"Astagfirullah hal adzim..." Ucap Rayza dalam hati.
Pria itu menatap jari nakalnya yang mencubit hidung Qiran. Sungguh ini adalah sentuhan pertama baginya pada wanita. Dan Rayza tak menyangka ini terjadi begitu saja. Pria itu pun segera menarik tangannya menjauh.
Dan lagi-lagi interaksi sederhana itu membuat jantungnya kembali bergemuruh. Rayza merasa seperti remaja yang mengalami pubertas.
"Maaf ya," ucap Rayza saat menjauhkan jarinya dari hidung Qiran yang memerah setelah dicubit.
Tak jauh berbeda dengan Qiran. Wajah gadis itu langsung memerah karena malu. Sikap Rayza membuatnya Baper untuk kesekian kalinya. Tapi Qiran tak mau menunjukkan perasaannya, dia takut cintanya bertepuk sebelah tangan. Qiran pun mengalihkan perhatian dengan tertawa keras.
"Hahahaha... Hahahaha... Hahahaha... Badut? Hahahaha... Yakin ini badut ? Hahahaha..." Qiran tertawa hingga terpingkal-pingkal. Membuat Rayza merasa kesal. Di saat jantungnya bergemuruh, Qiran malah tak merasakan hal yang sama. Bahkan menyadarinya pun tidak. Malah tertawa terbahak-bahak.
"Sudahlah aku pergi." Ucap Rayza bangkit dari ranjang Qiran. Pria itu benar-benar tak ingin akan ada interaksi yang jauh lebih intim dengan Qiran. Sungguh Rayza ingin menjaga kehormatan gadis yang nantinya akan menjadi ibu untuk anak-anaknya.
"Ih gitu aja ngambek. Aku tuh ketawa karena lucu. Kamu kan berniat menghibur aku yang lagi sedih, harusnya seneng dong liat aku ketawa. Itu artinya kamu berhasil menghibur aku." Ucap Qiran cuek.
Sedangkan Rayza merutuki kebodohannya. Ucapan Qiran benar. Harusnya dia bahagia. Bukannya kesal. Rayza terlalu sibuk dengan perasaannya yang selalu berdebar dengan Qiran sehingga dia malah gagal fokus. Ucapan Qiran sukses membuat Rayza malu.
"Kamu ingin tahu ga kenapa aku ketawa?" Ucap Qiran menggoda Rayza.
"Kenapa emangnya?" Tanya Rayza tak mau menatap Qiran, bahkan pria itu masih dalam posisi berdiri.
"Duduk dulu dong." Ucap Qiran menarik lengan Rayza membuat jantung pria itu yang sudah tenang kembali menggila. Dan pria itu pun duduk.
"Apa?" Tanya Rayza ketus menutupi kegugupannya.
"Aku lihat ini bukan badut tapi Pinokio. Mau tahu kenapa? ... Karena hidungnya kamu buat dari sosis... Panjang... Jadi kaya Pinokio. Eh kamu malah bilang nya badut. Aku jadi ketawa deh... Yang membuatnya saja ga sadar apa yang dia buat... Makasih ya... Kamu sukses membuat aku kembali bahagia. Aku bahkan lupa dari tadi menangis terus." Ucap Qiran tersenyum tulus.
Rayza pun ikut tersenyum. Menatap wajah ceria di hadapannya. Walau sisa jejak kesedihan masih tergambar jelas di sana.
"Iya sama-sama... Aku juga terima kasih... Karena kamu buat hidup aku jadi lebih berwarna." Ucap Rayza membuat wajah Qiran kembali merona. Rayza bahkan menyadari Qiran salah tingkah. Hingga tatapan mata gadis itu berpaling arah tak mau menatap wajahnya. Apalagi dengan wajah bersemu merah yang menggemaskan.
"Em... Kayaknya ini enak... Aku makan ya." Ucap Qiran mengalihkan pembicaraan.
"Ya..." Rayza merasa lega melihat wajah ceria Qiran sudah kembali. Terlebih lagi Qiran tampak menikmati masakan buatannya.
"Emm... Enak... Enak banget... Kamu cowok tapi jago banget masak ya?" Ucap Qiran heran.
"Karena suatu saat aku punya istri... Dan disaat istriku hamil pasti dia tak akan sanggup mencium aroma dapur. Jadi karena aku bisa memasak. Biar aku saja yang memasak. Apalagi kalau dia melahirkan. Kan tidak mungkin dia memasak di dapur. Proses melahirkan saja sudah membuatnya kepayahan. Kasihan..." Ucap Rayza menjelaskan.
Jangan salahkan Qiran berharap Rayza jatuh cinta padanya. Karena jujur saja, Rayza tipe suami idaman. Perhatian, pengertian... Ya walaupun ketus dan tak berperasaan kalau bicara. Qiran pun tersenyum miris. Tak mungkin Rayza akan jatuh cinta padanya yang menjadi pembantu di rumahnya. Terlebih lagi tak ada yang bisa Qiran banggakan dalam dirinya. Dua hanya punya wajah cantik dan tubuh seksi. Tapi urusan dapur nol besar. Urusan beres-beres rumah, jelas dia pemalas. Berbuat onar pun sering. Bahkan sekarang harus diskors.
"Hei ada apa dengan wajahmu?" Tanya Rayza bingung menatap wajah murung Qiran.
"Beruntung sekali yang menjadi istrimu nanti." Ucap Qiran.
"Kamu mau jadi wanita beruntung itu?" Tanya Rayza serius.
Tapi lagi-lagi ucapan Rayza membuat Qiran sadar. Rayza pasti hanya bercanda. Tak mungkin pria itu serius. Qiran pun berdecih.
"Cih... Ketuaan." Ucap Qiran ketus.
"Hahaha... Sudahlah habiskan makanannya. Lalu cerita masalahmu." Ucap Rayza.
"Oke siap..." Ucap Qiran segera menghabiskan makanan buatan Rayza yang luar biasa lezat baginya.
Usai Qiran menghabiskan makanannya. Qiran pun bercerita tentang apa yang terjadi di kampus dan menimpa dirinya. Gadis itu kembali menangis.
Dan Rayza sama sekali tidak peduli dengan ucapan teman kampus Qiran yang menyatakan Qiran menjadi Sugar babby. Karena nyatanya hubungan mereka tidak seperti itu. Dan dia berjanji akan segera menyelesaikan masalah ini. Bila perlu dia akan datang ke kampus bersama ayah Qiran. Agar pihak kampus percaya.
Tapi satu hal yang mengganjal hatinya.
Om-om...
Apa benar penampilannya seperti orang yang terlalu dewasa yang tidak pantas menjadi pendamping Qiran hingga hubungan mereka dianggap sesuatu yang negatif? Sugar babby? Sugar Daddy? Sungguh keterlaluan. Rayza merasa tidak setua itu. Bahkan dirinya masih perjaka ting-ting.
"Ehm... Qiran..." Ucap Rayza membuat Qiran menoleh dan menghentikan tangisannya.
"Ya..."
"Apa aku tampak terlalu tua hingga dianggap sebagai om-om m***m?" Tanya Rayza membuat Qiran memperhatikan penampilannya. Netra coklat gadis itu meneliti setiap jengkal penampilan Rayza hingga merasa risih.
"Ga usah gitu juga lihatnya." Ucap Rayza membuang pandangannya karena malu terlalu diperhatikan.
"Iya kamu terlalu tua." Ucap Qiran jujur. Ada satu hal yang membuat Rayza tampak terlalu dewasa, yaitu bulu-bulu halus yang dirawat di bagian jambang hingga dagu Rayza. Rayza menjadi tampak terlalu tua. Tapi Qiran merasa hal itu justru yang memberi kesan seksi bagi Rayza.
"Kamu serius? Sepertinya aku harus merubah penampilan. Apa yang membuat aku terlalu tua?" Tanya Rayza penasaran.
Qiran pun menyentuh sepanjang rahang hingga dagunya sendiri sebagai isyarat tentang hal yang membuat Rayza terlalu tua.
"Oke besok aku cukur saat ke kampusmu." Ucap Rayza.
"Tidak... Jangan..." Teriak Qiran menolak.
"Lho kenapa? Kan untuk membuktikan ke teman-teman kamu kalau aku bukan om-om. Sekalian aku bilang ke rektor kamu kalau kamu pembantu aku." Ucap Rayza santai.
"Jangan dicukur. Kamu terlihat seksi seperti itu. Tampan dan macho." Ucap Qiran kelepasan hingga dia menutup dan memukul mulutnya yang lancang.
"Owh... Jadi kamu suka aku begini? Oke ga akan aku cukur. Bagaimana kalau aku bilang kamu adalah calon istriku." Ucap Rayza menggoda Qiran.
"Apa?" Pekik Qiran terkejut.
"Calon istri. Sekalian pulangnya kita ke rumah orang tua kamu. Aku akan melamar kamu. Dan kita buat teman-teman kamu menyesal sudah membully kamu. Aku rasa si Citra teman kamu itu akan malu. Kita nikah yuk." Ucap Rayza membuat Qiran hanya membuka mulutnya tanpa suara.