Usai mengantar Rayza, Qiran sengaja menepikan mobilnya sebentar. Dia masih ingin menatap siulet pria yang berhasil membuat jantungnya berdebar. Setidaknya sampai Rayza masuk ke gedung rumah sakit itu. Tapi tiba-tiba hati Qiran memanas. Bagaimana tidak? Dia melihat seorang wanita yang satu profesi mendekat ke arah Rayza. Bahkan wanita itu tampak begitu akrab bercengkrama dan bergurau bersama Rayza. Tak hanya itu, Rayza pun merangkul pundak sang wanita dengan begitu akrabnya. Jantungnya benar-benar ingin meledak. Tapi dia masih bertahan dan menjaga emosinya. Biar bagaimanapun Qiran tak ada hak untuk melarang Rayza dekat dengan siapapun.
Qiran pun segera menancapkan gas hingga suara mobil menggerung. Hal itu sukses membuat Rayza menoleh ke arah mobilnya yang dibawa kasar oleh Qiran.
"Astagfirullah..." Ucap Rayza terkejut.
"Siapa yang membawa mobil mu? Sampai ngebut begitu." Ucap seorang wanita yang masih Rayza rangkul bahunya.
"Owh... Dia... Emm... Nanti aku ceritakan." Ucap Rayza gugup.
"Ciee... Siapa dia? Kekasih mu?" Ucap sang wanita terkejut hingga mendorong tubuh Rayza.
"Apaan sih?" Ucap Rayza kesal karena didorong begitu saja.
"Kalian ga tinggal satu apartemen kan? Nanti aku adukan ke Ummi Zahra lho." Ucap sang wanita mengancam akan mengadukan hal itu kepada ibu Rayza.
"Hei... Jangan asal bicara kamu. Aku mana mungkin bertindak seberani itu. Bisa dirajam hidup-hidup sama Abah." Ucap Rayza membela diri. Tentu saja dia membela dirinya. Dia bukan b***k nafsu yang dengan santainya tinggal satu atap bersama wanita tanpa ikatan pernikahan.
"Za..." Ucap sang wanita.
"Hmm..." Gumam Rayza.
"Ih gumam doang."
"Yaudah iya apa Hawa..." Ucap Rayza membuat Hawa tersenyum.
"Kok tumben sih sekarang selalu bawa lunch box?" Tanya Hawa penasaran menatap lunch box yang berada di tangan kanan Rayza.
"Masakan calon istri aku. Hehehe..."
"Jadi benar kan yang tadi itu calon istri kamu." Ucap Hawa tersenyum.
"Heem. Aku duluan ya. Ada pasien sudah menunggu." Ucap Rayza melambaikan tangan lalu menunjuk ke arah sosok pria yang duduk di depan ruang prakteknya.
"Oke."
Mereka pun pergi ke ruang praktek masing-masing. Hawa adalah sepupu Rayza. Umur mereka cukup jauh. Namun Hawa yang cerdas sudah sukses menjadi seorang dokter di usia 22 tahun. Tapi sayang Qiran yang melihat keakraban mereka malah berpikiran lain. Dia mengira Rayza menjalin hubungan dengan wanita itu.
Kembali ke Rayza.
Rayza melangkahkan kakinya mendekat ke sosok pria yang sedang menunggunya.
"Assalamualaikum Pak Martin." Ucap Rayza meraih tangan Martin untuk dikecup. Martin begitu terharu dan merasa seperti mempunyai anak laki-laki.
"Waalaikum salam Nak." Ucap Martin menjawab salam Rayza.
"Maaf jika anda lama menunggu. Silakan masuk." Ucap Rayza membuka pintu ruang prakteknya.
"Sama sekali saya tidak keberatan menunggu lama. Kau tahu apa yang sudah membuat saya rela menunggu berjam-jam?" Ucap Martin sambil mendudukkan dirinya di kursi tepat di depan Rayza.
"Tentu saja saya tahu. Ini untuk anda." Ucap Rayza menyodorkan Lunch box kepada Martin.
Martin pun segera menyentuk Lunch box tersebut. Hatinya membuncah bahagia hingga tanpa sadar matanya menetes bulir bening yang mengalir ke pipi.
"Anda menangis?" Ucap Rayza khawatir sambil mengusap bahu calon mertuanya.
"Jangan khawatir. Saya hanya rindu pada Qiran. Sudah lebih dari satu Minggu saya tak bertemu dengannya. Hal itu membuat hati saya sedikit sakit." Ucap Martin sambil mengusap lembut sisa air mata di pipi tirusnya.
"Tenang saja. Qiran dalam kondisi yang sangat baik dan aman bersama saya." Ucap Rayza menenangkan.
"Terima kasih Nak. Saya percaya, kau bisa menjaganya. Owh ya... Hari ini putri saya memasak apa?" Ucap Martin mengusap lembut penuh kasih sayang pada Lunch box berwarna biru di hadapannya. Seolah lunch box itu adalah Qiran yang sangat dirindukannya.
"Ayam suwir saus tiram dan cah tahu tauge. Masakannya semakin hari semakin enak. Putri anda cepat belajar." Ucap Rayza.
"Hahaha... Saya tak menyangka anak malas itu sekarang bisa memasak." Ucap Martin tertawa bahagia mengingat tingkah Qiran selama bersamanya. Qiran bukan wanita lemah lembut yang suka beraktivitas di dapur. Segala keperluannya sudah disiapkan oleh para maid di rumah. Jangankan memasak, mengenal peralatan dapur pun tidak. Rasanya Qiran bisa memasak seperti mimpi bagi Martin.
"Kalian tidak tinggal satu atap kan?" Ucap Martin khawatir.
"Tenang saja tidak. Saya menyayanginya dan pasti akan menjaganya. Saya tidak mungkin merusak putri anda." Ucap Rayza meyakinkan.
"Saya hanya khawatir mengingat kalian belum menikah." Ucap Martin menatap tajam Rayza.
"Tenang saja. Tolong anda percaya pada saya." Ucap Rayza dengan wajah memelas.
Martin pun menghela nafas beratnya kemudian kembali bicara.
"Haah... Saya berusaha percaya. Tapi saya tahu anda pria normal. Putri saya pun pria normal. Saya khawatir kalian akan..." Ucap Martin menggantungkan kalimatnya.
Rayza mengerti arah pembicaraan ayah dari gadis yang dicintainya.
"Sepertinya saya harus menjelaskan sesuatu pada anda. Mohon maaf karena saya mempekerjakan Qiran sebagai asisten rumah tangga di apartemen saya. Saya tidak bermaksud merendahkan putri anda. Saya hanya berusaha mendidiknya untuk menjadi istri yang baik. Belajar memasak dan beberes rumah. Tapi tenang saya tak membiarkan Qiran berhenti kuliah. Qiran masih kuliah bahkan dia berjanji akan kuliah dengan baik karena merasa sudah merepotkan saya. Saya tidak mungkin mengatakan pada Qiran bahwa saya adalah pria yang dijodohkan dengannya. Saya khawatir dia akan kembali kabur. Dan akhirnya saya terpaksa menjadikannya sebagai pembantu. Saya minta maaf." Ucap Rayza menjelaskan panjang lebar.
"Saya tidak menyangka kau memiliki pemikiran yang sangat matang. Saya titip Qiran pada anda. Semoga kebersamaan kalian akan menumbuhkan benih-benih cinta. Hahaha." Ucap Martin tertawa membayangkan putrinya dan pria yang dia restui jatuh cinta.
"Saya bahkan sudah jatuh cinta pada putri anda. Tapi sepertinya putri anda belum." Ucap Rayza.
"Owh ya? Secepat itu kah?" Tanya Martin heran.
"Saya suka pribadinya yang apa adanya. Tidak ada kamuflase untuk menutupi keburukannya." Ucap Rayza tersenyum.
"Saya tidak menyangka sikap menyebalkan Qiran malah membuat anda jatuh cinta." Ucap Martin terkekeh.
"Terima kasih sudah membawa Qiran lahir di dunia ini. Saya berharap, semoga kami berjodoh." Ucap Rayza.
"Tenang saja, kau sudah mendapatkan restu ku Nak." Ucap Martin.
"Terima kasih." Ucap Rayza mengangguk mantap.
"Saya berjanji suatu saat saya akan memperkenalkan putri anda kepada kedua orang tua saya sebagai calon istri. Rasanya sudah tidak sabar." Ucap Rayza terkekeh tak menyangka jatuh cinta bisa membuatnya sebahagia ini. Bahkan mengungkapkan perasaannya jauh lebih mudah di hadapan calon mertua di bandingkan dengan dihadapan wanita yang dicintainya.
"Silakan dimakan. Anda pasti penasaran. Dan semoga masakan ini bisa mengurangi rasa rindu anda pada Qiran." Ucap Rayza membuka lunch box tersebut untuk Martin. Mereka pun makan bersama. Bahkan karena terlalu mencintai Qiran membuat Rayza sarapan dua kali. Lidahnya selalu rindu buah tangan sang kekasih. Inilah cinta yang sebenarnya.