Tujuhbelas - Sepenggal Kebaikan.

1143 Kata
Tubuh Yuno merasa sangat sakit. Hingga Yuno memilih untuk diam di kamar sepanjang hari. Bayangan masa lalu sepanjang hari membuat kepalanya terasa sakit. Ponsel Yuno berdering, Yuno dengan malas meraih ponselnya. Tampak panggilan masuk dari Rani - Manager Talent JMonteg. “Yuno. Sorry. Loe bisa bantu gak? Ada acara di hotel RitzDenim dan harusnya ada model standby di sana tapi model kita lagi sakit. Bisa Loe ganti in gak?” Tanya Rani di telepon. “Jam berapa Kak?” Tanya Yuno berusaha duduk meskipun rasa di kepalanya benar-benar sakit. “Sejam lagi. Bisa? Biar Gue atur sopir jemput Loe” Ucap Rani. “Bisa Kak. Gak usah di jemput. Gue bisa sendiri” Ucap Yuno yang tak ingin ada yang tau tempat tinggalnya. “Beneran?” Tanya Rani memastikan. “Beneran. Gue siap-siap dulu Kak. See ya” Ucap Yuno langsung mematikan ponselnya. Meskipun masih tidak nyaman tubuhnya tetap saja Yuno memaksakan diri. Dia tidak bisa menolak dan melupakan masalah pekerjaan. Segera Yuno membersihkan tubuh dan merias sedikit wajahnya agar lebih segar. Tak lupa dia mengenakan pakaian yang lebih modis agar tidak memalukan nama brand perusahaannya jika dia tampak biasa saja. Tiba di hotel RitzDenim, Yuno langsung menuju lantai aula tempat acara di laksanakan. Yuno melihat Rani sudah menunggu dengan gelisah. “Kak Rani!” Seru Yuno menyapa Rani. Rani langsung menghampiri Yuno dan merasa lega. Dia semakin lega ternyata Yuno sudah langsung bersiap diri tanpa harus banyak di touch up lagi penampilannya. “Wah Loe memang selalu bisa di andalkan. Cepat sekali Loe sudah bersiap” Ucap Rani memuji. Yuno hanya tersenyum menanggapi pujian Rani itu. Yuno langsung di arahkan ke belakang panggung dan mendapat sedikit pengarahan dan briefing tentang apa yang harus Yuno lakukan di panggung nanti. Tanpa kesulitan Yuno hanya di minta berbagi pengalaman tentang menjadi model dan juga menjelaskan sedikit tentang koleksi summer yang akan launching itu. Bagi Yuno yang sudah fasih mempromosikan produk tentu tidak masalah baginya untuk berbicara dengan lancar. Walau tidak di ungkiri dia cukup nervous saat harus naik ke atas panggung dan si sorot banyak kamera serta mata secara langsung. Selama ini dia mempromosikan dengan kerja sendiri di depan kamera dan paling hanya melalui live tanpa harus bertatap muka dengan penontonnya. Acara berjalan dengan baik dan tentu Juan ada di sana. Melihat cara Yuno berbicara dengan lugas membuatnya cukup yakin dengan kemampuan Yuno. Banyak tamu yang sangat memandang kagum pada Yuno. Bahkan ada yang terang-terangan ingin berkenalan dan menjodohkan putri mereka pada Yuno. Yuno hanya tersenyum sekedar formalitas tanpa mau menjawab permintaan orang-orang kaya di sana. Ya bagaimana bisa Yuno menerima di jodohkan dengan putri mereka jika Yuno malah lebih tertarik pada putra mereka jika ada. Selesai acara Yuno memutuskan untuk melipir ke salah satu angkringan di dekat hotel itu. Angkringan yang menjadi tempat Yuno dan teman-teman kuliahnya dulu berkumpul. Tampak pemilik angkringan sangat ramah dan antusias menyambut Yuno. “Waduh Mas Yuno. Apa kabar?” Sapa Bapak pemilik angkringan itu. Sebut saja Ucok. “Baik Pak. Bapak apa kabarnya?” Tanya Yuno dengan ramah. “Baik. Ayo sini mau pesan apa? Itu baru gorengannya selesai Bapak goreng tadi. Masih anget” Ucap Pak Ucok. “Biar Uno ambil sendiri aja Pak. Jangan repot. Oh ya, Ibu di mana Pak?” Tanya Yuno mencari istri Pak Ucok yang biasanya tampak selalu membantu. Wajah Pak Ucok berubah sendu saat Yuno menanyai istrinya. “Ibu kemarin kecelakaan Mas. Jadi sementara gak bisa jalan” Ucap Pak Ucok dengan lirih. “Hah? Sudah di bawa berobat Pak?” Tanya Yuno terkejut. “Sudah di bawa ke dukun patah tapi belum membaik kakinya” Jawab Pak Ucok lagi. Yuno terkejut. Kenapa di bawa ke dukun patah? Bukannya ke dokter. “Loh kok gak di bawa ke dokter Pak?” Tanya Yuno heran. Pak Ucok menghela nafas berat. Enggan rasanya dia menceritakan masalah keluarganya yang merupakan aib itu. “Sebenarnya sekarang Bapak dan Ibu kesusahan. Anak kami si Aman berhutang ke rentenir. Jadinya kami sebagai orang tua yang harus membayar. Kalau tidak mereka merusak barang-barang kami. Tabungan kami juga di bawa kabur Aman” Jelas Pak Ucok dengan lirih. Tidak terbayang untuknya saat anak satu-satunya ternyata berjudi hingga berhutang pada lintah darat. Belum lagi uang yang dia dan istrinya simpan untuk masa tua lenyap di ambil oleh sang anak. Yuno yang mendengar itu seketika merasa geram pada Aman. Yuno mengenal Aman karena mereka sempat berada satu kelas kuliah. Sejak dulu Aman memang suka bergaul dengan orang berada dan pamer barang-barang mewah. Berulang kali juga Yuno mengingatkan nya agar tidak terbawa pergaulan itu mengingat keluarga Aman juga pas-pasan. “Ya sudah. Ini Uno cuman bawa uang cash satu juta. Bapak ambil dulu. Bawa ibu langsung ke rumah sakit ya. Besok Uno transferkan uang lagi untuk berobat ibu. Minta nomor rekening Bapak ya” Ucap Yuno dengan ramah. Pak Ucok tersikap. Dia begitu terkejut karena Yuno memberinya uang. Tentu dia merasa tak enak untuk berhutang budi pada Yuno yang bukan kerabatnya itu. “Jangan Mas Uno. Jangan. Bapak belum tau kapan bisa bayarnya” Ucap Pak Ucok menolak uang dari Yuno. “Sudah terima aja Pak. Anggap aja ini biaya makan Uno sejak dulu di sini. Dulu Bapak dan Ibu sering memberi Uno lauk gratis. Jadi anggap saja ini balasan kecil Uno” Ucap Yuno dengan senyum yang begitu manis. Pak Ucok menangis memeluk Yuno. Pria muda yang tidak berbagi darah dengannya, yang bukan juga saudaranya, hanya pelanggan setia yang mengenal anaknya. Yang bahkan berbeda agama, ras, dan suku dengannya. Malah dengan ikhlas membantu pengobatan sang istri yang sering menahan sakit pada kakinya setelah kecelakaan. “Makasih Mas. Tuhan pasti membalas kebaikan Mas” Ucap Pak Ucok mendoakan kebaikan Yuno. “Amin. Sama-sama Pak. Ah boleh Uno bungkus gorengannya? Mau bagiin ke tetangga. Kebetulan mereka doyan gorengan” Ucap Yuno. “Boleh-boleh. Ambil aja mau berapa banyak gak usah bayar” Ucap Pak Ucok yang langsung membantu Yuno membungkus gorengan ke dalam kantongan plastik. Keduanya tertawa bersama. Rasanya sedikit beban berat di pundak Pak Ucok terangkat. Minimal sang istri bisa di rawat dengan layak dan segera pulih. Yuno kembali ke kontrakannya sambil menenteng kantongan berisi gorengan itu. Sambil berjalan bersiul pelan Yuno menyusuri jalanan yang tidak terlalu besar itu. Tiba di kontrakan Yuno langsung memanggil Kakak-kakak tetangganya juga Bibi pemilik kontrakan untuk keluar menikmati gorengan. Semua nya begitu antusias dan senang. Yuno memang terkenal sangat baik dan suka berbagi dengan mereka. Maka dari itu mereka juga sangat menyayangi Yuno seperti adik dan saudara sendiri. Tak jarang mereka suka memasak makanan kesukaan Yuno ataupun membeli pakaian untuk Yuno jika mereka merasa pakaian itu bagus dan cocok untuk Yuno. Yuno yang menjalani hidup di sana merasa tenang dan senang karena bersama orang-orang inilah Yuno bisa tertawa dan melupakan masa kelamnya. Yuno bisa melupakan mimpi buruk masa lalunya yang kembali menghantui. Setidaknya untuk beberapa waktu ini. . . . Next Ep 18 ^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN