itu bangkit dari duduknya, kemudian berjalan meninggalkan ranjangnya. Ia keluar begitu saja dari kamarnya. Meninggalkan Ayara yang terkejut karena pintu tertutup cukup keras. Hati Ayara yang terbiasa diperlakukan halus dan penuh kasih sayang, tiba-tiba merasakan sesak dalam hatinya.  Salahnya apa? Mengapa pria asing itu tampak tidak ramah sama sekali padanya?  Pintu terbuka kembali padahal Ayara belum sempat bersembunyi. Ia pasrah dan tersenyum kikuk pada seorang wanita yang terlihat seumuran dengan mamanya itu. Jadi, pria asing itu memanggil mamanya kemari untuk melaporkan Ayara yang tiba-tiba ada di dalam kamarnya. Ayara yakin, pasti mama pria asing itulah yang telah membawa Ayara kemari. “Itu, Ma. Kenapa Mama diam saja? Siapa dia?” Bukannya langsung menjawabi pertanyaan sang putra. Wanita yang dipanggil dengan sebutan ‘Mama’ itu justru menatap sendu putranya. “Kamu habis mimpi apa, Gilang?” “Gilang..” lirih Ayara sembari menuliskan nama tersebut agar menempel pada ingatannya sebagai seorang pria yang sangat menyebalkan, tak tahu sopan-santun terhadap tamu dan satu lagi sok galak! “Nggak mimpi apa-apa kok, Ma. K—kenapa memangnya, Ma?” “Sudahlah, sebaiknya kamu kembali tidur. Jangan lupa baca do’a dulu sebelum tidur. Oke?” “Maa.. dia—“ “Gilang, kamu jangan nakut-nakutin Mama. Ini sudah hampir jam satu pagi, Gilang.” “Nakut-nakutin?” Ayara merasa bingung dengan kalimat yang terlontar dari bibir wanita itu. Sebenarnya, situasi macam apa yang tengah dilaluinya ini? Gilang pun menunjuk Ayara, “Mama nggak bisa lihat dia!?” Merasa sang putra hanya terbawa halusinasinya akibat belum sepenuhnya tersadar dari mimpi yang baru saja dilaluinya. Novi—Mama Gilang pun meninggalkan Gilang begitu saja. Tak lupa, wanita itu juga menutup rapat pintu kamar Gilang. Sembari memegangi dadanya yang masih begitu syok dengan bualan cerita Gilang pagi-pagi buta seperti ini.  “Lagipula, mana ada hantu di rumah ini!?”  Sama-sama terdiam sejak kepergian Novi dengan kekesalannya pada Gilang itu. Baik Gilang maupun Ayara belum ada yang membuka suara lagi. Hanya denting jarum jam yang menjadi pengisi suara. Ayara kembali mendudukkan dirinya di tempat ia terbangun semula—kursi belajar Gilang. Sedangkan, pria itu duduk terdiam menyenderkan kepalanya pada sandaran ranjang. Tangannya terlipat di depan, matanya tidak pernah sedetik pun beralih dari sosok Ayara yang ia simpulkan bukan manusia itu. Ayara yang merasa risih pun kemudian berucap, “Bisa nggak, Kakak lihatin aku biasa saja?” “Nggak bisa. Lo siapa?” “Ya, itu masalahnya Kak. Aku sendiri nggak tahu. Aku ini apa sebenarnya, aku nggak tahu. Aku pusing..” keluh Ayara pada Gilang yang justru berhasil memancing emosi pria itu.  “Kalau lo hantu, jangan gangguin gue deh! Gue nggak takut sama hantu modelan lo.” “Kalau aku bukan hantu?” “Gue ngerasa lo bukan bidadari. Jadi, jangan harap gue bakal ngira kalau lo bidadari yang turun dari surga.” “Jahat banget sih mulutnya kalau ngomong—“ “Iya, makanya lo pergi sana! Tempat lo bukan di sini!” usir Gilang. Merasa benar-benar tidak diharapkan kehadirannya oleh pria yang menurutnya dapat dijadikan tempat bergantung, Ayara merasa sangat sedih. Pasalnya, hanya Gilang saja yang bisa melihat wujudnya. “K—kak Gilang?” “Nggak usah manggil-manggil nama gue! Sok kenal lo sama gue. Pergi lo!” Gilang kemudian memposisikan tubuhnya untuk kembali tidur. Ia sama sekali tidak mempunyai rasa takut dengan makhluk asing yang mungkin akan murka karena diusirnya itu. Entahlah, Gilang masih tidak percaya dengan kemampuannya yang bisa melihat makhluk jadi-jadian yang tak terlihat seperti gadis muda di hadapannya itu. Tetapi yang membuat Gilang penasaran justru, bagaimana bisa hanya dirinya saja yang bisa melihat wujud gadis asing itu? Apa Gilang mempunyai kemampuan baru berupa indra ke-enam?  Jika IYA, maka Gilang harus mulai terbiasa untuk melihat banyak hantu-hantu yang berkeliaran di luaran sana. “Namaku Ayara. Hanya sebatas nama saja yang bisa aku ingat, Kak. Tentang mengapa aku sampai bisa berada di sini, aku nggak tahu.” “……” “Aku tahu, Kak Gilang belum tidur.” “……” “Sebenarnya aku bingung, Kak. Aku ini apa? Kenapa mama Kak Gilang nggak bisa lihat aku? Dan saat Kak Gilang usir aku, aku bingung harus ke mana.” “……” “Aku makhluk tak kasatmata, Kak. Seharusnya Kak Gilang tidak keberatan dengan kehadiranku di sini. Aku mohon, Kak. Biarin aku di sini dulu..aku benar-benar hilang arah. Kalau pun aku arwah penasaran, pasti akan ada masa di mana aku pergi, menghilang dengan sendirinya. Aku tahu, Kak. Alam kita berbeda.” Ayara tak kuasa menahan isak tangisnya. Ia menangis dalam hening menjelang fajar.. Ayara benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya. Ia hanya mengingat namanya saja. Selebihnya..tak ada puing kenangan yang tersisa di dalam memori ingatannya. Sekali pun ia memejamkan matanya untuk berusaha mengingat, kepalanya justru sangat sakit. “Aaarrrgghhh..” rintihnya sembari memegangi kepala.  Sesaat kemudian Ayara merasakan terpaan napas hangat dari sampingnya. Gilang! Pria itu tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya dengan jarak yang begitu dekat. Dan, bagaimana bisa Gilang menyentuhnya tanpa tembus. Bukankah Ayara tadi tidak bisa menyingkap selimut yang dikenakan Gilang karena gadis itu hanya sebatas bayangan? Aneh.. Ini sungguh kejadian yang tidak pernah sekali pun terbayangkan oleh Ayara yang merasa bahwa semasa hidup, hidupnya selalu normal dan baik-baik saja. Hanya feelingnya yang menerka-nerka kini. “Lo kenapa?” “Kepalaku sakit banget, Kak.” “Hantu bisa sakit kepala ya? Gue baru tahu, Ya.” Ya? “K—kakak barusan manggil aku apa?” “Ya, Ayara kan nama lo?” Ayara hanya mengangguk. Jadi, Gilang sudah mau memanggil namanya. Bukankah ini seperti secerca harapan? “Kenapa lo senyum-senyum?” “Nggak apa-apa kok. Jadi, aku boleh kan Kak di sini?” Dengan raut wajah terpaksanya Gilang mengangguk, “hm.” “Makasih Kak Gilang!” Ayara tentu saja sangat bahagia, ia tak sadar jika saat ini tangannya tengah menggenggam tangan kanan Gilang. Bisa. Tidak tembus layaknya Ayara yang hendak menyingkirkan selimut tadi.  Detik ini juga, Ayara semakin yakin bahwasannya hanya Gilang-lah yang bisa membantunya memecahkan berbagai misteri tentang dirinya. Meski pun alam keduanya berbeda, tetapi Ayara tetap percaya—bahwa ada alasan di balik mengapa takdir bisa mempertemukannya dengan Gilang.  Sesaat sebelum Gilang kembali merebahkan dirinya di kasur dan hendak melanjutkan kegiatan tidurnya yang sempat terganggu itu. Ia menoleh pada Ayara, “lo nggak usah manggil gue pakai embel-embel ‘Kakak’! Gue bukan Kakak lo.” “Tapi kayaknya, usia Kak Gilang lebih tua dari aku.” “Jadi lo ngatain gue tua?”  Ayara melotot seketika. Ia menggeleng cepat, “eh nggak gitu, Kak. Nanti nggak sopan kalau manggil nama—“ “Panggil gue GILANG aja. Awas lo kalau nggak nurut, gue panggilin dukun buat usir lo,” peringat Gilang dengan wajah seriusnya. Kemudian ia melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Bukannya takut dengan ancaman yang dilontarkan oleh Gilang. Ayara justru membalas ancaman tersebut dengan senyum manisnya yang tentu saja tidak terlihat oleh Gilang karena pria itu sudah asyik menata bantal dan gulingnya kembali. “Lo jaga jarak sama gue!” Lagi. Gilang memperingatinya. Apa sekarang Gilang mulai was-was dan takut dengan arwah gentayangan seperti Ayara? Kalau IYA, lucu sekali!  Dengan jahilnya, Ayara justru memasang raut wajah datarnya. Bibirnya yang pucat membuat Gilang merinding seketika. “K—kenapa lo? Mau berubah jadi kuntilanak?” “……” Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Ayara menggeleng pelan dengan raut wajah yang sama—menakutkan.  “Gue cuman mau bilang. Kalau lo mau berubah jadi kuntilanak, besok malam aja! Bentar lagi azan subuh, bisa kebakar lo.” “Hahhahahhahha..” tawa keras Ayara seketika membuat seisi ruang kamar Gilang yang biasanya hening, kini ramai dan menciptakan suasana baru yakni, kehangatan.  “Sial! Gue nggak bakal takut sama hantu kayak lo. Ingat itu!” “Iya-iya. Aku percaya sama kamu, Gilang.” Meski Gilang mengabaikan ucapan Ayara barusan. Ayara tetap mengingat apa yang barusan ia ucap. Iya, gadis itu percaya pada Gilang detik ini juga. Mulai besok dan seterusnya—hingga waktu yang tidak bisa ditentukan, Ayara akan selalu membersamai Gilang. Karena hanya Gilang-lah yang bisa berkomunikasi dengan arwah sepertinya. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
203.3K
bc

DENTA

read
18.1K
bc

Head Over Heels

read
16.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
287.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook