6. Ketakutan Sky

1968 Kata
Sampai di rumah, dengan sangat tergesa Sky segera keluar dari dalam mobil. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Bahkan cowok itu tak mengindahkan panggilan Langit. Sky langsung berlari begitu saja masuk ke dalam rumah. Langit yang melihat kembarannya sedikit aneh pun hanya bisa menebak-nebak. Langit yang dasarnya memang tidak terlalu suka mencampuri urusan orang lain hanya diam saja dan membiarkan Sky semaunya. "Mungkin kebelet boker," gumam Langit lalu turun juga dan masuk ke dalam rumah dengan sangat santai. Beruntungnya Langit keluar tanpa melihat dulu ke kursi yang tadi diduduki Sky. Masalahnya di sana ada sebuah obat yang mungkin saja terjatuh dari dalam tas sekolah Sky. Aman Sky kali ini. Sementara itu, Sky yang sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakitnya terus berlari sekuat yang dia bisa untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Sky tidak mau membuat Langit curiga. Cukup di dalam mobil tadi dia banyak diam dan semoga Langit tidak menyadari hal itu. Dentuman keras yang ditimbulkan dari pintu kamar Sky berhasil kembali menarik perhatian Langit. Kening Langit mengerut bingung. Sebenarnya kenapa dengan adiknya itu? Lagi-lagi Langit memilih untuk membiarkannya saja. Langit juga tidak berjalan ke lantai dua, dia berjalan ke arah dapur untuk sekedar membasahi tenggorokannya yang terasa sudah sangat kering. Dibukanya lemari es besar di sana, diantara banyaknya minuman, Langit memilih soda. Sambil duduk di kursi meja makan, Langit menenggak sekaleng soda itu hingga tandas. Di dalam kamarnya, Sky langsung buru-buru membuka laci nakas yang ada tepat di samping tempat tidur. Tidak sabaran, Sky mengobrak abrik isinya, mengeluarkan semua yang ada di sana. "Akh! Mana sih?" Sky kesal karena obatnya satu lagi tak kunjung ketemu. Sambil terus mengerang kesakitan, tangan Sky tak berhenti mencari. Napas cowok itu sudah memburu hebat, hingga lagi-lagi sebuah cairan kental berwarna merah berhasil kembali lolos dari dua lubang hidung Sky. Sky yang semula tak sadar membuat cairan itu menetes mengotori lantai dan nakas. Sungguh Sky sangat membenci penyakitnya satu ini. "Anjing, ketemu juga kan lo akhirnya. Akh!" Tanpa bantuan air minum, Sky menelan pil itu bulat-bulat. Rasa pahit itu langsung menguasai seluruh ruang di dalam mulut Sky. Biarlah, setidaknya biar rasa sakit di kepalanya sedikit hilang. Usai menelan obat, Sky langsung merebahkan tubuhnya begitu saja di atas ranjang dengan posisi terlentang. Ia membiarkan darah terus keluar dari hidungnya. Tenaga Sky habis dan rasanya tak sanggup lagi bahkan untuk sekedang berjalan ke kemar mandi. Biarlah nanti saja Sky urus darah-darahan itu. Sekarang, saat Sky ingin memejamkan matanya, tiba-tiba sakit itu datang kembali menyerang. Demi apapun, rasanya Sky ingin menangis saja sekarang. Sky meringkuk di atas kasur sambil meremas seprai putih yang kini sudah banyak bercak darah itu. Akhir-akhir ini memang penyakit Sky yang katanya sudah sangat parah itu sering rese. Kambuhnya lebih nggak tau tempat yang selalu bisa menyusahkan Sky saja. Padahal dulu tak sesering ini. Sekarang? Tiap hari, tiap jam, tiap menit, astaga Sky rasanya hampir ingin mati setiap kedatangan rasa sakit ini. "Bunda ... Sky pulang aja ya bund? Nggak kuat Bund, sakit banget ...." Runtuh sudah pertahanan Sky. Cowok itu menangis juga. Air mata membanjiri wajahnya. Bibirnya yang sangat pucat menambah kesan seram di wajah Sky. Sangat mengnaskan kondisi Sky sekarang. Sky ingin teriak dan meminta bantuan Langit, tapi Sky tidak mau. Ah terserahlah bagaimana konsepnya, pikiran Sky sangat tak karuan sekarang. Berusaha untuk memejamkan matanya berharap rasa sakit itu hilang juga percuma. "Astaga Bunda ... hiks, tolongin Sky, sakit banget bunda ... hiks." Cukup lama Sky bergulat dengan rasa sakit itu hingga tak lama, perlahan rasa sakitnya berangsur hilang. Sky yang sudah agak enakan pun memilih untuk berdiri guna mengunci kamarnya dulu. Tadi dia tak sempat melakukannya. Sambil merabah-rabah mencari pegangan, Sky akhirnya berhasil mengunci pintunya. Bukannya kembali, Sky malah terduduk di depan pintu tersebut. Sky hanya ingin istirahat sebentar. Padahal hanya jalan dari kasur ke pintu, rasanya sudah kayak lari maraton satu kecamatan. Capek! Sesekali Sky memejamkan mata lalu membukanya perlahan. Sky juga pelan-pelan mengatur pernapasannya. Ketika melihat lurus ke depan, Sky berdecak sambil tersenyum tipis. Lihat lah sudah banyak sekali bercak darah di lantai. Nambah kejaan saja. Tangan Sky lalu terulur menyentuh hidungnya, sudah tak ada darah lagi yang keluar, mungkin hanya sisa darah yang telah mengering. Syukurnya. Keenakan ada di sana, Sky sampai tak merasakan jika dirinya tertidur. **** "Kalau gue baca dari pahamify.com, teori evolusi merupakan sebuah teori yang membahas tentang perubahan atau perkembangan makhluk hidup, mulai dari asal-usulnya hingga keterkaitan genetik antara satu makhluk hidup dengan makhluk hidup yang lainnya. Di sini teori evolusi juga menyebutkan jika evolusi terjadi karena proses seleksi alam." Rena menganggukkan kepalanya, sambil memainkan bulpoin di tangannya, Rena menimang pendapat Claudia. "Masuk sih masuk, gue baca tadi juga kayak gitu lah nggak jauh beda. Jadi gimana nih? Ambil dari buku atau dari Internet?" tanya Rena. "Gabung aja nggak sih?" usul Salsa. "Nah, setuju gabung aja," kata Claudia. "Oke! Clau, lo kirim link sumber lo tadi ke WA gue biar nanti gue tinggal cocokin terus salin." "Siap!" Tidak cukup mengerjakan tugas di sekolah, kini ketiga cewek pintar itu kembali mengerjakannya di rumah masing-masing dan kali ini sambil video call. Sudah biasa memang mereka seperti ini. Kelas dua belas memang sangat banyak sekali tugas dan praktek, tidak ingin semuanya numpuk, mereka memilih untuk segera mengerjakannya agar cepat selesai dan bisa mengerjakan yang lainnya. "Terus habis ini apa lagi yang dibahas Ren?" tanya Claudia. "Emm ... bentar-bentar, nah! Ini, selanjutnya kita bahas tentang teori, prinsip, terus sama konsepnya. Bagi tugas aja gimana?" Salsa mengangguk saja. "Boleh tuh, gue bagian prinsip ya?" "Oke, nanti lo cari terus setor ke gue ya? Tadi satu buku lo bawa kan? Nah cari aja dari sana ntar gabung-gabungin aja dari internet juga," kata Rena. "Siap!" "Gue ... konsep aja deh, hehe. Lo bagian penegertian sama teorinya Ren." "s**l!" Rena mengumpati Claudia. "Selalu aja gue yang bagian paling banyak, tapi nggak pa-pa deh, gue suka pelajaran ini, haha. Yaudah ya kita kerjain sekarang terus besok di sekolah tinggal disatuin terus print, selesai." "Oke-oke." "Fren, gue matiin dulu ya video call-nya? Daahh fren selamat mengerjakan tugas!" pamit Selasa dan tidak lama setelah itu Salsa menghilang dari layar. "Gue juga mau langsung kerjain, lo juga Clau jangan pacaran mulu sama Sky!" Mendengar nama Sky, Claudia langsung berdecak kesal. "Pacaran gundulmu! Nggak ada ya!" "Hahaha iya deh iya, yaudah gue matiin ya? Bye ..." "Bye ...." Setelah semua teman-temannya hilang. Sekarang Claudia membuang napasnya kasar. Melihat begitu banyak yang harus dia kerjakan membuat kepala Claudia merasa pusing. Dia memang jago dalam pelajran di bidang sains, tapi kalau suruh mikir biologi apalagi kimia duh rasanya mau angkat tangan meski pun nanti ujung-ujungnya juga bisa. Claudia itu tipe murid yang sangat malas kalau kebanyakan bacaan dan pengertian. Dia lebih suka yang langsung pada intinya seperti Fisika, lebih asik dengan memecahkan rumus daripada memecahkan teori. "Yok semangat Clau!" Gadis itu menyemangati dirinya sendiri. Dilihatnya jam pada ponselnya, sudah pukul delapan malam. Rencananya dia akan nugas hingga jam sepuluh habis itu tidur. Pokoknya Claudia harus selesai sampai jam sepuluh. Ketika akan mulai mengerjakan, tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Awalnya Claudia mengira jika itu pesan dari Rena atau dari Salsa. Namun, saat mengeceknya, ternyata dari nomor tak dikenal. Karena penasaran, Claudia pun membukanya. Saat itu juga Claudia menyunggingkan senyumnya ke bawah. Sudah bisa ditebak dari foto profilnya. "Sky! Dapat dari mana cowok ini nomor gue?" gumam Claudia. Lalu dengan sangat ogah-ogahan, Claudia membuka pesan yang Sky kirimkan untuknya. +62857xxx : [Selamat malam cantik] [Ini gue Sky. Save nomor gue ya cantik] Claudia tersenyum miring membacanya. Dasar buaya cap cupang! Claudia : [Dpt no gue dr mn?] +62857xxx : [Kepo deh kek kernet. Btw typing-nya singkat amat. Keyboardnya gak punya huruf vokal ya?] Claudia : [Brisik! Udh jangan ganggu gue! Gue lgi belajar] +62857xxx : [Oalah belajar ya? Semangat belajarnya ya cantik? Kalau capek lihat foto Sky yang ganteng aja, dijamin habis itu langsung semangat lagi] Claudia : [Gila!] [Udh ah!] +62857xxx : [Yaudah iya, belajar sama gih. Sky juga disini lagi belajar.] [Belajar mencintai Claudia sepenuh hati] "Bener-bener ya nih cowok." Tanpa mau repot membalas dan nanti malah semakin berbuntut panjang. Claudia akhirnya lebih memilih untuk mematikan saja status notifikasi w******p-nya. Setelah itu, kini Claudia kembali melanjutkan tugas. Gara-gara Sky, waktu Claudia jadi terpotong sepuluh menit. **** "Adek? Buka pintunya dong." Mendengar suara serta ketukan itu, Sky langsung buru-buru melompat turun dari atas kasur. Sejenak Sky berhenti karena kepalanya terasa keliyengan. Namun setelah di rasa enakan, Sky lanjut jalan. "Selamat malam Bunda ku sayang," sapa Sky sambil nyengir saat pintu telah terbuka dan memperlihatkan wajah sang Bunda yang agaknya baru pulang dari kantor. "Malam, boleh Bunda masuk?" Dengan cepat Sky mengangguk. "Silahkan kamar Sky udah bersih kok," ujarnya. Setelah Bunda masuk, Sky segera kembali menutup pintunya. Bunda duduk di tepi kasur, sementara Sky duduk di kursi meja belajar dengan posisi terbalik sambil memeluk sandaran kursi tersebut. "Kenapa Bun, malam-malam tumben nyamperin Sky?" tanya cowok itu. Wajahnya terlihat semakin tirus sekarang. "Kamu nggak pa-pa kan?" tanya Bunda balik. "Nggak pa-pa, emangnya Sky kenapa?" Terdengar helaan napas kasar dari Bunda. "Terus kenapa tadi bisa kambuh lagi? Kamu nggak minum obatnya?" "Minum kok, Bun. Nggak pernah telat malah." "Terus?" Sky menggeleng sekarang. "Sky juga nggak tau, tapi akhir-akhir ini emang sering kambuh dan yang Sky nggak suka, kambuhnya sering nggak lihat-lihat tempat. Untung aja tadi Abang nggak curiga." "Sky?" Bunda lalu menatap Sky dengan sangat dalam dan terlihat begitu khawatir. "Jaga diri kamu Sky, bunda nggak mau kamu kesakitan kayak gini terus. Pola makannya dijaga, jangan terlalu capek, jangan kebanyakan mikir, ayolah bantu Bunda ya? Bunda sama Ayah yang kerja, tugas kamu cukup jaga diri kamu Sky. Bisa ya, bertahan demi Bunda sama Ayah, demi Abang?" Sky terdiam mendengar ucapan Bunda. Cowok itu refleks menunduk sambil memainkan jemari tangannya di bawah sana. Sky juga tidak mau sakit seperti ini, sakit ini sangat menyiksanya. Sky juga ingin sembuh agar Bunda dan Ayah tidak perlu kerja sekeras ini untuk biaya berobatnya. Sky juga selalu nurut sama perintah dokter. Tidak boleh melakukan ini itu ya Sky tidak melakukannya. Menjaga pola makan dan semuanya telah Sky lakukan, tapi bagaimana? Sky tidak bisa menghalau rasa sakit itu untuk tidak datang menyerangnya. "Sky?" panggil Bunda karena Sky hanya diam. "Maafin Sky Bunda, Sky ngerepotin banget ya?" Saat mengangkat kepalanya untuk menatap Bunda, sudah ada bendungan di kedua kelopak matanya. Melihat Sky seperti itu, Bunda langsung berdiri dan memeluk Sky dengan erat. Bunda juga mengecup pucuk kepala Sky berkali-kali. Sky meresa nyaman dengan perlakuan Bundanya sekarang. "Sky nggak ngerepotin kok, sayang. Sky baru ngerepotin kalau Sky sama sekali nggak mau berjuang. Pokoknya, Bunda akan terus bantu Sky untuk sembuh. Sky pasti bisa, Bunda yakin itu!" Setelah itu Bunda melepaskan pelukannya. Sky juga menghapus air matanya. Kaduanya saling tatap. "Tapi Bun, kalau nanti Sky nggak bisa bertahan, Bunda ikhlasin Sky aja ya Bun? Biarin Sky pergi biar Sky nggak sakit lagi, biar Bunda nggak perlu capek-capek kerja lagi. Ya Bun?" Bunda lantas menggeleng. "Nggak, Sky pasti sembuh kok. Jangan ngomong kayak gitu." "Tapi sakit banget Bun, rasanya." "Iya sayang ... Sky kan anak yang kuat. Pasti bisa kok." Tidak mau mengecewakan Bundanya, Sky mengangguk. "Iya Bunda." "Ya sudah, Bunda turun ke bawah dulu ya? Kamu langsung tidur habis ini, jangan bergadang lagi!" Sky lalu terkekeh. "Iyaa ... Bunda ku sayang." Setelah mengecup kening Sky sekilas. Bunda lalu berjalan pergi. Sky melihat saja dari tempatnya. Dia membiarkan Bunda pergi dari kamar, hingga kamar kembali tertutup barulah Sky bisa menghela napasnya. Sky lelah dengan semua ini. Sky ingin nyerah tapi Sky nggak mau buat keluarganya kecewa, apalagi Bunda yang sudah banyak berkorban untuknya. Sky lalu tersenyum. "Gue harus semangat pokoknya! Apaan, cowok kok lemah, mana ada sejarahnya cowok lemah? Nggak ada! Ayo Sky, lo pasti bisa!" "Semangat! Eh, ngomong-ngomong, Claudia mana ya? Lama banget nggak balas chat gue. Hmmm awas aja besok gue gangguin tuh cewek di sekolah," lalu Sky tegelak sendiri saat membayangkan wajah jutek Claudia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN